Zulaikha
Mama ku tak menyukai menantu yang aku bawa ke rumah sebagai istriku, gadis desa berpakaian panjang dan berhijab lebar, dia adalah anak seorang pedagang pasar tradisional di pasar kampungnya, aku mengenalnya saat aku berkunjung di kampung tersebut untuk mensurvei lokasi, aku ingin membuka cabang baru untuk showroom mobil dan motor di daerah sana.
Aku menikahinya sebulan kemudian dan aku membawanya pulang ke rumah tanpa restu Mamaku, bahkan saat pernikahan kami Mama dan kedua adikku tak mau menghadirinya.
Aku membawanya pulang ke kota setelah selesai acara pernikahan kami, orang tua yang termasuk faham tentang agama sama sekali tidak menahan langkah anaknya untuk mengikutiku, mereka menitip pesan kepadaku.
"Nak, ikha adalah anak kami satu-satunya, beliau kami didik dan kami besarkan dengan penuh kasih sayang, tolong jaga hati dan perasaannya juga raganya, tangan ini sama sekali tak pernah menampar ataupun mencubitnya, tangan ini yang pertama kali menggendongnya saat dia lahir ke dunia ini, tangan ini yang mengajarinya untuk berjalan, tangan ini yang selalu memberinya perlindungan saat dia membutuhkannya. andai dia melakukan kesalahan, cukuplah kamu mengingatkannya dan jangan menyakiti fisiknya, andai kamu tak mampu lagi untuk mendidiknya, tangan ini akan dengan terbuka untuk menerima dan mendidiknya kembali untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi, andai kamu tak lagi mencintainya, maka diamlah dan jangan katakan kepadanya, datanglah kepadaku dan kembalikan dia kepadaku, aku akan menerimanya kembali. intinya aku menyerahkan tanggung jawab anak semata wayangku kepadamu, sayangi dia, didik dia supaya menjadi istri yang solekha dan patuh kepadamu, bimbing dia untuk bisa meraih syurganya, tanggungjawab ku terhadapnya aku serahkan kepadamu." Bapak mertuaku berkata panjang lebar memberi wejangan kepadaku, dan aku mengangguk patuh tanpa faham akan ucapan dan pesannya.
"Dan kamu Ikha, sekarang kamu sudah menjadi seorang istri, jika selama ini kamu wajib dan patuh terhadap kami, maka sekarang kamu wajib patuh kepada suamimu selama suamimu mengajak ke jalan kebaikan dan bukan kebatilan maka patuhlah kamu tanpa membantah. syurgamu kini bukan di bawah kaki ibumu ataupun di atas keridhoan kami, kini syurgamu ada pada keridhoan suamimu, patuhlah kepadanya, jadilah kamu istri yang solekha, dengan begitu kami sebagai orang tuamu tidaklah gagal dalam mendidikmu, jangan coreng muka kami dengan kedurhakaanmu kepada suamimu." Dengan berlinang airmata ikha pun menganggukkan kepalanya.
"Kami pamit Pak Bu, kami akan selalu mengingat pesan Bapak kepadaku." jawabku singkat.
Tiga jam perjalanan sampailah kami di kota, aku membawa ikha langsung pulang ke rumah yang sudah aku bangun sendiri, ya aku memiliki rumah pribadi yang letaknya dekat dengan showroom mobil milikku. Dan kebetulan rumahku ini berjauhan dengan rumah Mamaku, Mama tinggal bersama adik bungsuku. Rencana aku akan mengajak Ikha kerumah Mama nanti sore setelah kami dari rumah kami.
"Dek, kita tinggal disini, di rumah nanti akan ada pembantu yang selama ini membantuku membersihkan dan merawat rumah ini, di sini juga ada sopir yang merangkap sebagai tukang kebun untuk menemanimu jalan kemanapun kamu pergi." terangku kepada ikha.
"Kalau kamu mas? bukankah lebih baik jika supir kamu saja yang pakai? aku nanti mungkin akan lebih baik di rumah saja, aku juga kurang hobi bepergian ke luar sendiri tanpa kamu." jawab ikha.
***
Sore pun kami pergi ke rumah Mama, sesampai di sana Mama menyambutku dengan sangat gembira, berbeda dengan saat menyambut ikha ada tatapan kebencian di sana, bahkan saat ikha hendak mencium tangan beliau dengan secepat kilat beliau menyentakkannya.
"Ngapain kamu bawa perempuan ini kesini ha? aku tak Sudi rumahku di injak olehnya." ikha pun berhenti di depan pintu dan tak berani masuk kedalam rumah Mama.
"Ma, ikha adalah istriku kalau ikha tidak di izinkan masuk ke rumah Mama maka aku pun tak akan masuk ke rumah Mama." belaku kepada ikha atas ucapan Mama.
"Sudah mulai membangkang kamu Fano? demi perempuan ini kamu membangkang Mama? sudah Mama duga perempuan ini akan membawa pengaruh buruk untukmu, belum apa-apa dia sudah membuat jarak antara seorang ibu dan anak." sinis Mama sangat tak menyukai ikha, sorot kebencian sangat kentara di sana.
"Baik kalau begitu, kami pamit pulang Ma, Fano masih capek mau istirahat dulu di rumah." pamitku sambil menggandeng tangan ikha untuk membawanya pergi dari rumah Mama. Tanganku di cekal oleh Mama, beliau mencegahku untuk pergi tapi tak mengizinkan ikha untuk ikut serta.
"Heh wanita kampung, kalau kamu mau pulang, silahkan, tapi Fano akan tetap disini, dia akan beristirahat disini." kata Mama ketus
perlahan aku melepaskan cekalan tangan Mama sambil terus menggenggam tangan istriku.
"Ma, sekarang Fano sudah beristri, jadi Fano tidak akan istirahat di sini sementara ikha pulang ke rumah sendirian, tidak Ma, kami pamit pulang dulu, kapan-kapan jika ada waktu maka kami akan berkunjung kesini kembali, tapi jika Mama tidak mengizinkan ikha untuk turut serta, maka dengan terpaksa Fano pun tak akan pernah berkunjung kesini. Fano akan kesini jika bersama Ikha." tegasku kepada Mama. kemudian Aku pun berlalu dengan menggenggam tangan ikha dan tak memperdulikan terian Mama yang memekakkan telinga kami.
"Fano, kembali kamu! kamu mau jadi anak durhaka dengan membantah kata-kata Mama?" tapi perkataan Mama tak ku perdulikan, kami tetap memalingkan menuju mobil kami untuk pulang ke serumah kami. di dalam mobil ikha terlihat sangat sedih, air mata ku lihat mengalir di pipinya.
"Maafkan Mama ya dek, suatu saat aku yakin Mama akan bisa menerimamu, tapi jika tidak pun tak jadi masalah kan? kita tidak seatap dengan Mama, kita bisa mengunjunginya, meskipun bila kita ada waktu, kita tak perlu memaksakan restu Mama biar Mama sendiri yang akan memberikannya dengan suka rela. aku mohon maafkan Mama ya dek?" pinta ku pad istri cantikku ini.
Sesampai di rumah kami di sambut oleh Mak Ijah dan mang Anto.
"Selamat datang Pak, Bu, maaf tadi saat Bapak dan Ibu datang kami tidak menyambut, tadi saya masih kepasar buat belanja, tapi bawaan Bapak dan Ibu sudah saya bereskan kok, maaf lancang membereskan barang barang tanpa meminta izin dulu." ucap Mak Ijah sambil menunduk.
"Terimakasih ya Mak, tidak usah merasa bersalah begitu, kami tidak apa-apa kok, terimakasih ya?, oh ya Mak, mang, kenalkan ini namanya Bu ikha, dia istri saya, tolong nanti bantu-bantu segala kebutuhannya ya? tolong jangan pernah menolak keinginannya, perintahnya sama pentingnya dengan perintahku, hormati dirinya seperti menghormatiku, sekarang dia lah nyonya di rumah ini, semua peraturan akan di buat oleh Bu ikha, tolong kerjasamanya." kataku kepada kedua pegawaiku.