The other side of Dewa

1270 Words
you are an Angel sent bye God to me. You will save me! Dewa menggelengkan kepalanya ketika mengingat kalimat aneh yang diucapkan Dyra kala itu. Tangannya kembali sibuk pada kanvas yang setiap malam menemaninya. Dewa memang sangat suka melukis, sehingga ketika ia menjelang tidur. Dia akan membuat lukisan itu meski akhirnya ia tinggalkan karena mengantuk. Kali ini lukisan itu berhasil membentuk sebuah rambut seorang gadis. Ia juga tidak tahu siapa gadis yang berada dibenaknya, hanya saja. Ketika melukis tiba-tiba saja ia ingin melakukannya. "Anjirr! Siapa tuh?" Ratu masuk tanpa mengetuk pintu. Membuat Dewa menutup kanvasnya dengan cepat dengan cara di balikan. Ratu berdecak kesal, "Ko disembunyiin sih, sini! Gue lihat!" Dewa menepis tangan sang Kakak dengan kesal. Ratu memang sejenis Kakak pengganggu yang selalu saja membuat kepalanya mendidih. Ia kesal tapi tentu saja tidak mungkin bisa marah. "Lo kalau mau masuk, ketuk pintu dulu dong, Kak." "Alaaa, kaya lo siapa aja. Emang lo lukis siapa sih?" Ratu menyelidik, "Lo lukis cewek lo ya? Hayooo ..., gue laporin Mamah lo udah punya pacar!" Tuh, kan. Kakaknya itu memang sangat suka sekali mengancam. Membuat Dewa tentu saja tidak bisa berkutik. Mamahnya pernah bilang, Dewa tidak boleh punya pacar dulu sebelum Dewa menyelesaikan masa sekolahnya. Dewa menarik napas jengah. "Gue belum punya pacar Kak!" "Terus, siapa yang lo lukis?" "Intinya bukan pacar, udah ah sana!" Dewa mendorong sang Kakak dengan pelan ke arah pintu. Tapi Ratu malah berbelok dan tidur di kasurnya Dewa. "Gue tuh pengin curhat! Cowok gue malah pacaran sama Tante-Tante! Gue tahu tuh Tante-Tante cantik. Terus tajir pula, tapi ko gue sakit ya, lihatnya." Yang Dewa tahu, Kakaknya itu memang sangat mencintai pacarnya. Mereka sudah dua tahun berpacaran. Tapi ketika mendengar bahwa kekasihnya itu malah berselingkuh dengan tante-tante. Dewa sedikit geli, apakah selera pacar Kakaknya itu benar-benar serendah itu. Atau memang dia punya kelainan? Dewa mendekat, dan mencoba ingin mendengar cerita dari Kakaknya itu lebih jelas. "Ramon bilang, pacaran sama gue tuh enggak ada untungnya! Gue enggak tahu maksud dia tuh apa." Ratu menunduk, mengusap airmatanya. "Wa, gue tuh udah sayang sama dia. Lo jangan bilang mamah, kalau gue udah ...." Ratu tidak meneruskan kalimatnya. Gadis itu menangis, dan menutup wajahnya dengan bantal. Dewa mengeratkan mengepal eratkan kedua tangannya. Rahangnya pun terlihat mulai mengeras. "Kenapa kakak segila itu!" Dewa mulai terlihat emosi. Kedua matanya terlihat menajam. Ratu menggeleng, hidungnya terlihat ber-air, "Dia maksa gue Wa! Dia bilang, itu tandanya cinta! Tapi sekarang, dia malah mutusin gue! Dia bilang pacaran sama tante-tante lebih nguntungin! Gue gimana Wa! Gue takut hamil!" Ratu sesengukan, dia terlihat amat frustrasi. "Wa, gue harus gimana?" Dewa terdiam, kedua matanya yang tajam perlahan melembut. Ia tidak bisa mengatakan apa-apa saat ini. Karena yang bisa ia lakukan hanyalah menarik perempuan yang dicintainya itu ke dalam pelukan. Dia terlihat menghela napas dalam, lalu ... "Nanti gue urus!" *** "Sial! Gue telat!" Dyra berlari menuju mobilnya. Karena ia keluar ber-sama teman-temannya semalam. Dyra jadi lupa waktu, sehingga ia pulang pada jam dua pagi. Dan hasilnya saat ini ia bangun dengan kepala pusing karena kurang tidur. Belum saja ia berhasil meraih pintu mobil. Ketika suara ponselnya berdering, Dyra mengangkatnya meski terlihat sekali ia amat repot. "Haloo ..." mengapit ponsel antara bahu dan telinganya Dyra membuka pintu mobil, "... apaan? Lo udah di mana emang?" "Gue enggak sekolah hari ini Ra." "Kenapa?" Dyra mulai menyalakan mobilnya. Sesekali menatap ke arah lantai dua rumahnya. Pintu kamar Mamahnya masih terutup, seulas senyuman pahit terpancar dikedua bibirnya. Mamahnya sama sekali tidak peduli padanya. Ah, sejak Ayahnya masuk rumah sakit. Mamahnya memang sibuk dengan dunianya, Dyra bahkan lupa apakah di rumah itu masih ada sang Mamah atau enggak. "Dyr, lo denger gue enggak? Tolong ijinin gue ya? Bikinin surat kek," "Anjirr, gue enggak bisa bikinin surat kaya gituan," mobil yang dikendarai Dyra mulai keluar dari gerasi. "Dusta lo! Waktu itu bikin surat ijin dari siapa?" Dyra meletakan ponselnya di atas dasboard, lalu ia memakai earbluetooth. "Waktu itu ...." Dyra tidak melanjutkan kalimatnya. Lidahnya terasa kelu kalau ingat siapa yang telah membuatkan surat ijin itu untuknya. Dengan sangat lembut dan perhatian, Edgar merawatnya saat sedang sakit kala itu. Edgar juga membuatkan surat ijin sakit untuknya. Kalau pun nyokap lo enggak sayang sama lo! Gue bakal selalu ada buat lo. Kala itu Edgar mengusap kepalanya dengan lembut, memeluknya penuh sayang. Tidak disangka kalau saat ini laki-laki itu telah berubah. Dia menjadi salah satu laki-laki b******k yang ia kenal. Kedua tangannya gemetar. Dan perlahan kedua matanya basah, tanpa bisa ia tahan. "Dyr, lo denger enggak sih?" Dyra mengerjap, kedua matanya yang buram membuat pemandangan di depannya terhalang. Hampir saja ia menabrak pengemudi di depannya, kalau saja ia tidak segera membelokan mobil itu dan hasilnya menabrak sebuah pembatas. "Arghh!!" Teriakan Dyra membuat Fania yang berada di sana kaget, "Dyra! Halo! Dyra!" Dyra tidak menyahut, ia meringis sambil mengusap keningnya yang terasa pusing luar biasa. Menyerah, Dyra membuka earbluetooth yang dikenakannya. Lantas keluar untuk melihat mobilnya. "Sial! Penyok lagi!" Ingin sekali Dyra berteriak saat ini. Gadis itu mendesah kesal sambil melihat jam tangan yang melingkar indah dipergelangannya. "Udah telat," Ah, sepertinya ia harus segera membawa mobilnya ke bengkel. Dyra memutuskan untuk kembali memasuki mobilnya, lantas membawanya pergi berharap bisa menemukan bengkel di sekitar itu. Jalanan lumayan ramai. Tentu saja, sekarang hari senin. Dyra saja yang kacau, malah jalan-jalan pas dimalam senin. Akhirnya ia telat bangun, dan malah sial dipagi hari. Terlihat dari arah sana, Dyra menemukan sebuah bengkel. Tidak besar, tapi sepertinya cukup ramai. Dyra mulai mendekat, dan memarkirkan mobilnya tidak jauh dari bengkel itu. Banyak motor sport terparkir di sana. Dyra menatap satu per-satu motor tersebut. Mungkin pemilik bengkel itu memang sangat terkenal, sehingga ada banyak orang yang mau membenarkan motornya di sana. Dyra mulai memasuki bengkel itu dengan langkah pelan. Karena aneh sekali dengan keadaannya yang sepi. Hingga sampai di dalam, gadis itu menutup mulutnya ketika melihat seorang laki-laki sedang memukul hebat satu laki-laki yang dipegang kuat kedua laki-laki lainnya. Laki-laki yang dipukul itu sudah parah dan menyerah. Terlihat dari hidung, dan mulutnya yang sudah mengeluarkan darah. Dyra yang ingin pergi, malah mematung dengan kedua tangannya yang gemetar. Sepertinya sipemukul mulai menyadari keberadaannya. Karena pemilik tubuh itu perlahan berbalik dan menatapnya. Dyra semakin menegang kala tahu siapa laki-laki yang tengah memukul sang korban dengan ganas itu. Enggak! Dyra mundur satu langkah. Dan laki-laki itu mendengus jengah, ia mengelap keringat yang keluar dari kedua pelipisnya dengan kasar. Kedua mata elangnya terlihat tajam dan seolah ingin menerkamnya. "De-Dewa ...." Kedua bibir itu terlihat gemetar. Dyra kali ini benar-benar terlihat takut. Tatapannya menunduk dalam, tidak seperti ia menatap laki-laki itu seperti biasanya. Dyra selalu nakal, dan menggodanya. "Gue ..." Demi apa pun yang ada di dunia ini. Dyra ingin sekali berlari. Tapi baru saja ia ingin memutar dirinya, Dewa telah berhasil meraih kedua bahunya, menunduk lekat, seolah ingin mendapatkan tatapan dari kedua mata indah milik Dyra. "Jangan sentuh gue!" Dyra histeris, dan berontak. Tapi tentu saja, Dewa tidak melepaskannya. Dia tahu apa yang Dyra lihat ini, tidak seperti kenyataannya. Dyra hanya melihat dari sisi pemukulan itu saja. Dyra tidak tahu seperti apa cerita yang sebenarnya. Maka dari itu, Dewa tidak akan melepaskan gadis itu sebelum ia benar-benar bisa membungkamnya. Dewa melirik penuh isyarat pada kedua laki-laki bertato yang memegang korbannya dengan kuat. "Misi selesai! Bawa dia kerumah sakit, dan ini bayarannya!" Dewa melemparkan uang di dalam amplop buram. Kembali melirik Dyra, dan meraih tangannya erat. Dyra sama sekali tidak bisa berontak, hanya keringat dikedua pelipisnya yang bercucuran, sebagai reaksi bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. Dewa menggeleng jengah, ia akan membawa gadis itu pergi entah ke mana. Namun sebelum itu ia kembali merendahkan wajahnya, lalu berkata. "Lo mulai saat ini milik gue!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD