"You are an Angel sent bye God to me. You will save me!"
__He is My Dewa__
***
Pak Djoko hari ini memberi tugas pada kelasnya Dyra untuk mencari tanaman obat yang ada di bagian rooftop sekolah. Di Mutiara, memang menyediakan banyak tanaman khusus diadakan untuk kepentingan praktek. Terlihat dua gadis yang juga ikut serius dalam melaksanakan tugas itu. Mereka, Dyra dan Fania. Sambil sesekali mengobrol dan larak-lirik sana-sini mereka mencari tanaman yang dimaksud.
"Serius? Lo semalam ketemu sama si Dewa?" tanya Fania, pasalnya Dyra bercerita bahwa ketika ia di toko parfum. Ia bertemu laki-laki tampan itu di sana. Fania penasaran, mengingat bagaimana gilanya Dyra pada laki-laki itu setelah pertemuan pertamanya pada hari itu. Dyra bilang, Dewa ini adalah calon Malaikat hidupnya yang dikirim Tuhan. Fania tahu, kalau sahabatnya itu memang agak berlebihan. Tapi melihat bagaimana kondisi kehidupan Dyra yang berantakan. Fania senang-senang saja, karena ternyata kehadiran cowok dingin itu bisa menghadirkan sebuah senyuman di wajah muram Dyra.
Dyra mengangguk antusias, "Dan gosip kalau cowok itu dingin, kayanya enggak bener banget. Dia anget banget!"
Fania tidak mengerti apa makasud sahabat nakalnya itu, "Anget bagaimana?"
Dyra bukannya menjawab, ia malah senyum-senyum aneh dan sesekali berjingkrak senang, "Gue enggak tahu meski ngomong apa? Karena sejak itu, gue udah Gila sama doi!"
"Apaan dah?" Fania menggeleng takjub.
Sudah Dyra duga, kalau sahabatnya itu tidak akan tahu apa istilah baru yang baru keluar dari kepalanya cantiknya tersebut. Dyra mendekat, dan membisikan sesuatu pada Fania.
"Dia peluk gue! Dan sejak saat itu gue udah gils sama dia!"
"Ah, gak percaya gue! Ngapain si gunung es itu peluk lo, mimpi ya lo?" Jawab Fania sama-sama berbisik. Dyra berdecak, kenapa sahabatnya itu tidak mempercayainya.
"Gue seribu rius, kalau si Dewa meluk gue! Dan alasannya manis banget. Pokoknya kalau lo jadi gue, lo bakal suka juga sama doi!"
"Emang meluknya di mana?"
"Diparkiran! Lo pasti ngarepnya di kamar ya?" Dyra mengedipkan sebelah matanya. Membuat Fania menjitak keras kepalanya, "Dasar otak m***m! Sekolah yang bener! Malah mikir yang enggak-enggak!"
Dyra meringis, gadis juita itu mengusap kepalanya, "Kan dia ganteng banget, kalau anak gue wajahnya sama kaya dia. Ya bangga dong,"
"Sinting!" Fania menggeleng jengah. Ia segera kembali memilih tanaman untuk disuruh Pak Djoko. Dyra mengikuti sambil bibirnya tak henti berbisik.
"Dia itu kemarin nganterin gue sampe rumah. Terus pas di jalan gue meluk dia, ini romantis banget tahu!"
"Gue enggak percaya! Lo suka delusional soalnya!"
"Ikh, lo mah gak asik banget. Lo mau bukti?"
Fania mengangkat kedua bahunya acuh. Dyra menghela napas kesal, "Nanti gue buktiin pokoknya! Eh, tapi lo jangan ngiri. Karena buktinya ada di tas gue!"
Fania mengerutkan keningnya. "Apaan di tas lo?"
Dyra terlihat melebarkan senyumnya dengan bangga. "Jacket!"
Dan atas jawaban itu, Fania membulatkan kedua matanya.
***
"Sumpah lo! Si Dewa minjemin lo jaket?"
Dyra mengangguk sembari meliuk-liukan badannya saat ini mereka berdua di koridor menuju kelas, setelah tugas dari pak Djoko selesai. Fania berdecak, sahabat gilanya itu memang suka berlebihan, "Enggak usah nari kali, cepetan! Gue mau lihat!"
Fania berjalan mendahaului, sedangkan Dyra malah terlihat menari india di koridor sepi itu. Gadis itu memang selalu se-ceria itu, apalagi jika sesuatu itu ada hubungannya dengan Dewa. Seolah apa yang telah terjadi di rumahnya selama bertahun-tahun ini tidak ada artinya. Dan hal itulah yang membuat Fania cukup tenang. Dyra bisa se-bahagia itu jika berada di sekolah.
"Eh, bocah! Cepetan!" teriak Fania, ketika melihat sahabatnya masih menari. Dyra terkekeh, ia segera berjalan menghampiri.
"Lo semangat amat, emang jaket di Dewa mau lo apain?"
"Penasaran aja gue! Siapa tahu lo bohong!"
"Gue emang jagonya bohong kali!"
"Cepetan ah!" Fania menarik tangannya Dyra, sehingga mereka berdua sampai dengan cepat ke dalam kelas. Fania segera mengambil tasnya milik Dyra dan membukanya dengan tergesa. Kedua matanya membulat sempurna ketika jaket berwarna coklat itu menyapanya.
"OMG! Oh No... ini serius jaketnya si Dewa?" Fania terlihat kagum. Dan Dyra tentu saja tersenyum sombong sambil menengadahkan wajahnya dengan sebelah tangannya berada di pinggang rampingnya, dan satunya mengusap rambut seolah sedang iklan shampo
"You know lah, Dyra is a beautiful woman who can hypnotize anyone!"
Pak!
Fania memukul jidatnya. "Ilfill gue!"
Dyra merenggut kesal, namun kedua bibirnya kembali tersenyum ketika ingat bagaimana Dewa menyelamatkannya malam itu.
Flass back!
"Bisa hati-hati gak jalannya!"
Ujar Dewa kala itu. Dyra sempat terpana, tatapan tajam itu seolah tatapan cemas penuh cinta. Tiba-tiba di sela-sela itu hujan lebat membasahi keduanya. Nah, dasar sinakal Dyra ia malah memeluk tubuh tegap itu semakin erat. Membuat Dewa tentu saja kesal dan mencoba mendorong tangannya.
"Gila! Ini tempat umum!"
"Gue tahu!"
"Lepasin enggak!"
"Enggak mau," Dyra menyandarkan wajahnya di d**a bidang itu membuat Dewa semakin marah. Sitampan akhirnya membuka paksa tangannya Dyra. "Gue enggak suka disentuh oleh sembarangan orang!"
"Gue enggak sembarangan! Gue itu Dyra. The most beautiful woman who can hypnotize anyone!"
Baiklah, Dewa terdiam menatap Dyra dengan kedua matanya yang tajam, "Gara-gara lo! Gue jadi kehujanan! Asal lo tahu gue benci hujan!"
"Tapi gue pastiin, lo bakal suka hujan karena gue!" Dyra tidak mengalah, ia mengabaikan tatapan tajam itu. Tangan nakalnya terulur dan mengusap wajah tampan yang malah semakin tampan saat tersiram air hujan. ".... you are an Angel sent bye God to me. You will save me!"
Dyra menatap kedua mata gelap yang menawan itu. Entah kenapa ia benar-benar merasa terselamatkan saat melihatnya. Dyra berjanji, apa pun caranya ia akan mendapatkan Dewa. Tapi tangan Dewa kembali menepis tangannya dan membuat jarak kembali diantara mereka.
"I have never come across a day dreaming girl like you! Hope you are not crazy!"
Dyra terkekeh, gadis itu berkeliling sambil hujan-hujanan membuat sitampan menatapnya takjub. Dewa pasti mengira Dyra benar-benar gadis yang gila. Tapi Dyra tidak peduli, ia terus berputar dengan kedua tangan direnggangkan, mulut berteriak bawah Dewa adalah Malaikatnya.
"Dewa is mine! Dewa is mine! Dewa is mine! Dewa is mine!" Itu teriakannya, dan entah kesal atau bagaimana, karena hal itu membuat Dewa membuka jaketnya lalu ditutupnya kepala dan membekap mulut gadis dengan kuat. Membuat Dyra meronta protes. Tapi kedua tangan mungilnya itu tidak akan bisa melawan kedua tangan kekar yang membekapnya.
"Berisik!" Kesal Dewa, dan setelah itu laki-laki tersebut memasukan Dyra ke dalam taxy dengan paksa. "Bawa gadis gila ini kerumahnya!" Hanya itu yang dikatakan Dewa, ia menutup pintu taxy. Dan membiarkan Dyra dibawa oleh taxy tersebut.
Flassback off
"Enggak romantis banget, lo udah kaya kucing yang diusir gitu!" Komentar Fania ketika Dyra menyelesaikan ceritanya.
"Ikh, itu romantis tau. Dia tuh kaya gitu, biar gue enggak ujan-ujanan! Dia tuh cowok banget."
Fania tidak lagi memberikan komentar. Susah memang kalau berbicara dengan orang yang sudah dimabuk cinta. Mereka kembali bercerita, ketika pembicaraan Dyra tiba-tiba terhenti. Sigadis nakal itu berlari ke arah pintu. Fania sudah tahu apa penyebab sahabatnya tersebut sampai berlari ke sana.
Dewa lagi, tapi Fania menatapnya dari dalam.
"Dewa!" terdengar suara Dyra. Gadis itu menghentikan tiga laki-laki tampan yang hendak berjalan ke kelasnya. Kelas Dewa dan kelasnya Dyra memang berdampingan. Sehingga Dewa harus melewati kelasnya Dyra terlebih dahulu.
Bima menyenggol lengannya Dewa, "Si cantik tuh!" ucapnya pelan, bukan tanpa alasan Bima memanggil Dyra dengan sebutan itu. Karena dilihat dari sudut manapun Dyra ini memang cantik. Itu menurut Bima, tidak tahu bagaimana menurut Dewa.
Dewa mendengus, ia terdiam tapi tidak memutar dirinya. Dyra menghampiri lalu memeluk lengannya lembut. "Miss you my angel!"
Bima dan Seto menahan tawanya. Sedangkan Dewa menarik napas dalam, seolah sedang menahan emosi yang siap meledak. "Jaket lo udah aku cuci! Dan--"
Getaran ponsel di saku roknya, membuat Dyra segera merokoh benda itu. Tangannya mulai terlepas dari lengannya si tampan ketika mengetahui siapa penelpon tersebut. Mendadak wajah cantik itu panik, ketika mendengar sipembicara di sana. Berhasil membuat si tampan menatap padanya.
Tapi Dyra terlihat fokus pada pembicaraan di sana. Sehingga ia pergi begitu saja ke arah kuridor. Dewa masih menatap punggung ramping itu. Ketika Bima menepuk pundaknya.
"Dyra cantik kan?"
Dengan menaik turunkan sebelah alisnya Bima amat terlihat menyebalkan. Dewa menggeleng takjub, lantas segera melanjutkan langkahnya ke dalam kelas. Setelah sekali lagi menatap punggung ramping itu yang terlihat sibuk menerima panggilannya.