Rhea tak mengerti kenapa sejak tadi dia merasakan tatapan aneh dari para rekan kerjanya. Ini bukan kali pertama bagi Rhea mendapat perlakuan sedemikian rupa. Sebenarnya Rhea sudah biasa dicibir atau pun dibicarakan oleh orang lain seputar kedekatannya dengan Rio, sang atasan. Hanya saja untuk kali ini terlihat berbeda. Omongan pedas yang terdengar di telinga, ketika Rhea memasuki ruang fotocopy untuk memperbanyak berkas proposal proyek.
"Jadi itu semua bukan gosip, kan?"
"Iya, ternyata memang benar mereka ada hubungan. Dan makin berani saja menunjukkan di depan semua orang."
Telinga Rhea jelas mendengar dan ia yakin bahwa dirinya yang sedang dibicarakan. Pasalnya, lirikan mata mereka mengarah padanya. Sekuat tenaga Rhea menahan diri untuk tidak melabrak para biang gosip di kantor ini. Jika Rhea sungguh melakukan semua itu, maka reputasinya lah yang harus dipertaruhkan. Lagipula, tak ada yang menyebut namanya membuat Rhea makin kesulitan mencari bahan bukti bahwa memang dirinya lah yang dibicarakan kini.
Tak mau terpancing emosi, Rhea gegas menyelesaikan pekerjaannya dan beranjak kembali ke dalam ruang kerjanya. Ia jatuhkan kasar tubuh pada kursi kerja sembari tangan memijit pelipisnya. Di saat sedang pusing begini, justru ia mendengar suara deheman yang dilakukan oleh seseorang.
Rhea mendongak mendapati keberadaan Rio yang berdiri di ambang ruang kerjanya.
"Kamu kenapa, Re? Wajahmu tampak kuyu begitu?"
"Lagi pusing, Pak."
"Banyak kerjaan? Istirahat dulu saja nanti dilanjutkan."
"Nanggung, Pak. Lagipula ini belum jam istirahat."
Rio mengangkat pergelangan tangan kanan melihat pada arloji yang melingkar di sana. "Re!" panggilnya lagi. "Ikut aku, yuk!"
"Ke mana, Pak?"
"Nemuin klien dari Jepang. Nggak enak jika aku datang sendirian."
Rhea mengerutkan keningnya. "Tapi nggak enak juga jika saya ikut bapak. Pasti makan siang diselingi obrolan soal kerjaan."
"Justru itu. Siapa tahu saja Mister Hiro akan memberikan proyek besar di perusahaan kita."
"Tapi, Pak?" Protes Rhea tak diindahkan oleh Rio karena pria itu masih memaksa. Jujur Rio merasa makin nyaman jika berdekatan dengan Rhea. Selain cantik, Rhea juga sangat pintar dan pandai. Jika berhadapan dengan orang lain, Rhea selalu nampak keren dan memukau di mata Rio. Oleh sebab itulah Rio sangat senang jika bisa bersama Rhea untuk menghadiri acara-acara yang berhubungan dengan klien perusahaan.
"Sudah, ayo! Lagian buat ngilangin stres dan pusing. Nggak usah mikir kerjaan mulu. Nanti aku bantu menyelesaikannya."
"Lah mana bisa begitu. Di mana-mana yang namanya bawahan itu harus membantu kerjaan atasan. Ini kenapa jadinya kebalik, sih."
"Kayak kamu baru kenal sama aku aja, Re! Kita ini lebih dari sekedar atasan dan bawahan. Tapi kita ini partner kerja."
Hampir saja Rhea salah sangka. Untung saja Rio segera memberikan klarifikasi bahwa mereka merupakan partner kerja yang saling membantu satu sama lain.
"Ayo, Re! Buruan. Nanti mister Hiro nungguin kelamaan."
"Bentar, Pak. Saya sisiran dulu." Rhea membuka laci meja kerjanya dan mengambil sisir dari dalamnya. Ia sadar bahwa setengah hari ini pekerjaan sangat menguras energinya. Oleh sebab itulah Rhea membutuhkan penampilan yang lebih baik lagi agar terlihat segar dan berseri di depan klien mereka nanti. Yang penting Rhea tidak akan terlihat memalukan ketika disandingkan dengan Rio.
"Nggak usah sisiran juga sudah cantik," celetuk Rio asal. Menghentikan gerakan tangan Rhea yang sedang menyisir rambutnya.
Gadis itu mendongak, tapi Rio malah melemparkan senyuman sembari berbalik badan. "Saya tunggu di depan."
Duh, mendadak panas dingin begini Rhea rasakan hanya karena ucapan asal dari sang atasan. Rhea gelengkan kepalanya agar kembali ke dunia nyata. Rio itu hanya menggoda bukan sedang memuji. Begitu batin Rhea mengatakan. Jika dibandingkan dengan istrinya Rio, tentu Rhea merasa insecure. Bagaimana pun juga Gisela, begitu cantik dan kaya tentunya. Sepadan dengan keluarga Rio.
Tak mau makin terperosok akan pemikirannya sendiri seputar Rio, Rhea segera bangkit berdiri. Menyambar tas serta ponsel lalu keluar dari ruang kerjanya.
Masih saja para karyawan memandanginya dengan tatapan aneh ketika langkah kaki Rhea memasuki lobi. Terlihat olehnya jika Rio sedang duduk di sofa yang ada di lobi kantor. Rhea mendekat, "Pak Rio. Jadi berangkat sekarang?"
"Oh, tentu saja jadi," jawab Rio memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia pun berjalan berdampingan dengan Rhea menuju pintu keluar.
Mata Rhea masih sibuk menelisik kiri dan kanan. Sungguh, Rhea merasa risih lama-lama jadi pusat perhatian seperti ini.
Sepertinya keresahan hati Rhea, diketahui juga oleh Rio. "Ada apa? Sejak tadi kulihat kamu seperti banyak melamun dan ... gelisah."
Rhea meringis. "Aku tidak tahu. Hanya saja kurasa hari ini tatapan orang-orang seolah mengintimidasiku."
"Hanya perasaanmu saja kali, Re."
"Ya mungkin demikian."
Tak lagi ada obrolan di antara keduanya. Rhea masuk ke dalam mobil. Membiarkan Rio membawanya ke sebuah restoran mewah untuk bertemu dengan klien.
Rio tak berbohong karena saat ini Rhea memang sedang menemani Rio bertemu dengan Mister Hiro dan dua orang karyawan pria bermata sipit itu. Makan siang sekaligus membicarakan seputar perusahaan.
Rhea sesekali memperhatikan Rio yang masih sibuk mengobrol banyak hal dengan Mister Hiro. Gadis itu sedikit mendekatkan diri agar dapat meminta izin untuk meninggalkan tempat sebentar saja.
Dengan suara lirih menyerupai sebuah bisikan, Rhea berkata pada sang atasan. "Pak Rio, saya izin ke toilet dulu. Sebentar saja."
Kepala Rio mengangguk. "Jangan lama-lama."
Gegas Rhea beranjak dari duduknya. Tak lupa menyambar tas kerja dan lekas berjalan cepat menuju toilet.
Tidak hanya mengosongkan kandung kemihnya, tapi Rhea juga membenarkan riasan wajahnya. Getaran pada ponsel yang ada di dalam tas, membuat Rhea menghentikan aktifitas yang sedang membubuhkan bedak di wajah.
Membuka tas dan mengambil ponsel di dalamnya. Sengaja Rhea mengatur tanpa dering ponselnya, ketika dia sedang meeting. Siapa sangka pesan yang baru dia terima dari salah satu teman yang bernama Ratna, sanggup membulatkan mata Rhea.
Gadis itu baru paham kenapa teman-teman kantor menatap sinis dan tidak suka. Ternyata sebabnya adalah kedatangannya ke kantor tadi pagi bersama Rio. Bagaimana bisa ada yang mengambil gambarnya sedang berjalan bersisihan dengan Rio lalu di upload pada sebuah grup yang Rhea bukan salah satu anggotanya.
Rhea mendapatkan screenshot dari gosip yang gempar di grup tersebut. Untung saja masih ada Ratna yang mau berbaik hati mengirim pesan untuk bertanya langsung kepadanya.
[Re, benarkah kamu dan Pak Rio memang dekat dan memiliki hubungan? Maaf jika aku lancang bertanya. Gosip tentangmu sudah merebak]
Selain pesan itu, sebuah foto yang menampakkan dirinya bersama sang atasan membuat Rhea menutup mulutnya dengan telapak tangan.