Pagi sekali Zara keluar dari rumahnya, menikmati udara segar berjalan di pinggiran desa dengan lutut menggunakan plester. Dia berjalan dengan senyum di wajahnya, namun dia melihat beberapa mobil dari kota melewati dirinya, dia mengangkat sebelah alisnya ketika melihat mobil itu terlihat sangat familiar.
"Itu tentunya mobil orang kota! Aku juga rindu kotaku dan juga pekerjaanku," gumam Zara.
Dia tersenyum tipis namun yang lebih dirindukan adalah Dave. direkturnya yang cukup lama tidak dia lihat, bahkan sama sekali tidak mengirim pesan kepadanya ataupun bertanya tentang keberadaan dirinya.
Meski Zara mendapati hal seperti itu namun selama dia tinggal di desa pamannya, Zara selalu teringat akan pria itu. Dari awal dia sudah meyakinkan bahwa jika dia mengingat nama Dave saat tinggal di di rumah Pamannya. Itu berarti dia memang benar-benar mencintai Dave.
Mengingat hal itu Zara bergegas untuk pergi kembali ke kota hari ini juga debaran jantung kerinduan membuatnya semakin bersemangat untuk kembali ke tempat kerjanya. Baginya tidak perlu satu minggu untuk berada di kediaman pamannya, 3 hari saja sudah cukup untuk dia mengingat keberadaan Dave di dalam hatinya. Meski berat, tuan Nero tetap mengejutkan Zara untuk kembali ke kota apalagi ada pekerjaan yang menunggunya.
"Kau yakin dengan keteguhan hatimu? Paman harap, apapun yang terjadi kepada dirimu itu semua adalah takdir, maka dari itu kamu harus mempercayainya. Memang sebuah nasib bisa diubah tapi takdir itu semua sudah ketentuan Tuhan. Kau hanya perlu menjadi lebih tangguh untuk menghadapinya dan melewatinya dengan baik! "
Ucapan paman Nero dibalas anggukan oleh Zara, Dia memeluknya dengan sangat erat akan sangat lama sekali. Bagaimanapun ntuk bertemu mereka rasa saling menyayangi antara paman dan keponakan membuat Yesha tampak iri dengan penuhnya rasa sayang Zara kepada Nero dan juga rasa sayang Nero melebihi seorang paman kepada keponakannya.
Terlihat sangat sederhana dan hangat namun Yesha jauh lebih beruntung memiliki seorang suami seperti Nero meski Zara bukan putrinya, namun Nero sanggup memberi kasih sayang melebihi seorang ayah kepada Zara.
"Aku pergi dulu. Kamu hati-hati dengan Pamanku ini dia terlalu tampan bisa membuatmu mabuk!" ucap Zara tersenyum.
"Gadis ini benar-benar nakal!" balas Nero.
Zara dan Yesha tertawa setiap kali melihat dan mendengar ucapan pamannya jika Zara sudah menggodanya. Udara segar di pedesaan membuat Zara memasang senyum di wajahnya teringat akan masa lalu yang membuatnya sangat bahagia. Bahkan bisa melewati masa kecilnya yang lain dari kebanyakan orang.
Dia hidup dengan seorang pria yang saat ini telah mengendarai traktornya, Zara duduk di belakang dengan pamannya di balik kemudi. Pria tua yang saat ini di balik kemudi terlihat sangat kekar membuat Zara semakin menyayangi pamannya itu, rasa syukur dia tidak pernah henti saat memiliki seorang paman yang bisa memberikan sepenuhnya cinta kepada dirinya.
Sempat Zara tidak ingin sekali untuk pergi jauh dari pamannya Namun karena pendirian dari pamannya, Zara harus lebih mandiri dan menjadi pekerjaan dengan baik. Bersekolah hingga dia memiliki sebuah apartemen saat ini, dan pekerjaan membuat taman Nero begitu bangga kepadanya.
"Tentunya yang paling kangen kepadaku, pasti Paman bukan aku," ucap Zara berdiri menghadap pamannya.
"Iya iya, aku pasti akan kangen dengan kenakalan mu yang lain dari kebanyakan orang!" balas Nero.
Zara tertawa setiap kali melihat raut wajah pamannya yang selalu kesal kepadanya. Mereka berpelukan dengan sangat erat enggan melepas satu sama lain, dengan rasa cinta dan sayang mereka teramat dalam. Antara paman dan keponakan keduanya kini berpisah.
Saat Zara memasuki sebuah taksi yang tentunya sudah dipesan sebelumnya oleh Zara, bahwa taksi itu akan bersedia untuk kembali menjemput Zara. Mempermudah setiap perjalanannya meski dengan bayaran yang cukup tinggi. Membuat Zara begitu bahagia bisa sesuka hati untuk pergi ke kampung halaman pamannya.
Zara melihat pamannya masih berdiri memperhatikan dirinya yang sudah duduk di balik kursi penumpang begitu berat dan lembut saat pamannya melambaikan tangan ucapan perpisahan dari dirinya begitupun juga Zara.
Menempuh perjalanan cukup panjang membuat Zara memperhatikan jalanan yang begitu panjang bahkan asri dengan tumbuh-tumbuhan yang berwarna hijau pohon yang berjejeran membuat Zara teringat akan masa lalu di mana dia berlari dan ditemui oleh pamannya.
Ingatan itu sangat jelas sekali, namun tidak memberikan jawaban apapun kepada dirinya. Sepanjang perjalanan Zara mencoba untuk menghubungi Dave namun tidak ada jawaban sama sekali darinya. Hingga saat dia sampai di sebuah apartemen dia disambut oleh resepsionis Setelah turun dari taksi nya.
"Maaf non Zara batas waktu tinggal Anda sudah habis 2 hari yang lalu. Apakah anda bisa memperpanjangnya?" tanya Resepsionis itu dengan ramah.
Zara mengerutkan dahinya, dia tidak mempercayai jika perusahaan Dave tidak memperpanjang apartemen yang dia tempati.
"Memang belum ada yang mengkonfirmasi?" tanya Zara.
"Perusahaan yang sering membayar administrasi apartemen, sepertinya tidak melanjutkannya. Apa Nona bisa memenuhinya?" jelas resepsionis itu.
Zara mengolah nafas kasar, dia tidak percaya jika hal ini akan terjadi saat ia kembali dari rumah Pamannya. Dia mengangguk dan menyelesaikan p********n atas apartemen yang kini beralih menjadi atas namanya. Kebetulan selama ini Zara menabung untuk hal seperti ini.
Dia memang sudah mempersiapkannya meski tidak ada perusahaan Dave yang menanggung semuanya, namun dia sudah berniat untuk memiliki apartemen itu. Kali ini Zara memiliki hak penuh dengan apartemen yang saat ini menjadi miliknya.
"Oh ya, bolehkah aku meminta untuk mengganti sandi?"
Zara berbalik dan berbicara lagi kepada resepsionis, mereka menanggapi dengan ramah dan hari itu juga Zara mengganti sandi yang dimana Dave juga mengetahuinya. Zara memiliki perasaan yang sempat dia duga-duga, namun dia tidak ingin berpikiran terlalu jauh dan memilih untuk masuk kedalam apartemennya yang di mana benar saja.
Isi di apartemen itu yang sempat diberi oleh Dave, kini semua hilang hanya properti yang dari apartemen di tersedia disana. Sempat Zara tidak percaya dengan semua ini, namun dia memang sudah menduga hal ini akan terjadi dia sama sekali tidak protes dan memilih melakukan hal seperti biasa dan beristirahat di dalam kamarnya.
Melihat langit-langit kamar dan juga Zara mengingat setiap ucapan Dave. Dia yakin bahwa ini semua bukanlah perbuatan Dave. Zara sudah hafal sekali akan sifat dan pendirian sahabatnya itu.
"Tapi yang paling aku heran kenapa dia tidak mengangkat telponku?" gumam Zara.
Dia sempat akan pergi ke kediamannya namun diurungkan tanpa menghubungi Dave lagi.
Di pagi hari Zara bangun terlambat dan dia benar-benar sangat terlambat saat tadi malam, dia tidak bisa tidur memikirkan tentang Dave yang sama sekali tidak membalas pesannya.
Zara kini memasuki kantor yang sampai dia tinggal selama 3 hari ini berjalan memasuki masih dengan sama para karyawan memberi hormat kepada dirinya. Zara dengan ramah membalas mereka, namun saat Zara memasuki ruangan direktur dia dicegah oleh penjaga.
"Silakan Nona berbicara terlebih dahulu kepada sekretaris yang ada di sana!" ucap penjaga itu.
Zara menelan salivanya, dia tidak tahu apa yang terjadi saat ini namun dia terkejut saat melihat seseorang yang berdiri di kursi sekretaris.
"Nia?" Zara berjalan menghampiri Nia.
"Halo Zara, selamat pagi ada yang bisa saya bantu?" balas Nia dengan ramah.
"Kamu di sini?" tanya Zara dibalas anggukan oleh Nia.
Nia membacakan tentang pekerjaan Zara yang pindah departemen. Zara terdiam, tidak mempercayai apa yang saat ini tengah terjadi. Dia mencoba menerobos masuk ke ruangan Dave yang juga ada di sana, mereka bersitatap satu sama lain.
Namun Zara terkejut saat seorang wanita keluar dari kamar mandi sembari mengusap rambutnya yang basah. Wanita itu hanya mengenakan pakaian feminim membuat Zara terkejut.
"Zara?"
Hanya itu yang Dave katakan saat melihat Zara yang berdiri dihadapannya.