Pertunangan

1109 Words
Seluruh ruangan menjadi hening, para tamu undangan saling bertatapan dengan bingung. Yang ada dalam pikiraan mereka hanya satu, apakah tuan Agata yang terhormat sedang bercanda? Bagiamana mungkin seorang yang sangat gemuk itu adalah calon tunangan Roland yang tampan? sungguh tidak bisa dipercaya. Roland merasa sangat syok mengetahui kenyataan yang menimpanya. Ia sungguh tidak ingin mempercayai apa yang sedang terjadi. Ini pasti hanya candaan garing calon ayah mertuanya itu. Tidak mungkin. “Para hadirin, hari ini saya akan mengungkap hal yang selama ini saya selalu ingin sampaikan. Sebenarnya saya tidak berniat menyembunyikan tapi lebih kepada menunggu waktu untuk mengungkap semuanya. Mungkin selama ini kalian selalu bertanya-tanya, seperti apa gerangan putri dari seorang Agata Adipraja. Hari ini saya akan memperkenalkan sesorang yang sangat spesial.” Dengan penuh percaya diri pria bertubuh tinggi itu menuntun Regina yang sedang tertunduk maju bersamanya. “Tidak apa-papa, sayang. Sudah waktunya kau mengahadapi semua orang dengan rasa bangga apa pun keadaanmu. Ingatlah, kau adalah putri dari Tuan Agata yang terhormat. Kau sama terhormatnya dengan ayahmu, tidak akan ada yang berani menghina dirimu. Angkat kepalamu sayang,” bisik sang ayah memberikan dukungannya. Awalnya Regina tidak berani, tapi senyuman hangat sang ayah seolah menjelaskan jika semuanya akan baik-baik saja. Akhirnya ia pun mendapat sedikit rasa percaya diri untuk berani mengangkat wajahnya menatap semua orang yang kini pandangan mereka sedang tertuju padanya. Meskipun sudah tidak bisa di bayangkan lagi bagaimana syok perasaanya setelah mengetahui jika ternyata orang yanag akan bertunangan denf dengannya adalah pria yang selalu membulinya, pria yang paling ia benci di dunia ini, Regina tetap berusaha menguatkan hati. Regina menatap ayahnya berusaha menyakinkan perasaannya jika semuanya akan baik-baik saja. Tuan Agata kemudian menatap seluruh hadirin yang sedang menunggu dengan panasaran dan tersenyum ke arah mereka. “Yang berdiri di sampingku sekarang ini adalag putri kandung yang saya cintai. Regina Oktaviani Agata dan calon tunangan dari Roland Pramana. Chandra!” ungkap tuan Agata dengan lantang. Hening, seolah tidak ada yang berani menanggapi. Mereka seakan syok mengetahui jika apa yang selama ini bayangkan tidak sesuai yang terjadi. Mereka membisu dengan berbagia macam pertanyaan dan spekulasi yang siap meledak di kepala mereka. Situasinya benar-benar canggung. Regina hanya bisa tertunduk dengan mata terpejam. ia sudah menebak respon orang-orang akan seperti ini. Tapi tetap saja hatinya terasa sakit. Ungtungnya, sang pembawa acara sangat peka membaca situasi yang canggung itu sehingga dengan kelihaiannya ia kemudian bisa mencairkan suasana. “Baiklah, para hadirin, tentunya tuan Agata sangat berharap respon baik dari kita semua terhadap apa yang telah ia sampaikan. Selain itu, kita berada di sini atas undangan beliau. Apakah tidak ada tepuk tangan yang meriah untuk bintang acara kita malam ini?” sontak semua tamu undangan bertepuk tangan sehingga kebekuan bisa kembai menghangat. Orang-orang tampak kembali seperti sedia kala. Seperti tidak ada apapun yang terjadi, semua terlihta berjalan normal. Hal itu membuat hati Regina sedikit lebih tenang, apalagi sahabatnya selalu berada di dekatnya. Vina melangkah menghampiri Regina yang hanya bisa tersenyum canggung ke arah tamu undangan. “Regi, tenaglah. Jangan hiraukan apapun, okey? sudah saatnya kau bersiap. Kuatkan hatimu, petunanganmu sebentar lagi dimulai,” ujar Vina sahabatnya. “Tapi Vin, aku takut. Kamu jangan jauh-jauh.” Regina tidak mau melepas genggamannya. “Kau tenang saja, ini hari spesialmu kau ingat? Terlepas siapa pun yang menjadi tunaganmu, kau harus percaya diri. Mengerti, kan? setelah ini kita akan bicara, kita akan pikirkan jalan keluarnya setelah ini, ya. Kau tenang saja,” hibur Vina. Regina terpaksa hanya menganggu pasrah. Memangnya dia bisa melakukan apa lagi selain menerima kenyataaan pahit itu. Ia pun diam-diam melirik Roland yang berdiri tidak jauh dari tempatnya. Pada saat yang sama, ternyata Roland juga meliriknya, jantung Regina seperti mau copot rasanya. Apa lagi sorot mata tajam penuh kebencian tampak jelas dala mata pemuda itu seakan menusuk jantungnya. Regina buru-buru mengalihkan pandangannya. Kenapa nasib hidupnya bisa seperti ini? dosa apa yag telah ia perbuat dahulu sehingga Tuhan memberikan cobaan hidup sepahit ini? ia lalu melirik sahabatnya yang sudah berada jauh darinya, ia merasa tidak memiliki sandaran lagi setelah Vina meninggalkannya. Ia hanya berdiri mematung di tempatnya menunggu kemana nasib akan membawanya setelah ini. “Apa yang telah kau lakukan, hah? kau berencana menikah denganku, rupanya. Kau tidak pernah bercermin, ya? dasar monster!” Regina tersentak, suara bisikan Roland terdengar tajam di telinganya. Ia menoleh dan melihat wajah Roland masih berada sangat dekat dengan wajahnya, bahkan nafas mint pemuda itu sempat berhembus manyapu wajahnya. Dengan cepat itu kembali memalingkan wajahnya dan bergeser menjauh, meskipun ucapan musuh bebeyutannya itu sangat menyakiti perasaannya, ia memilih untuk tidak menggubris ucapan itu. Melihat perempuan yang sangat ia benci itu tidak menanggapinya, Roland menjadi geram, ia berniat melangkah menghampiri Regina lagi tapi suara pembaca acara menghentikannya. “Baiklah, para hadirin… sekarang tibalah saatnya kita menyaksikan acara yang kita nantikan bersama. Di mohon pasangan untuk maju ke tengah untuk bertukar cincin.” Regina menelan air liurnya tegang, ingin rasanya ia menghilang saja dari ruangan itu. Ia sama sekali tidak ingin pertunagan ini terjadi. Apa yang sebenarnya yang ada di pikiran ayahnya? kenapa ia tega menjodohkannya dengan orang yang sangat ia benci. Roland melangkah maju dengan pasti, menatap lurus ke depan. Pikirannya sudah dipenuhi oleh rencana, yang tentunya akan membuat tunagannnya itu menyesal telah menyetujui pertungan mereka. “Ayo sayang, sudah saatnya,” suara ayahnya membuat Regina tersentak. Gadis itu menarik nafas dalam sebelum melangkah dan bersanding di sisi Roland. Sungguh ironis. Dua orang wanita maju ke depan, tuan Agata bersama kedua orang tua Roland ikut bergabung. Mereka tampak sangat bahagia melihat anak-anak mereka akan segera bertunangan. Sang pembawa acara mulai membuka suara, salah satu dari kedua wanita itu mulai menyerahkan cincin kepada Roland. Pemuda itu mengambil cincin emas putih dari kotak berwarna merah. Suara pembawa acara kembali terdengar mengarahkan, memintanya untuk memasangkan cincin cantik itu ke tangan Regina. Roland lalu menatap Regina dengan tatapan tajam kemudian menyentuh tangan Regina dan menyematkan cincin itu ke jari manisnya. Kemudian wanita lain juga membuka kotak dan menyerahkan kepada Regina. Gadis itu hanya menatap tajam cincin itu beberapa saat. Ia kemudian mengambil cincin itu lalu melakukan hal yang sama terhadap Roland. Semua orang yang ada di ruangan itu bertepuk tangan. Ayah Regina dan ayah Roland saling berpelukan dan masing-masing mengucapkan selamat. “Saya merasa sangat bahagia akhirnya putriku bisa bertunagan dengan seorang pemuda tampan,” ucap tuan Agata dengan tatapan mata yang berkaca-kaca. “Saya juga bahagia, tuan Agata. Semoga pernikahan anak-anak kita bisa berlangusng dengan sukses seperti hari ini.” ucap ayah Roland. “Iya, semoga saja,” Sementara itu, Roland langsung meninggalkan acara sesaat setelah ia menerima cincin dari Regina. Regina hanya menatap punggung Roland yang sudah jauh meninggalkannya. Ia juga masih sempat melihat Roland melepas cincin tungannya dan memasukkannya di kantong celana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD