Tirai Keenam: Gossip dan Ketidakpastian

1172 Words
"Aku harus bekerja lebih keras. Setiap sen berharga, dan tidak ada ruang untuk kesalahan." bagi Muna, pekerjaannya bukan sekadar rutinitas harian. Setiap tugas yang ia selesaikan, setiap sen yang ia tabung, semuanya memiliki satu tujuan, membangun masa depan yang lebih baik bagi dirinya dan Ara, putri kecilnya. Impiannya adalah untuk pindah ke luar negeri, jauh dari bayang-bayang Dimas dan masa lalu yang ingin ia lupakan. Namun, tanpa Muna sadari, ada seseorang yang selalu memperhatikan setiap gerak-geriknya. Maxwel, direktur utama PT. ELiv, pria yang dikenal tegas dan berwibawa, telah lama menyimpan ketertarikan mendalam pada Muna. Bukan hanya karena kecantikannya, tetapi juga karena ketangguhan dan kecerdasan yang Muna tunjukkan. Di mata Maxwel, Muna adalah wanita yang luar biasa, seseorang yang layak diperjuangkan. Maxwel sering kali diam-diam memperhatikan Muna dari balik layar monitor CCTV di ruangannya, mengagumi caranya bekerja dengan penuh dedikasi. Ada sesuatu yang berbeda tentang Muna, sesuatu yang membuat Maxwel tak bisa mengalihkan perhatiannya. Sambil memandang layar monitor yang menunjukkan Muna sedang bekerja di mejanya, Maxwel bergumam. "Dia begitu kuat dan bersemangat. Tidak banyak orang yang bisa tetap bertahan setelah apa yang dia alami. Dia... istimewa." Maxwel tidak hanya sekadar memperhatikan. Ia sering menanyakan kepada asistennya tentang Muna, mulai dari pekerjaannya hingga kesehariannya di kantor. Karyawan lain mulai menangkap sinyal ini, dan gosip mulai beredar di kalangan mereka. Semua orang percaya bahwa Maxwel memiliki perasaan khusus terhadap Muna. "Kau tahu, aku dengar Pak Maxwel sering bertanya tentang Muna. Sepertinya dia benar-benar tertarik padanya." salah satu karyawan berbisik kepada rekan kerjanya saat melihat Maxwel melintas. "Ya, aku juga dengar begitu. Tapi, anehnya Muna tampaknya tidak peduli sama sekali. Dia hanya fokus pada pekerjaannya. Padahal kapan lagi disukai pimpinan setampan Pak Maxwel, dan tidak ada yang cemburu akan hal itu, Pak Maxwel kan jarang bersama wanita." Sementara gosip itu terus berkembang, Muna tetap diam. Ia tahu betul bahwa kantor penuh dengan bisikan dan spekulasi tentang dirinya, tapi ia memilih untuk tidak menanggapinya. Bagi Muna, fokusnya adalah pada pekerjaannya dan masa depan putrinya. Gosip ini, seperti hal lainnya, pada akhirnya akan berlalu. "Biar saja orang-orang bicara. Aku punya hal-hal yang lebih penting untuk dipikirkan." ucap Muna dalam hati. "Aku harus menemukan cara untuk mendekatinya tanpa membuatnya merasa tertekan. Dia layak mendapatkan kebahagiaan, dan aku ingin menjadi bagian dari kebahagiaan itu." Maxwel berbicara sendiri setelah mematikan layar monitornya. Sampai Pak Broto masuk ke ruangan dan menyuruh Maxwel untuk bersiap menghadiri rapat. Siang itu, suasana di pantry karyawan PT. ELiv cukup ramai. Suara piring yang beradu, obrolan karyawan, dan tawa kecil memenuhi ruangan. Namun, suasana mendadak berubah ketika pintu pantry terbuka, dan Maxwel, direktur utama perusahaan, masuk bersama Pak Broto, asistennya yang setia. Tak ada yang menyangka bahwa seorang direktur utama akan mengunjungi tempat makan karyawan. "Kau lihat itu? Pak Maxwel datang ke sini. Apa yang dia lakukan di sini?" karyawan berbisik sambil menatap Maxwel. "Aku juga tidak tahu. Dia kan biasanya makan di ruangannya. Ini pertama kalinya aku lihat dia di sini." ucap karyawan lainnya terheran-heran. Maxwel melangkah dengan tenang menuju meja di tengah ruangan. Pandangannya tertuju pada seorang wanita yang duduk sendirian di meja itu, tampak begitu tenggelam dalam ponselnya hingga tak menyadari kehadiran Maxwel di depannya. Pak Broto menyapa Muna dengan sopan. "Mbak Muna, selamat siang." Muna, yang tengah fokus pada panggilan video di ponselnya, tersentak kaget ketika mendengar suara Pak Broto. Ia mengangkat kepalanya dan terkejut melihat Maxwel berdiri di hadapannya. Secepat kilat, Muna menoleh ke sekeliling dan melihat bahwa semua karyawan sedang menatapnya sambil berbisik-bisik, jelas penasaran dengan apa yang sedang terjadi. "Selamat siang, Pak Maxwel, Pak Broto." ucap Muna terbata-bata, mencoba mengendalikan kegugupannya. "Muna, saat makan siang seperti ini, sebaiknya kita fokus menikmati makanan kita, bukan pekerjaan." ucap Maxwel dengan senyum hangat. Muna merasa malu dan canggung. Ia tahu bahwa Maxwel benar, tapi ada alasan mengapa ia begitu sibuk dengan ponselnya. Pak Broto, yang secara tidak sengaja melirik ke arah layar ponsel Muna, melihat bahwa Muna sedang melakukan panggilan video dengan seorang anak kecil. "Oh, Muna... Itu Ara, ya? Putrimu." Muna mengangguk. "Maaf, Pak. Saya hanya ingin memastikan bahwa putri saya, Ara, sudah makan siang. Saya akan segera mengakhiri panggilannya." Namun, sebelum Muna sempat mematikan panggilan, ia menunduk sedikit dan berbicara dengan lembut kepada Ara. "Ara sayang, mama harus kembali bekerja sekarang. Jangan lupa makan siang dan jangan nakal, ya?" ucap Muna dengan suara hangat dan penuh kasih sayang. "Iya, Mama. Ara sayang Mama!" sahut Ara dari layar ponsel dengan suara manis dan ceria. Maxwel memperhatikan interaksi itu dengan seksama, hatinya tersentuh melihat bagaimana Muna berkomunikasi dengan putrinya. Ada sesuatu yang berbeda pada Muna, sesuatu yang lebih dari sekadar dedikasi pada pekerjaan. Maxwel melihat seorang ibu yang penuh kasih, yang melakukan segala hal demi putrinya, meskipun itu berarti harus membagi perhatiannya di tengah jam makan siang. "Muna, kau seorang ibu yang hebat. Tapi jangan lupa untuk juga menjaga diri sendiri, oke?" ucap Maxwel dengan nada lembut namun penuh arti, setelah Muna menutup panggilan. "Terima kasih, Pak Maxwel. Saya akan mengingat itu." Setelah memberikan saran kepada Muna, Maxwel berbalik dan duduk di meja yang tak jauh dari tempat Muna. Pandangannya tidak lepas dari sosok wanita itu, dan senyum tipis menghiasi wajahnya. Sementara Pak Broto sedang mengambil makan siangnya, Maxwel duduk dengan tenang, namun tetap memperhatikan Muna dari kejauhan. "Kenapa dia terus memperhatikan aku? Aku harus segera pergi dari sini." ucap dalam hati, merasa tak nyaman dengan tatapan Maxwel yang terus tertuju padanya. Muna dengan cepat menghabiskan makanannya, berusaha menghindari perhatian yang tak diinginkannya. Begitu selesai, ia segera bangkit dari tempat duduknya, merapikan barang-barangnya, dan bersiap untuk meninggalkan pantry. Namun, suasana di ruangan itu terasa berat. Para karyawan yang duduk di sekitarnya tak bisa menahan diri untuk menatap Muna dengan tatapan penuh tanda tanya. "Eh, Muna, kamu kok buru-buru? Apa hubunganmu dengan Pak Maxwel?" tanya seorang karyawan, sambil melirik Muna yang beranjak pergi. "Tidak ada hubungan apa-apa. Aku hanya harus kembali bekerja." ujar Muna. Seorang karyawan wnaita tertawa kecil, lalu berkata dengan nada mengejek. "Ah, jangan terlalu tinggi, Muna. Kita semua tahu Pak Maxwel terus memperhatikanmu. Jangan sok jual mahal deh." "Iya, jangan terlalu memilih, Muna. Kesempatan seperti ini nggak datang dua kali, lho." Muna berhenti sejenak, menatap ke arah karyawan-karyawan yang berbicara kepadanya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan. Ia merasa sakit hati, tapi ia juga tahu bahwa berdebat hanya akan memperburuk situasi. Dengan tarikan nafas panjang, ia mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Aku tidak memiliki hubungan apa pun dengan Pak Maxwel. Aku hanya ingin fokus pada pekerjaanku, tidak lebih." tegas Muna. Namun, kata-kata Muna tampaknya tidak terlalu berpengaruh. Karyawan-karyawan itu masih memandangnya dengan skeptis, seolah tidak percaya. Muna akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan pembicaraan. Dia tahu, apa pun yang dia katakan, mereka akan tetap berpikir apa yang mereka mau. Meski dia telah berusaha menjelaskan bahwa tidak ada hubungan apa pun antara dirinya dan Maxwel, tampaknya kata-katanya tidak cukup untuk menghentikan gosip yang mulai berkembang. Saat Muna berjalan keluar dari pantry, ia merasa lega bisa keluar dari suasana yang menyesakkan itu. Namun, di sudut hatinya, ada perasaan kesal dan sedih. Gosip dan omongan orang-orang di sekitarnya membuatnya merasa tertekan, meski ia berusaha untuk tidak memperdulikannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD