Tidak Adil

1044 Words
Seorang lelaki tengah berolahraga tanpa henti, dia tidak pernah berhenti meski cuaca yang sangat dingin dan terasa menusuk ketulang. Berlari di sekitaran taman yang sangat panjang dan luas, sudah menjadi kebiasaan Ben setiap akhir pekan atau dipagi hari sebelum ia berangkat ke kantor. Ben memang senang berlari, itu juga untuk menunjukkan betapa sehatnya dia. Karena itu tubuhnya sangat bugar, ia sangat sehat. Biasanya ia akan melakukan olahraga ke tempat GYM, namun ia tidak bisa sekarang, cuaca yang dingin mengusiknya dan ingin membuatnya berlari untuk melawan dingin. Udara dingin membuat embusan napas seorang Ben berasap, ia mengurangi kecepatan berlarinya. Kini ayunan kakinya melambat dan ia berlari kecil untuk menembus angin yang dingin. Jalanan juga masih sangat sepi, karena hari masih sangat pagi. Ada juga beberap arang yang kini berlari sepertinya, bahkan dengan ayunan kaki yang cepat, ada juga yang bersepeda. Hamparan salju terlihat disepanjang tepi jalan. Beberapa menit kemudian, ia sampai di tujuannya, diakhir taman, taman Laksy ini sangat panjang dan luas, ada beberapa kilometer agar bisa sampai di ujung taman, namun taman itu tidak berakhir di tempat ini, namun masih membentang luas dan memperlihatkan hamparan salju yang melekatt dipohon dan dijalanan. Itu menandakan semalam salju turun begitu lebat. Ben duduk disalah satu kursi yang disiapkan ditaman ini, ada beberapa pasangan juga yang duduk di kursi lainnya, memperlihatkan kemesraan mereka dengan mengatup kedua tangan mereka. Ben lalu mengikuti cara mereka, ia mengatupkan kedua tangannya dan mengusapnya perlahan agar merasakan hangat dan meniupnya. Ben merasa itu cara sederhana yang mampu membuat tangannya hangat. Getar ponselnya terasa dikantung jaketnya, ia menekan tombol headset bluetoot yang sudah terpasang sejak tadi ditelinganya, tanpa mengeluarkan ponselnya dari sakunya. ‘Ya?’ ‘Tuan, Anda dimana? Saya sudah di Hotel untuk menjemput Anda,’ kata Jackie di seberang telpon. ‘Aku sedang berlari. Kamu langsung ke kantor saja. Aku akan ke kantor sebentar lagi.’ ‘Baiklah. Saya akan mengaturkan jadwal Anda.’ ‘Suruh Lilyan mengurus jadwalku dan kamu … gantikan aku rapat dengan direksi.’ ‘Tapi—’ ‘Katakan pada mereka. Aku masih banyak urusan. Jika mereka tidak terima kamu menggantikanku, silahkan suruh mereka mencabut dana mereka dan meninggalkan perusahaan.’ Kesombongan itu jelas terlihat diwajahnya, ia memang tidak pernah perduli dengan pekerjaan orang lain yang tidak terima dengan keputusannya, ia juga terkenal tidak pernah memberikan kesempatan kedua pada karyawan yang melakukan kesalahan. Perusahaannya adalah perusahaan besar dan kini berbalik alur menjadi perusahaan mode raksasa. Sebentar lagi perusahaannya akan launching mobil mewah buatan tangan dewa yang difasilitasi dan di banrengi harga yang sangat mahal yakni ratusan juta dollar. Bagaimana bisa seluruh direksi mau melepaskan tangan yang memberikan mereka keuntungan besar dan membuat mereka terkenal dalam dunis bisnis, hanya dengan bantuan Ben mereka mendapatkan hal itu. Setelah mengakhiri telponnya, Ben kembali mengatupkan tangannya dan kini menoleh melihat pasangan yang tadinya mengajarkannya cara sederhana ini, namun pasangan itu sudah tidak ada ditempat. Hanya punggung mereka yang terlihat. “I’m crazy,” geleng Ben lalu bangkit dari duduknya. Ia harus ke kantor dan harus menyibukkan diri setelah bayangan wanita yang memberikannya kepuasan malam itu selalu melekat dipikirannya, hingga makan, bekerja, tidur, ia terus membayangkan betapa seksi dan betapa panasnya percintaan mereka waktu. Sudah 3 bulan berlalu setelah kejadian singkat yang sangat terasa itu terjadi, namun Ben tidak pernah sekali pun melupakan kejadian itu. Wanita itu adalah wanita pertama yang membuat jantungnya berdebar hebat. Sampainya di Hotel tempatnya tinggal. Ben sudah selesai bersiap dan kini sudah terlihat tampan dan wangi, ia duduk didepan meja makan, maid yang bernama Aan—seorang gadis muda yang selalu berharap di sentuh Ben. Namun, ia tahu betul meski Ben terlihat sangat m***m, dan selalu melihatnya penuh terawang, namun tetap saja Ben tidak pernah mau menyentuhnya karena level Ben bukan seperti dirinya. Aan mengambil selembar roti tawar gandum dan mengoleskan coklat diatasnya dan menaruh toping keju diatas coklat yang sudah ia oles. Sedangkan Alin salah satu maid yang bekerja di hotelnya kini menuangkan kopi untuknya, ini lah kesehariannya ia tidak pernah menyiapkan semuanya sendiri, ia tidak pernah melakukan pekerjaan seperti ini, semua sudah disiapkan dan semua sudah di atur oleh maid yang bekerja di rumahnya. Hotel Raklean adalah tempat tinggal Ben. Ben tinggal di salah satu suite room yang ada dilantai 67. Hotel ini adalah hotel milik ayahnya, ia memilih tinggal di sini dan menganggap Hotel ini seperti rumahnya, Ben selalu diperlakukan dengan baik. Hanya ada dua kamar di lantai 67. Kamar itu adalah milik Ben dan Julionad—adiknya. Begitu lah bangunan ini dibuat hingga sang empunya bisa tinggal kapan pun di hotel ini. Ben memilih tinggal sendiri dan tidak tinggal di rumah bersama ayah ibu tirinya dan adik tirinya karena tak ingin seluruh hidupnya diatur oleh sang Ibu tiri. Semenjak ibu kandungnya meninggal, ia tidak pernah lagi nyaman berada di rumah itu lama-lama. Karena itu ia memilih tinggal di hotel sendirian dan kesepian setiap hari. Setelah sarapan … Ben bangkit dari duduknya dan melihat jam yang melekat di pergelangan tangannya. Pagi menunjukkan pukul 9. Dan ia harus ke kantor sekarang. Banyak jadwal yang menunggunya. Bahkan banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan. Ia harus mengecek pembuatan mobil dan mengadakan rapat untuk menerima saran dari semua petinggi perusahaan, kapan bisa uji coba dilakukan. Hampir 30 menit Ben membolak-balikkan majalah bisnis yang tengah ia baca, setelah sarapan ia tak langsung ke kantor dan memilih untuk membaca majalah bisnis dan koran hari ini. Agar ia tahu bagaimana keadaan bisnis dari lawannya dan bagaimana perusahaannya diberitakan. Ben adalah anak pertama dari Lucas Maxivel dan Laura Maxivel, ketika usianya 2 tahun, ibunya meninggal dunia dan meninggalkannya, ia pun menganggap Catherine adalah ibunya, dan wanita itu melahirkan anak lelaki sepertinya, baru saja ibunya meninggal, Catherine melahirkan anak dari hasil hubungan gelapnya dengan Lucas. Semuanya terjadi begitu saja, dan Lucas tidak pernah menceritakan pada Ben tentang itu. Ketika Ben tahu bahwa ibunya meninggal diusianya dua tahun, ia baru sadar bahwa wanita yang selama ini ia anggap ibu kandungnya, nyatanya bukan ibu kandungnya. Pantas saja sikap Catherine tidak pernah adil padanya. Meski kemungkinan itu hanya perasaannya sendiri. Setelah bosan membolak-balikakn majalah bisnis yang menjadikan dirinya sebagai sampul didepan majalah, Ben kembali bangkit dari duduknya dan memilih meninggalkan hotel, ia menaiki lift pribadinya yang menjadi satu-satunya pintu yang dapat menurunkannya kebawah sana. Lift itu khusus untuknya yang langsung membawanya ke kamar hotelnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD