Gagal

1008 Words
Karena hasil yang tidak ia dapatkan di sini, Evalinda pun memilih kembali ke Roma, ia tidak bisa membuktikan pada keluarganya bahwa ia tidak bisa mendapatkan yang ia inginkan. Ia sudah banyak mengorbankan waktu untuk bisa ke titik ini, namun siapa sangka di titik ini ia tidak bisa lolos dan tidak bisa mendapatkan apa yang impikan. Menjadi model bukan sekedar keinginannya, namun mencari uang yang banyak salah satu keinginannya. Evalinda menyewa taksi untuk membawanya kembali ke Roma, untung saja ia mengambil beberapa lembar uang dari dompet Ben untuk bisa menyewa taksi, jadi ia bisa membayar taksi sampai ke Roma. Hanya beberapa lembar saja Evalinda ambil, tidak semuanya. Evalinda menghela napas panjang dan duduk di kursi belakang, supir pun membawanya meninggalkan pelataran hotel. Zelic tengah mengurus beberapa model yang sudah siap melakukan audisi pertama, pemilihan model ini bukan pemilihan model biasa, karena yang akan menjadi pekerjaan mereka adalah mempromosikan mobil mewah yang akan diluncurkan Maxivel Group. Asisten Zelic bergegas menghampirinya. "Ada apa?" tanya Zelic melihat wajah asistennya berubah seraya membawa ponselnya. "Tuan mau berbicara." "Tuan? Siapa?" "CEO," jawabnya. "CEO? Apa?" Mata Zelic membulat lalu mengambil ponsel itu dari tangan asistennya. Lalu berbicara dengan Ben yang kini menanyakan tentang Evalinda padanya, Zelic menghela napas halus dan mengatakan bahwa Evalinda sudah di eliminasi dari pemilihan ini, Ben murka dan marah besar. Ben menutup telpon dengan amarah yang besar lalu menyuruh Zelic untuk melakukan sesuatu agar Evalinda kembali dan akan menjalani audisi. Karena wanita itu telah memberikan tubuhnya padanya hanya untuk bisa ke audisi ini. Zelic menghela napas. "Kamu punya kontak Evalinda Jhonsonsky?" "Saya akan melihatnya di CV, Nona," jawabnya. "Cepat dan hubungi dia, suruh dia kembali, audisi akan segera dimulai." "Tapi, Nona, pasti sudah jauh dari sini." "Akan ada di sekitar sini, cari cepat, atau kita berdua tidak akan bekerja lagi." Asistennya pun setengah berlari untuk melihat CV Evalinda di tablet, ketika mendapatkan nomornya, ponsel Evalinda malah tak aktif. Zelic tak bisa kehilangan pekerjaan ini dan ia akan mendapatkan hukuman juga penilaian Ben jelek padanya. "Bagaimana? Kamu menemukannya?" "Tidak, Nona," jawab asistennya itu. "Cari cepat! Lakukan apa pun yang bisa kamu lakukan untuk membuat wanita itu kembali." "Memangnya ada apa dengan wanita itu?" "Ini perintah CEO, jadi lakukan saja." "Tapi, Nona—" "Apa kamu mau aku pecat?" tanya Zelic. "Baiklah." Sedangkan posisi Evalinda sudah jauh dari Hotel Reksa, ia menoleh dan melihat gunung dan laut yang menjadi sunset dipagi hari. Evalinda berada di sini dan ditakdirkan bertemu dengan lelaki yang sudah mengambil dan menjamah tubuhnya. Evalinda seperti ingin gila rasanya, ia tidak mendapatkan pekerjaan menjadi seorang model dan malah kehilangan keperawanannya. Evalinda menyerendengkan kepalanya dikepala kursi mobil taksi dan mencoba memejamkan matanya. *** Ben terus menunggu kabar di kamar, ia tidak bisa menemukan apa pun tentang Evalinda, yang ia temukan malah dompetnya yang kehilangan beberapa lembar uang yang bisa dipastikan bahwa Evalinda yang mengambilnya. Ben merasa frustasi karena kehilangan wanita yang sudah membuat hatinya itu terpaut dalam cinta satu malam mereka. Ben tak tahu Namanya dan tak mendapatkan kontaknya. Ben lalu keluar dari kamar dan semua pegawai hotel membungkukkan badan menghormatinya. Ia menghampiri aula dimana audisi model dilakukan. Zelic tak menghiraukan kedatangan Ben karena banyak yang tak tahu bagaimana wajah CEO mereka, yang bertatapan muka dengan CEO mereka adalah stafnya dan beberapa orang penting. "Bagaimana kalian sudah menemukan wanita yang datang terlambat pagi ini?" tanya Ben pada semua orang membuat semua model yang sudah bersiap membulatkan mata mereka penuh karena melihat pangeran didepan mereka. "Anda—" "Kamu sudah menemukan gadis itu?" "Oh Anda … Tuan Maxivel?" Zelic segera membungkuk membuat semua model membulat ketika tahu bahwa lelaki itu adalah Benedict Maxivell. "Aku tanya ke kamu, bagaimana dengan wanita itu? Kamu sudah menemukannya atau belum?" Ben kembali mengulang pertanyaannya. "Asisten saya sedang mencarinya, mohon bersabar, Tuan," jawab Zelic. "Saya hanya mengikuti aturan yang berlaku." "Aturan yang berlaku? Apa aturan itu berlaku untuk orang seperti dia? Yang nyata-nyata penuh usaha dan pengorbanan untuk bisa sampai di hotel ini? Kalian membuat masalah." "Maafkan kami, Tuan, maafkan kami," lirih Zelic membungkukkan badannya. "Aku tidak mau tahu, lakukan apa pun untuk menemukan gadis itu," bisik Ben dengan helaan penuh amarah. "Baik, Tuan, kami akan berusaha." "Kirimkan kontak dan nama gadis itu. Ingat gadis yang terlambat datang dan baru tiba pagi ini." "Baik, Tuan, akan saya kirimkan," kata Zelic. Ben lalu meninggalkan tempat, membuat semua model masih menatap lekat punggung lelaki itu, siapa yang tak akan terpesona melihat ketampanan diatas rata-rata dan uang yang banyak? Semua wanita menginginkannya. Ben terus menjadi bahan tontonan semua orang, bukan hanya pegawai hotel, semua tamu hotel ini terus melihatnya di loby. Ben duduk disalah satu kursi loby dan meraih ponselnya ketika mendengar pesan masuk. Ia mendapatkan CV Evalinda dan menemukan kontaknya juga. Ben lalu menelpon gadis itu, namun ponsel Evalinda tak aktif, Ben menghela napas panjang dan berusaha terus menelpon, namun jawabannya tetap sama. Tak di angkat. Ben mengelus jidatnya dan terus menunggu kabar dari Zelic. *** Sore menunjukkan pukul 4, Evalinda baru sampai di Roma, tepatnya di rumahnya, ia membayar taksi itu dengan uang yang ia curi dari dompet Ben, ia tak mengenal lelaki itu, bahkan Namanya saja ia tak tahu, namun ia bisa memastikan bahwa lelaki itu kaya raya dan memiliki segalanya. Terlihat dari pakaiannya yang mahal dan seluruh aksesoris yang dikenakannya. Evalinda melihat sahabatnya Terry tengah bermain dengan Elinda—adiknya. "Kamu, Terry?" tanya Evalinda dan membuka sepatunya dan tasnya. "Kamu sudah kembali?" "Iya." "Bukannya audisinya selesai pekan ini?" tanya Terry, mata Evalinda berkedip dan memberikan kode kepada terry agar tidak mengatakan apa pun tentang audisi itu. "Eh adikku, apa yang sedang kamu lakukan dengan Terry? Kamu tidak menghabiskan uangnya, kan?" tanya Evalinda mencubit pipi adiknya. "Aku tidak seperti dirimu," jawab Elinda membuat Terry tertawa mendengarnya. "Dengarlah anak kurangajar ini, masih kecil namun sudah pintar melawanku," geleng Evalinda. "Terima kasih ya, Ter, kamu sudah mau kemari menjaga Elinda. Ibuku mana?" "Dia sedang tidur, aku baru saja membantunya minum obat." "Makasih ya, Ter, kamu wanita yang baik dan sahabat yang baik," ucap Evalinda. Terry menganggukkan kepala. "Sekarang … Terry harus bersamaku, karena aku mau bicara dengannya," kata Evalinda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD