Rasa Iri

1115 Words
Evalinda tengah duduk memakan cemilannya, ia duduk di teras rumahnya yang tua dan mengabaikan panggilan telpon sang pemilik rumah ini. Sudah lewat beberapa minggu ia tak membayar kontrakkan rumah ini, Evalinda terlihat pasrah dan terserah akan dilempar kemana. Ia sudah bosan dengan hidup yang tak berjalan sesuai keinginannya. Ia harus banting tulang bekerja namun tak menemukan hasil. Ia memang wanita yang ribet dan tidak bisa di andalkan. Teman sekolahnya dulu menyarankan untuk dia menjadi seorang ONS saja, namun ia enggan melakukannya karena belum terbiasa, terbersit dipikirannya tentang bagaimana ia akan melakukannya. “Kamu mau begitu terus di rumah? Tak cari kerja?” tanya Amrie—sang Ayah yang tengah bersiap ke toko. “Dad, apakah aku bisa mati jika bunuh diri?” tanya Evalinda. Amrie memukul kepala Evalinda dengan topi yang dipegangnya sejak tadi. Amrie menghela napas panjang dan menggelengkan kepala. “Jika kamu mau mati jangan memilih hidup sejak dulu,” kata Amrie. “jika kamu mau mati … kamu bisa mati diam-diam.” “Dad!” “Jangan membicarakan kematian padaku. Nikmati hidupmu selagi muda. Dan … jaga ibumu didalam sana.” Evalinda menghela napas dan memalingkan wajahnya. Keluarga Evalinda adalah keluarga yang mampu dulu, namun karena usaha ayahnya yang bangkrut akhirnya mereka menjadi seperti ini, jangankan membayar rumah, mereka juga susah untuk membeli makan. Karena ayahnya yang kuat bermain judi akhirnya hidup mereka menjadi melarat seperti ini. Harusnya Amrie bisa bertanggung jawab dan bisa menafkahi keluarganya, namun seluruh tanggung jawab harus jatuh ke Evalinda, harusnya ia masih kuliah dan berkawan dengan teman-temannya, namun lihat lah dia. Tinggal di rumah dan sudah usaha mencari kerja, namun ia tidak mendapatkannya. Evalinda ingin sekali menyalahkan ayahnya, namun ia tidak memiliki keberanian. “Usaha memang sering kali tidak akan berhasil, tapi jika kamu berusaha, kamu pasti akan mendapatkan apa yang kamu inginkan,” kata Amrie. “Apa Dad tidak pernah berpikir bagaimana kita bisa hidup tentram jika untuk makan saja kita susah? Belum lagi Mommy yang sedang sakit, rumah yang akan diambil oleh pemiliknya jika kita tidak bayar hingga minggu depan. Lalu apa yang akan terjadi pada kita?” “Dad pergi dulu,” kata Amrie hendak melangkah, meski Evalinda terus menatap matanya. Amrie memang banyak salah pada keluarganya itu, ia berselingkuh dengan seorang wanita dan menghabiskan uangnya untuk wanita selingkuhannya, lalu setiap hari ia bermain judi ditemani wanita selingkuhannya, ketika sang istri tahu tentang perbuatannya, sang istri pun terkena struk hingga saat ini. Amrie tak tahu bagaimana caranya bisa membayar kesalahannya pada keluarganya. Evalinda berteriak dan menendang kursi yang tadinya tempatnya duduk, ia sangat frustasi dan tidak tahu harus berkata apa lagi dan melakukan apa. Terry juga tidak menemukan sesuatu yang baik untuknya, kata Terry … Wilany sedang ada acara diluar kota dan belum kembali. Jadinya … Terry belum membawakan kabar untuknya. Evalinda masuk ke rumah, tepat dikamarnya yang sempit, hanya ia yang bisa tidur di tempat ini, hanya ada ranjang dan lemari kecil, sedangkan semua pakaiannya ada dilemari kecil itu. Sungguh nasibnya sangat lah naas, ia harusnya menikmati hidupnya dengan semua teman-temannya. Namun yang terjadi ia malah harus melakukan semua ini. Sesaat kemudian suara ponselnya terdengar. Evalinda melihat layar ponselnya dan melihat nama Terry. Evalinda berharap Terry membawa kabar baik untuknya. ‘Halo?’ ‘Aku tunggu kamu di taman dekat kampusku.’ ‘Ada apa?’ tanya Evalinda. ‘Kamu ke sini saja. Aku tidak bisa lama.’ Terry lalu memutuskan sambungan telpon, membuat Evalinda bertanya-tanya tentang apa yang akan dikatakan Terry, mengapa tak bisa berbicara lewat telpon saja. Evalinda pun langsung bergegas mengenakan pakaiannya yang sederhana, ia memilih mengenakan baju kaos berwarna putih dan celana levis gantung. Lalu mengambil tas selempangnya, ia mengenakan sepatu kets dan menuju keluar. Ketika ia melangkah, ia melupakan satu hal dan kembali dalam rumah. Ia membuka pintu kamar dan melihat ibunya itu tertidur ditemani oleh Elinda yang sedang bermain didekat ranjang. “Elinda, katakan pada Mommy, aku pergi sebentar.” “Iya,” jawab Elinda. Evalinda kembali menutup pintu kamar dan melangkah keluar dari rumah. Tak lupa juga ia menutup pintu rumahnya, meski tak apa-apa jika membukanya, namun Elinda dan ibunya ada didalam, dan ia tidak tahu sampai kapan ia akan berada diluar. Hanya memakan waktu beberapa menit sampai di kampus Terry, kampus sahabatnya itu memang kampus yang sangat besar, hanya memakan waktu 15 menit naik taksi ke kampus itu. Evalinda melihat sekeliling, pakaian yang dikenakan semua mahasiswa dan mahasiswi terlihat bebas dan rapi. Andai saja ayahnya tak bangkrut, ia pasti sudah menjadi salah satu mahasiswa di kampus ini. Andai saja. Evalinda menghela napas dan mencari-cari dengan tatapan tak sabar di sekitaran taman kampus. Ia tak melihat Terry. Evalinda duduk disalah satu kursi taman yang kosong, memilih menunggu Terry di sini, sahabatnya itu mungkin belum keluar dari kelasnya dan masih menghadiri mata kuliahnya. Rasa iri terbersit diwajah Evalinda, melihat mahasiswa dan mahasiswi yang terlihat cantik, bebas dan rapi, ada yang memeluk buku didadanya, ada yang mengobrol dan ada yang berbicara dengan dosen, ada juga yang berjalan berdampingan dengan teman mereka. Evalinda menghela napas dan menundukkan kepala. “Hei, kamu sudah lama?” Terry mengejutkannya. “Kamu mengejutkanku. Ada apa? Kenapa memanggilku kemari?” tanya Evalinda. Terry duduk disamping sahabatnya dengan lekukan senyum yang cantik. “Karena tidak ada kabar dari Aunt Wilany, aku jadinya meminta Ibuku untuk mencarikan pekerjaan untukmu.” “Lalu?” “Ibuku menemukan pekerjaan, katanya … ada keluarga kaya yang mencari pelayan di rumahnya, untuk mengurus mansion mereka.” “Mansion?” “Iya. Kamu tidak usah khawatir, maid di rumah itu banyak dan mereka hanya membutuhkan bantuan kecil dari maid baru.” “Benarkah? Dimana alamatnya?” tanya Evalinda. “Aku sudah mengirim pesan di ponselmu, Itu alamat yang diberikan ibuku. Kamu langsung ke sana dan bertemu dengan Erra.” “Erra itu pemilik rumah?” “Bukan. Tapi kepala maid,” jawab Terry. “Kamu akan menemuinya dan mengatakan bahwa kamu rekomendasi dari ibuku. Jadi nanti bisa langsung kerja.” “Apa seperti itu orang kaya menyewa pekerja?” “Benar. Mereka itu takut pada hal-hal yang tidak diinginkan nantinya.” “Wah. Aku jadi penasaran seberapa besar rumahnya.” “Kamu akan tahu sesampainya di sana, tapi kamu harus tinggal di mansion dan tidak bisa pulang. Kamu bisa?” “MEmangnya harus menginap?” “Itu syarat. Dan … aku dengar gajinya agak besar, makan dan tempat tidur ditanggung pemilik rumah.” “Baiklah. Aku akan ke sana,” kata Evalinda. “Semangat, Va, kamu pasti bisa. Aku yakin kamu pasti akan menemukan sesuatu yang baik nantinya,” ucap Terry membuat Evalinda mengangguk. Evalinda senang bisa menemukan pekerjaan, pekerjaan menjadi maid pun adalah pekerjaan mulia yang dapat memberikannya uang. Evalinda tak pernah memikirkan apa pun selain bekerja dan mendapatkan uang. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD