“Hik hik huhu ...”
Suara bilik pintu dibuka diikuti dengan orang asing yang juga masuk ke dalam tempat itu. Mereka dengan santai berlalu lalang melakukan urusan pribadi mereka sembari sesekali menoleh ke arah asal suara tangisan itu, sebelum akhirnya satu per satu pergi meninggalkan tempat itu seolah mereka tidak perduli dengan apa yang terjadi, menyisakan seorang gadis yang masih berada di dalam salah satu bilik yang tertutup.
Kaniya, setelah keluarnya dirinya dari perusahaan itu Kaniya memutuskan untuk mampir di toilet umum tersebut. Apa lagi jika tidak ingin menumpahkan semua perasaan yang tertahan sedari tadi. Gadis itu sudah tidak bisa menahan air matanya lagi. Sudah cukup dirinya bersikap untuk tegar di depan para karyawan di sana untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah orang yang benar dan kuat.
Tapi secepat dirinya melangkahkan kaki keluar dari pintu terakhir, Kaniya segera mempercepat langkah kakinya untuk menjauhi tempat itu karena sudah tidak bisa menahan wajah kesedihannya lagi. Buru-buru dia mampir ke toilet umum untuk menumpahkan air matanya yang sudah tidak bisa dibendung dan menangis sepuasnya di dalam salah satu bilik itu.
Tidak perduli orang yang masuk dan keluar di luar biliknya juga mendengar suara tangisannya atau tidak. Kaniya hanya ingin melegakan perasaannya yang terasa sesak sedari tadi. Dirinya juga tidak bisa menangis di rumahnya karena Kaniya tidak ingin Kalio tiba-tiba datang dan menyadari hal ini. Bisa dipastikan bahwa pria itu pasti tidak akan tinggal diam jika dia mendengar bahwa Kaniya mendapat perlakuan seperti itu oleh salah satu karyawan di sana.
Selain itu, Kaniya juga tidak ingin membuat Kalio merasa khawatir akan kondisinya. Lebih baik pria itu tidak tahu menahu dengan apa yang terjadi hari ini. Entah sudah berapa lama Kaniya mengunci diri di dalam bilik tersebut, saat ini Kaniya tidak mendengar suara satu orang pun di luar sana. Walau masih sesekali terisak, akan tetapi Kaniya sudah merasa lebih baik dari sebelumnya.
Gadis itu mengusap jejak air mata yang merembes di pipinya lalu menarik napas dalam-dalam sebelu menghembuskannya dengan panjang. Dilakukannya beberapa kali lagi hingga dirinya yakin telah merasa lebih tenang, barulah Kaniya siap membuka pintu bilik dan melangkah keluar. Beruntung dirinya tidak menemukan satu orang pun di luar bilik sehingga dirinya tidak perlu merasa canggung jika bertemu dengan mereka.
Kaniya mendekati wastafel dan mencuci wajahnya dengan air segar. Merasakan air dingin membasuh wajah cantiknya yang telah sembab membuat Kaniya merasa lebih lega. Gadis itu berhenti dan menatap cermin di depannya. Nampak wajah cantik yang basah akan air dengan kedua pipi dan hidung yang memerah, juga kedua mata yang masih terlihat sembab jelas menunjukkan kesedihannya.
Kaniya menyadari dirinya telah menangis banyak tadi hingga membuat wajahnya terlihat berantakan seperti ini. Namun tidak ada yang bisa Kaniya lakukan setelah mendapat perlakuan tidak adil seperti itu. Pekerjaan ini sangat penting bagi Kaniya yang sulit mencari pekerjaan. Tapi hanya dalam hitungan hari saja dirinya harus keluar dengan cara memalukan seperti ini, tentu saja membuat Kaniya merasa buruk dan tidak terima.
Setelah ini apa yang harus dilakukannya? Bagaimana dirinya menghadapi Kalio? Kalio, mengingat pria itu membuat Kaniya merasa malu sendiri. Kaniya hanya bisa menimbulkan masalah saja untuk hidup mereka. Kaniya selalu saja membuat Kalio merasa khawatir kepadanya. Kaniya merasa bersalah karena tidak bisa diandalkan sebagai seorang Kakak.
Meski begitu, Kaniya tidak ingin menyerah. Selagi ada Kalio yang akan tetap berada di sisinya, Kaniya tidak ingin menyerah untuk berjuang. Hanya Kalio yang menjadi penyemangatnya hidup di dunia, dan Kaniya tidak ingin mengecewakan pria itu lebih lama. Kaniya harus mencari pekerjaan lain. Dirinya harus bangkit dari kesedihan demi kehidupan mereka berdua.
“Benar. Persetan dengan semua pria m***m itu. Aku perlu bertahan hidup untuk Kalio!” ucap Kaniya dengan pandangan mata berapi-api. Kaniya sudah meyakinkan diri. Dengan tekad itu, Kaniya mulai menyiapkan diri untuk mencari pekerjaan kembali. Menghias tipis wajah cantiknya yang memang sudah cantik alami dan membuatnya menjadi semakin cantik, sekaligus menutupi wajah sembabnya setelah menangis.
Memoles bibir manisnya dengan warna yang lebih tebal untuk membuatnya terlihat lebih segar. Setelah memastikan diri bahwa dirinya telah siap, Kaniya mulai melangkah keluar dari tempat itu, berburu pekerjaan kembali di luar sana, dan berharap dirinya bisa mendapatkan setidaknya satu di antara mereka.
Sementara di sekolah, Kalio dengan tenang dan fokus memerhatikan pelajaran yang tengah berlangsung. Begitu rajin mencatat semua hal penting yang disampaikan oleh guru kelasnya dan mempersiapkan diri untuk ujian kelulusan yang akan diadakan sebentar lagi.
Barons menutup setengah wajahnya dengan satu tangan dan menghela napas lelah setelah mendengar apa yang baru saja terjadi selama dirinya absen tadi. Dirinya merasa heran dengan atmosphere yang terjadi dalam perusahaan ketika dirinya datang menjelang siang. Menyadari bahwa banyak karyawan yang terlihat sibuk bergosip dengan antusiasnya tanpa dirinya tahu topik apa yang tengah hangat saat ini.
Hingga akhirnya dirinya berhasil mengetahui sendiri apa yang sebenarnya telah terjadi. Barons langsung mendatangi ruang kerja Daniel hanya untuk melihat wajah frustasi pria itu yang sangat jarang dilihatnya selama ini, membuat Barons sadar bahwa semua gosip itu adalah benar adanya. Kaniya telah keluar dari perusahaan mereka. Kini pria itu berdiri di depan meja Daniel hanya untuk mendapatkan perintah selanjutnya yang pasti akan diberikan oleh Daniel setelah ini.
“Perhatikan dia dan pastikan gadis itu tidak akan mendapat pekerjaan apa pun di luar sana lagi!” Seperti yang telah diduganya. Perintah mutlak datang dari Daniel yang harus diterimanya tanpa ada bantahan seperti sebelumnya, berhasil membuat Barons menghela napas panjang. Karena kejadian ini, dirinya harus melakukan pekerjaan tambahan yang merepotkan lagi.
“Tidak bisakah kita memanggil Nona Kaniya kembali dan membicarakan masalah ini dengan baik-baik?” saran Barons mencoba untuk lebih bersabar dalam menghadapi tempramen absurd dari atasan tampannya itu. Kenyataannya Barons tidak yakin bahwa gosip yang muncul di antara karyawan mengenai Kaniya adalah benar adanya.
Walau Barons tidak mengenal Kaniya lebih jauh, akan tetapi pria itu merasa yakin bahwa Kaniya bukanlah gadis murah yang senang merayu seorang pria dengan bebas. Jelas ada kesalahan atas kejadian itu. Karena itu, Barons ingin meluruskan hal ini demi kedamaian hidupnya sendiri.
“Dan menghancurkan wajahku setelah menendang gadis itu keluar? Jangan berbicara bodoh. Kau pikir aku akan mau memohon kepadanya untuk tetap bekerja di perusahaan ini? Aku tidak akan pernah mau menundukkan kepala pada gadis rendahan seperti dia, Barons!” tekan Daniel pada tiap kata-katanya.
Barons terdiam di tempat mendengar ucapan itu. Bisa dilihatnya Daniel begitu membenci Kaniya, akan tetapi Barons juga menyadari adanya suatu ikatan kuat di antara mereka selain kebencian itu. Sesuatu yang membuat Daniel tidak bisa melepaskan Kaniya dalam hidupnya begitu saja.