“Tuan Daniel, kenapa kau sangat membenci, Nona Kaniya?”
Akhirnya Barons tidak bisa menahan rasa penasarannya lagi untuk hubungan mereka. Sebenarnya sudah beberapa bulan sejak pertama kali dirinya mengenal Kaniya karena Daniel yang menyuruhnya memerhatikan tiap pergerakan gadis itu. Barons merasa tidak ada yang salah dengan kehidupan gadis itu selain dirinya hanyalah seorang gadis biasa yang begitu cantik dan mudah menarik banyak mata untuk mengincarnya.
Justru Barons memberikan perasaan kasihan pada gadis itu karena melihat betapa seringnya Kaniya mendapat perlakuan m***m atau pun tidak sopan di luar sana sehingga membuat gadis itu merasa selalu waspada di setiap tempat. Beruntung ada adik lelakinya –Kalio yang selalu menjaganya dan mau memasang badan untuk melindunginya.
Semakin Barons memerhatikan kehidupan Kaniya, semakin pria itu menaruh respek pada Kaniya. Ketika Barons ditugaskan untuk memerhatikan gadis itu, Barons pikir Daniel juga sama seperti para pria di luar sana yang telah jatuh pada pesona gadis itu. Namun setelah mendapat perintah tambahan untuk menghalangi tiap usaha gadis itu dalam bertahan hidup, akhirnya Barons menyadari adanya sesuatu yang tidak benar di antara mereka.
Sejauh ini Barons hanya bisa menuruti semua perintah Daniel tanpa berani bertanya. Namun kejadian hari ini telah membuat rasa kasihan dalam diri Barons untuk Kaniya semakin meningkat. Barons merasa gadis polos dan baik hati seperti Kaniya tidak pantas untuk diperlakukan sebejat ini.
Setidaknya Barons harus memastikan kebenaran dari apa yang telah terjadi lebih dulu demi nama baik Kaniya di mata semua orang. Gadis itu telah mengalami masa sulit selama ini, ditambah dengan campur tangan Daniel yang selalu mencoba menghalangi jalan rejeki Kaniya. Tidak seharusnya juga gadis itu mendapat perlakuan tidak adil di tempat ini juga.
“Itu bukan urusanmu, Barons.” Jawaban yang sudah bisa diduganya akan keluar dari mulut atasan tampannya itu. Meski begitu Barons tetap tidak menyerah. Setidaknya dirinya ingin meringankan beban Kaniya dengan memperbaiki nama baiknya di perusahaan ini.
“Saya yakin anda telah mengenal dengan baik bagaimana kepribadian Nona Kaniya. Gadis baik seperti Nona Kaniya tidak akan melakukan hal serendah itu, Tuan Daniel. Setidaknya anda harus memastikan situasinya dengan benar terlebih dulu, sebelum menyalahkan seseorang,” tegur Barons dengan tegas. Ini adalah kali pertama Barons mencoba membalas ucapan Daniel sebagai bawahan dekatnya.
Barons sendiri juga menganut sebuah keadilan. Dirinya tidak akan bisa tinggal diam jika ada kesalahan seperti ini, terlebih hal itu menyangkut nama baik dari seorang gadis tidak bersalah seperti Kaniya. Barons teringat akan adik perempuannya sendiri. Dirinya tidak akan bisa membiarkan adiknya menghadapi pelecehan yang serupa seperti yang dialami Kaniya ini. Namun jiwa keadilan Barons tersebut nampaknya berhasil membuat Daniel berpikir lain.
“Barons, aku lihat kau menaruh perhatian lebih pada gadis itu. Katakan padaku, apa kau menyukai Kaniya?” tanya Daniel dengan mata dingin menatap Barons begitu tajam. Ya, pria itu telah menyalah artikan perhatian Barons terhadap Kaniya merupakan sebuah Ketertarikan pada seorang gadis. Daniel merasa kesal dengan hal itu.
Sejak awal Daniel melihat interaksi keduanya, pria itu terlihat begitu memerhatikan Kaniya dan itu berhasil mengganggu pikiran Daniel. Bukan tidak mungkin jika Barons menaruh hati pada gadis itu, mengingat Kaniya memiliki wajah yang cantik dan sejujurnya Daniel juga mengetahui bahwa gadis itu juga memiliki kepribadian yang baik. Jika Daniel tidak mengetahui hal itu, mana mungkin dirinya bisa jatuh hati pada Diamandis di masa lalu.
Mendapat pertanyaan itu, sontak membuat Barons terkejut. Dirinya tidak menyangka bahwa perhatiannya pada Kaniya akan disalah artikan seperti ini. Kaniya hanya mengingatkan Barons pada adik perempuannya saja. Walau dia juga mengagumi kecantikan gadis itu, akan tetapi jika dibilang tertarik, mungkin akan lebih tepat jika perasaan Barons pada Kaniya itu disebut Simpati.
Ya, cukup lama memerhatikan kehidupan sulit yang Kaniya alami dari mata jauh, membuat Barons merasa kasihan pada gadis itu. Terlebih dirinyalah yang telah membuat kehidupan gadis itu semakin sulit dengan menutup jalan Kaniya mendapat pekerjaan atas perintah Daniel. Barons merasa dirinya ikut andil dalam membuat penderitaan Kaniya menjadi lebih berat. Karena itu dengan percaya diri Barons membalas tatapan mata tajam Daniel yang saat ini tengah dilayangkan ke arahnya.
“Ini bukan masalah suka atau tidak suka, Tuan Daniel. Saya hanya menghormati Nona Kaniya dan merasa simpati kepadanya. Baik Nona Kaniya atau pun semua wanita yang hidup di dunia, tidak pantas mendapat ketidak adilan seperti ini. Anda mengetahui kebenarannya tapi memilih untuk menutup mata. Lalu apa salahnya jika saya menaruh simpati pada Nona Kaniya? Dia pantas menerima keadilan, Tuan Daniel,” jawab Barons dengan tegas.
“Keadilan? Hah,” Daniel tertawa sarkas mendengarnya. “Wanita seperti dia tidak pantas mendapat rasa simpatiku, apa lagi penghormatan dariku. Jangan campuri urusanku, Barons. Lebih baik kau diam. Lakukan saja apa yang perlu kau lakukan dan jangan bersikap lucu di depanku!”
Barons menghela napas lelah. Pada akhirnya dirinya tidak bisa meruntuhkan kebencian Daniel pada Kaniya dan tidak mengetahui apa penyebab kebenciannya. Berdebat dengan Daniel hanya akan menghancurkan karirnya di perusahaan ini, karena itu Barons memilih untuk diam mengikuti keinginan pria itu.
Hari telah menjadi petang, dan Kaniya baru pulang ke rumah. Gadis itu sibuk mencari pekerjaan di luar, akan tetapi tidak banyak yang bisa dilakukannya. Alhasil Kaniya pulang dengan wajah lelah. Gadis itu membuka pintu rumah dengan lesu, mengharap untuk cepat beristirahat karena kedua kakinya yang sudah terasa pegal.
“Kakak, kenapa kau pulang telat sekali hari ini?” Kalio tiba-tiba datang di hadapan Kaniya yang tengah melepas sepatunya, membuat gadis itu tanpa sadar menegang di tempat karena sempat melupakan keberadaan Kalio yang pasti sudah menunggunya pulang di rumah.
“Oh, ya. Aku banyak sekali pekerjaan tadi. Apa kau sudah makan?” balas Kaniya yang langsung mengalihkan topik pembicaraan mereka ke arah lain. Kaniya merapikan sepatunya sebelum melangkah masuk ke dalam rumah bersama Kalio di sisinya.
“Belum. Aku menunggumu. Aku sudah membuatkan dinner malam ini. Kau mau makan sekarang?” tawar Kalio. Kaniya berpikir sejenak sebelum menjawab pria itu dengan sebuah anggukan.
“Baiklah. Lain kali kau bisa makan lebih dulu Kalio. Kau tidak perlu menungguku pulang untuk makan.” Kaniya menyadari bahwa dirinya tidak bisa menjadwalkan waktu pulangnya dengan tepat lagi seperti sebelumnya karena dirinya perlu mencari pekerjaan. Kaniya tidak ingin adiknya itu harus kelaparan karena menunggu dirinya pulang.
“Tidak apa. Aku bisa menjaga diri, Kak. Aku akan siapkan bagianmu,” balas Kalio dengan santai. Pria itu langsung mengarah ke dapur untuk menyiapkan makan malam mereka. Melihat Kalio yang begitu rajin membuat Kania tersenyum lembut. Kaniya tidak sanggup mengatakan bahwa dirinya telah dipecat. Akan lebih baik untuknya menyembunyikan kebenaran ini dari Kalio hingga dirinya mendapat pekerjaan nanti. Setelah itu Kalio datang dengan makanan mereka. Tidak lama kemudian mereka tenggelam dalam acara makan bersama.