Dua hati yang Risau

1039 Words
Bu Asih menggebrak meja makan saat semua orang sedang berkumpul di sana, untuk mendengarkan cerita Deri yang ingin menikahi Cahaya secepatnya. "Der, ibu gak setuju kamu nikah sama dia, kalian masih terlalu muda untuk itu dan lagian bukanya kamu mau jadi sorang aktor dulu.Ingat Der, kamu lagi mau siap syuting sekarang dan ini adalah film perdana kamu " kata bu Asih dengan keras. "Tapi bu, untuk masalah impianku, baik aku dan Cahaya sudah membahasnya dari lama, dia gak akan menghalangiku untuk meraih cita-cita.Lagipula aku dan Cahaya sudah terlalu lama bu pacaran dan sudah waktunya menikah." Balas Deri yang tetap bersikukuh pada keinginannya untuk menikahi Cahaya, bukan hanya masalah mereka yang berhubungan sudah lama, akan tetapi perbuatanya yang sempat kebablasan kemarin menjadi beban tersendiri untuknya. Apalagi dirinya adalah orang yang pertama untuk gadis itu. Bagaimana bisa Deri lepas tanggung jawab pada Cahaya, sedangkan perempuan itu begitu baik untuknya. "Enggak Der, ibu tetap gak setuju kamu menikah sekarang dengan Cahaya, raih dulu cita-citamu menjadi aktor.Setidaknya setelah itu kamu bisa menghidupi Cahaya dengan layak dari hasil keringat kamu sendiri, bukan dari orang tua!'' Mendengar pernyataan dari sang ibu membuat Deri menunduk, ya ia akui memang masih belum punya penghasilan tetap, oleh karenanya ia sangat ingin sekali menjadi bintang film agar mendapat penghasilan berlimpah,alih alih menjadi seorang pebisnis. "Gak ada yang harus di debatkan lagi, Der. Urus dirimu dulu dengan layak.Baru mikirin berumah tangga." Setelah mengatakan itu Bu Asih langsung pergi meninggalkan meja makan, berserta orang-orang yang ada di sana termasuk suaminya. Pak Hadi menghela napasnya panjang, memang benar apa yang dikatakan istrinya,setidaknya Deri harus bisa mengurus keuangannya dulu sebelum berani menikahi Cahaya, meski ia sebenarnya sangat senang jika gadis itu menjadi menantunya. "Benar apa yang di ucapkan ibumu,Der. Ayah juga setuju.Mau dibawa kemana rumah tanggamu nantinya,jika kamu gak bisa menghidupi keluargamu.Apalagi Cahaya seorang yatim piatu, setelah menikah hidupnya bergantung padamu." Pak Hadi menepuk pundak sang putra, sebagai tanda ia memberi semangat pada pria itu. Setelah kedua orang tuanya pergi, Deri pun masuk kedalam kamarnya, menatap bingkai foto dimana dirinya tengah memeluk gadis yang amat di cintainya itu dengan sendu. "Sayang, dokan aku sukses ya biar aku bisa membahagiakan kamu."Bisiknya lirih. *** Sudah lebih dari dua minggu, Cahaya jarang bertemu dengan Deri. Tepatnya setelah malam panas itu terjadi.Bukan karena Deri yang menghindarinya, akan tetapi pria itu sudah mulai melakukan syuting perdana. Meskipun dirinya hanya mendapat peran second lead, Deri sudah sangat bersyukur. Karena untuk meraih peran itu tidak semua artis atau aktor pendatang baru bisa mendapatkan.Makanya Deri begitu fokus dengan perannya. Begitupun dengan Cahaya, perempuan itupun juga sibuk dengan toko kainnya.Belakangan ini pengunjung toko sedang overload, mungkin dampak menjelang hari raya.Hingga banyak dari konveksi atau individu yang belanja bahan baju tersebut. "Mba yang ini harganya berapa?" tanya seorang gadis dengan rambut panjang nya dan tak lupa juga paras anggun yang menghiasi wajahnya. "Yang mana kak?" Tanya balik Cahaya.Dia tampak tidak berkedip memperhatikan pelanggan di tokonya tersebut. "Ini."Tunjuknya. "Oh yang ini per meternya 35.000 Kak, sangat cocok untuk bahan baju pengantin. Untuk satu gaun bisa habis dua sampai tiga meter kak, tergantung model."Balas Cahaya menerangkan. "Bahan ini bagus gak?" tanya perempuan itu lagi. "Bagus kak, kebetulan ini bahan yang premium dan banyak dicari oleh para calon pengantin yang ingin membuat sendiri gaunnya."Balas Cahaya lagi. "Kalai begitu saya mau 7 meter, tolong di bungkus ya!"Ucapnya. "Baik kak, untuk bahan mempelai laki-lakinya juga ada kak sebelah sini,barangkali mau sekalian?" tawar Cahaya, yang berusaha menawarkan bahan kain yang lain. "Tidak perlu, calon suami saya belum pasti."Balas perempuan itu. Cahaya memperhatikan raut wajah yang semakin lama semakin sedih, sepertinya perempuan yang akan belanja kainnya menyimpan luka yang amat dalam,dan tak mampu ia ungkapkan pada siapapun. "Kakak gak apa-apa?" tanya Cahaya. Wanita itu menggeleng, "Tidak apa-apa." balasnya lirih. Setelah mendapat jawaban itu,Cahaya segera menyiapkan pesanan wanita itu dan membungkusnya.Ia juga memperhatikan saat wanita itu pergi meninggalkan tokonya. Sungguh terlihat menyedihkan. Tak ingin larut, Cahaya kembali ke meja kasir, mencatat stock-stock barang yang telah laku terjual.Bibirnya tersenyum tipis melihat digit-digit yang makin bertambah. "Semoga bisa secepatnya kamu terkumpul, agar aku dan Deri bisa segera menikah."ucapnya dengan lirih. * Sore harinya, Cahaya pulang dengan membawa motornya sendiri, ia sangat terburu-buru karena setengah jam yang lalu Deri memberinya pesan untuk menemuinya di lokasi syuting. Tentu saja Cahaya sangat senang, karena ia sudah merindukan pria itu,maka dengan kecepatan sedikit tinggi, ia melajukan sepeda motornya menuju lokasi yang sedikit jauh dari area kota. Di sisi lain, "Rin... kamu yakin mau lakukan ini?" tanya bu Ida pada sang putri yang saat ini sedang di ukur tubuhnya, untuk dibuatkan baju di salah satu tukang jahit. "Ia bu, mau bagaimana lagi."Balasnya. "Lalu Bintang bagaimana?" tanyanya lagi. Rindu yang sedang menghadap cermin besar didepannya, hanya bisa tersenyum hambar. "Hubungan kami hanya sia-sia bu, tidak ada lagi yang bisa di harapkan."Balasnya dengan lirih. Bu Ida hanya bisa menghela napasnya, ia tidak bisa lagi berkata apa-apa dengan apa yang akan dilakukan oleh putrinya itu.Ia hanya bisa berharap apapun yang akan di lakukan oleh Rindu bisa membuatnya bahagia. Setelah dari tukang jahit, Rindu mengantar ibunya ke pasar, belanja kebutuhan warung, ya memang sumber penghasilan dan kebutuhan mereka berasal dari warung makan yang tidak begitu besar.Tapi bu Ida bersyukur karena dari warung tersebut ia bisa membesarkan putri semata wayangnya. Baru saja Rindu memarkirkan motornya di parkiran tiba-tiba saja ponsel Rindu bergetar.Gadis itu langsung membuka pesan tersebut.Dan rupanya dari Bintang. Awalanya Rindu ingin mengabaikan pesan tersebut, tapi ketika ia membaca pesan terakhir dari kekasihnya itu, hatinya langsung gelisah. ( Temui aku di Cafe biasa,ada yang ingin aku bicarakan.) Begitulah isi pesan terakhir dari Bintang. "Bu, RIndu pergi dulu ya.Ibu gak apa-apa kan kalau gak di temani ke pasarnya?" tanya Rindu pada sang ibu. "Lho kamu mau kemana nak?" "Rindu ada urusan sebentar mungkin sore baru pulang."Balasnya. "Tapi Rin?" ''Rindu mohon, izinkan Rindu ya?"Pintanya. Dengan hati yang sedikit berat wanita paruh baya itu mengangguk.Jujur dalam hati bukan tidak mau putrinya itu pergi, tapi melihat keadaan Rindu yang sedang tidak baik-baik saja tentu sebagai ibu ia sangat cemas. Terlebih mereka sedang mempersiapkan acara pernikahan. Di ujung jalan, tampak seseorang mengawasi Rindu, dari mulai wanita itu datang ke toko kain, ke tukang jahit, dan berakhir di pasar mengantar ibunya.Kini ia juga sedang membuntuti Rindu yang mengendarai motor matiknya menuju jalanan yang makin lama makin menanjak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD