Pada tanggal 29 Oktober 2002, dua minggu usai dinyatakan bersalah, Furuya Satoru tiba di rumah barunya yakni, penjara hukuman mati. Dia diproses dan diberi seragam standar yang terdiri atas dua pasang kemeja putih dan celana panjang, dua baju terusan putih, empat pasang celana dalam, dua kaus polos berwarna putih, sepasang sepatu karet khusus untuk mandi, sehelai selimut tipis, dan satu bantal kecil. Dia juga diberi perlengkapan mandi: sebuah sikat gigi, satu tube pasta gigi, sebuah sisir plastik, dan segulung tisu toilet. Dia ditempatkan pada sebuah sel sempit beserta satu ranjang semen, toilet dan wastafel stainless steel. Dia menjadi salah seorang dari sekitar empat ratus lima puluh dua tahanan laki-laki yang ada di dalam penjara hukuman mati. Ada dua puluh dua di antaranya adalah perempuan.
Sebab dia tidak pernah punya riwayat perilaku buruk selama di penjara, dia digolongkan sebagai Peringkat I. Oleh karena itu, dia juga mendapatkan sedikit hak khusus. Dia bisa bekerja sampai empat jam sehari di pabrik baju dalam penjara hukuman mati. Dia bisa berolahraga di halaman penjara bersama para tahanan yang lain. Dia juga bisa mandi dalam sehari sendirian tanpa pengawasan. Menjadi partisipan dalam setiap acara keagamaan, program-program edukasi, menerima tamu dua kali dalam satu minggu, menerima dari luar dengan batas maksimum yang lebih besar dari para tahanan yang lain: dia berhak atas semua itu. Mereka-mereka (para tahanan) yang melanggar peraturan-peraturan langsung didemosi ke Peringkat II, di mana hak-hak khusus itu dipotong, dan mereka yang masih berandal diturunkan ke Peringkat III, semua haknya ditiadakan.
Meski sudah mendekam di penjara daerah selama hampir satu tahun, penjara hukuman mati itu masih mengagetkan dan mendebarkan. Di mana suara-suara berisiknya tak pernah berhenti: radio-radio, suara televisi yang sengaja disetel kencang-kencang, obrolan para tahanan yang tak ada hentinya, gosip antar penjaga, siulan dan gemuruh suara pipa-pipa saluran yang sudah tua umurnya, dan suara pintu sel yang buka-tutup secara bergantian. Suatu ketika, dalam salah satu surat yang pernah ditulisnya kepada ibunya, dia menuliskan: Suara-suara bising itu tak pernah berhenti di sini. Aku berusaha untuk tidak mempedulikannya. Dan selama satu jam aku berusaha melakukannya, aku menyerah. Tak lama, suara-suara sumbang dari nyanyian seorang tahanan menggema, itu menyebabkan penjaga tahanan mulai berteriak dan semua orang tertawa. Ini berlangsung setiap jam dan tak pernah berhenti. Semua radio dan televisi baru dimatikan pada jam sepuluh malam, dan pada saat itulah bagi mereka yang bermulut besar mulai menggosip. Hidup semacam binatang dalam kurungan sudah cukup buruk, dan suara-suara berisik itu selalu membuatku gila.
Namun dengan sigap dia mampu belajar untuk bertahan memikul beban situasi kurungan seperti itu, termasuk juga ritual-ritualnya, meski dia sendiri tak yakin apakah dia mampu untuk hidup tanpa keluarga dan teman-temannya. Dia merindukan keluarganya. Dia kerap menangis selama berjam-jam, selalu dengan wajah menunduk, dalam gelap tanpa suara sedikit pun.
Penjara hukuman mati merupakan tempat terburuk bagi para pembunuh berantai dan pembunuh sadis. Bagi seorang yang tidak bersalah, tempat tersebut merupakan tepat yang menyiksa mental yang mustahil ditanggung oleh kapasitas manusia. Seorang penjaga penjara memberitahu kepada Furuya Satoru kalau rata-rata masa tinggal di penjara hukuman mati adalah sepuluh tahun. “Tapi jangan cemas. Sepuluh tahun tersebut adalah waktu terlama dalam hidup dan..., tentu saja termasuk yang terakhir. Ha ha ha.”
Sistemnya sangat menakjubkan. Tujuh eksekusi hukuman mati dilaksanakan dalam kurun waktu empat minggu. Kondisi kehidupan berubah dari yang buruk menjadi lebih buruk. Para pegawai tata usaha di Departemen Pengadilan Kriminalitas Kanto sedang dalam proses memindahkan penjara hukuman mati dari Kanto menuju Miyazaki. Meski tidak ada alasan resmi yang diberikan, namun pemindahan itu terjadi setelah usaha meloloskan diri yang gagal oleh lima tahanan yang dijatuhi hukuman mati. Empat di antaranya ditangkap di dalam penjara. Yang kelima, ditemukan mengapung di sungai, sementara penyebab kematiannya tidak diketahui. Tidak lama berselang, beberapa keputusan dicanangkan demi memperkokoh keamanan dan memindahkan semua tahanan ke Miyazaki. Setelah selama empat bulan di Kanto, Furuya Satoru dirantai dan dimasukkan ke dalam bus bersama dua puluh tahanan lainnya.
Di sebuah tempat yang baru, mau tidak mau dia ditempatkan dalam sel yang berukuran dua kali tiga meter. Tanpa jendela. Pintunya terbuat dari besi padat, dengan bukaan persegi kecil agar para penjaga bisa mengintip dari luar. Di bawah bukaan persegi kecil itu, terdapat celah sempit untuk memasukkan baki makanan. Sel itu benar-benar tertutup rapat, tidak ada jeruji untuk memandang ke luar, tidak mungkin dapat melihat manusia lain. Hanya terdapat ruangan sempit yang terbuat dari beton dan besi.
Orang-orang yang berwenang mengelola penjara itu memutuskan bahwa pengurungan yang dilakukan selama 23 jam dalam sehari merupakan cara yang tepat untuk mengendalikan para tahanan dan mengantisipasi terjadinya usaha meloloskan diri dan pertikaian. Hampir semua bentuk kontak antar tahanan dihapuskan. Sudah tidak ada program kerja, acara-acara keagamaan, intinya hal-hal apa saja yang berkaitan dengan interaksi manusia sudah ditiadakan. Televisi dilarang. Selama satu jam dalam sehari, Furuya Satoru diarahkan menuju ruang rekreasi, yakni sebuah tempat tertutup di dalam sebuah gedung yang tidak lebih besar dari selnya. Di sana, dia diharapkan untuk menikmati rekreasi apapun yang bisa diciptakannya sendiri melalui olah pikirannya. Dua kali dalam seminggu, jika cuaca mengizinkan, dia dibawa keluar ke sebuah halaman kecil—sebagian berumput—yang dikenal dengan nama “kandang anjing”. Dalm waktu satu jam, dia dibolehkan untuk memandang langit.
Anehnya, Furuya Satoru dengan cepat mendapati dirinya yang merindukan suara-suara bising yang sangat dibencinya di penjara Kanto.
Usai satu bulang berada di Miyazaki, dalam sepucuk surat dia menulis kepada Robert Eijun:
Selama 23 jam dalam sehari, aku berada di dalam sel ini. Sel sempit yang jauh lebih asing daripada kuburanku nanti sepertinya. Satu-satunya waktu aku bisa berbicara dengan manusia lain adalah saat para penjaga membawakan makanan. Jadi, pada saat itu yang hanya bisa kulihat adalah para penjaga, bukan jenis orang-orang yang akan aku pilih. Aku dikelilingi dengan para pembunuh. Benar-benar para pembunuh sejati. Dan ternyata aku lebih menemukan diriku yang lebih tertarik berbicara dengan mereka daripada dengan para penjaga penjara. Segala dekorasi di sini sepertinya sengaja dirancang untuk membuat kehidupan menjadi seburuk mungkin. Contohnya ketika makan. Mereka memberikan kami makan pada jam tiga dini hari. Kenapa? Tidak satu pun orang tahu, dan tak satu pun juga yang bertanya. Mereka memberikan makanan pada kami yang bahkan kebanyakan anjing pun tak mau memakannya, atau sekadar menyentuhnya. Makan siang disajikan jam tiga sore. Sementara makan malam disuguhkan jam sepuluh. Telur dingin dan roti putih untuk sarapan, terkadang ada saus apel dan panekuk. Roti lapis dengan selai kacang mentega untuk makan siang. Bagusnya pun hanya daging, itu pun yang jelek. Ayam karet dan bubur kentang instan saat makan malam. Seorang hakim entah di mana berkata kalau kami mempunyai hak mendapatkan sekitar 2.200 kalori setiap hari. Rasanya selalu apek. Kemarin untuk makan siang, aku melahap lima lembar roti putih, daging babi dingin, kacang, dan sepotong keju berjamur. Bisa tidak kita menggugat mereka karena alasan makanan?Aku rasa sudah pernah melakukan itu, ya? Tapi aku masih saja belum menerima makanan itu. Aku bisa menerima pengecekan yang mereka lakukan setiap jam. Aku merasa bahwa aku bisa mengatasi apa saja, Eijun, namun aku masih tidak yakin soal pengucilan ini. Tolong lakukan sesuatu untukku.