30. Keseharian yang Biasa

1229 Words
Sepagi ini Elin harus langsung berurusan dengan orang yang paling ingin dia hindari. Ya bagi Elin satu-satunya orang yang perlu ia hindari adalah Iki bukan Carol. “Kenapa juga dia harus memanggilku dan mengajak bicara berdua. Hanya membuat orang yang melihat semakin salah paham.” Protes Elin dalam hati. Padahal status mereka di mata orang sebagai tunangan jadi tidak akan membuat salah paham orang, hanya mungkin menarik perhatian. Iki menggiring Elin kembali ke kelas, hanya tempat ini yang terpikir paling aman dari pandangan siswa lain. “Ini tentang tadi malam.” Ucap Iki, tadi malam ia tidak sempat mengatakannya pada Elin. “Jangan salah paham. Diriku yang semalam bersikap baik karena aku tahu kesulitan yang kau lalui. Tapi kedepannya jangan harapkan apa pun dariku. Di sekolah kita jalan masing-masing dan jangan saling mengganggu.” Jelas Iki panjang lebar. “Persis seperti yang ingin kukatakan padamu.” Elin sepakat. Jika hanya itu yang ingin Iki tegaskan mengapa harus mengajak Elin bicara. “Kedepannya aku harap kau jangan memanggilku untuk bicara empat mata lagi!” Kata Elin jengkel. “Tidak akan terjadi, kau bisa pegang perkataanku.” Iki memberikan janjinya. Di saat itu Riga muncul di kelas 2. “Hai pagi Ki, pagi El. Ouh... Apa aku mengganggu kalian?” Wajah kesal Elin langsung berubah ramah. “Pagi... Sama sekali tidak. Kami sudah selesai bicara.” Jawab Elin pada sapaan Riga. “Ada apa sepagi ini kau datang kemari?” Tanya Iki ketus. Riga mengangkat alis, menganalisa kenapa kawan baiknya sudah bad mood sepagi ini. “Yang jelas bukan mencarimu.” Balas Riga pada sapaan tidak ramah yang ia dapat dari Iki. “El, hari ini kita adakan pertemuan club, juga ada yang ingin kusampaikan pada kalian.” “Apa itu?” Mungkin ini akan menjadi kegiatan club pertama Elin di sekolah. Riga melihat Iki sekilas, lalu menatap Elin kembali. “Kita bicarakan di club saja, ayo kita pergi sekarang bersama Mahdi juga.” Ajaknya. Elin teringat. “Ah Mahdi ya? Aku rasa dia tadi pergi ke ruang guru.” Sejak pagi Mahdi terlihat sibuk, apa tugas ketua kelas semakin banyak di saat classmeeting. “Oh ya? Kalau begitu kita pergi ke club sekarang. Mahdi biar aku kirim pesan padanya saja.” Saat classmeeting siswa memiliki waktu luang, bebas melakukan apa pun selama tetap menjaga peraturan sekolah. “Ah, benar juga. Kita juga belum bertukar nomer bukan?” Dengan lugas Riga meminta nomer telepon Elin. Lagi-lagi Elin merasa Riga punya keahlian mendekati wanita seperti seorang pemain. Tapi tidak mungkinkan kalau Riga ada niat menggodanya. “Ahh, nomer teleponku.” Elin melihat Iki sekilas, merasa risih karena masih berada di sana. Elin berlalu pergi mengacuhkan Iki sendirian, diikuti Riga yang berjalan di belakangnya. “Nomer telepon?” Iki juga tidak memiliki nomer Elin. Ia merasa tidak perlu bertukar nomer telepon dengan Elin. “Ya, kami tidak akan berurusan lagi.” *** Riga menulis beberapa poin di whiteboard berisi kegiatan club yang akan mereka pilih salah satunya. Beberapa pilihan itu di antaranya. (1) Kerja relawan menyortir buku di perpus, (2) Pergi camping di akhir pekan bersama anggota, (3) Merawat peliharaan sekolah dan tanaman, (4) Patroli cek safety sekolah dan fasilitas sekolah, (5) Kerja relawan di laboratorium, (6) Cek menu kantin. Elin terkesima membaca daftar kegiatan yang temanya sangat acak, sekaligus penasaran. “Apa ini semua kegiatan yang club lakukan selama ini?” Selesai menulis Riga duduk bersama Elin. “Masih banyak lagi, tapi kami memang suka melakukan hal seperti ini saat kegiatan club.” “Lalu? Kalian sudah pernah melakukan semuanya?” Tanya Elin penasaran, bisa saja list yang tertulis di papan hanya karangan Riga yang baru saja dibuatnya untuk sengaja menggoda Elin. “Ya. Karena visi club penelitian sebagai club perkumpulan adalah melakukan apa yang bagi kami menarik berdasarkan minat.” Selain itu mereka masih harus menulis laporan kegiatan club pada penanggung jawab dan sekolah, jadi club penelitian memilih kegiatan dengan misi memberi manfaat bagi umum. “Carol, Iki dan Wildan sangat menyukai buku dan perpus jadi kami melakukan kerja bakti di sana.” Jelas Riga. “Lalu karena kami sangat menyukai kegiatan outdoor―ah, kecuali Wildan. Kami sesekali pergi camping saat weekend.” “Oohh...” Elin bingung harus menunjukkan reaksi apa. Intinya mereka memang melakukan apa pun yang mereka sukai. “Lalu list nomer tiga?” Tanya Elin, merawat tanaman terdengar merepotkan. “Merawat peliharaan dan tanaman sama artinya dengan merawat eskosistem, merawat ekosistem sama artinya dengan membantu menjaga alam.” Wajah Riga berseri, mungkin ia merasa bangga dengan tujuan mulia club yang baru saja dia jelaskan. “Aah...” Lagi reaksi standar Elin untuk menjaga perasaan lawan bicara. Elin rasa poin kegiatan itu adalah Riga sendiri yang membuatnya. Riga belum selesai dengan penjelasan penuh semangatnya. “Lalu patroli memeriksa safety sekolah dan fasilitas sama pentingnya demi menjaga keamanan seluruh penghuni SOPA.” “Hmm begitu... Jadi apa kalian melakukan list nomer 6 juga?” Sampai menu kantin juga menjadi perhatian club penelitian. Riga membaca list di papan, lupa apa saja yang sudah ditulisnya. “Ah, itu karena banyak siswa yang mengeluh bosan dengan menu kantin atau protes bila menu sehat terlalu sering muncul. Jadi kami melakukan kontrol, dan menjadi jembatan untuk menyampaikan aspirasi siswa. Kamu tahu ‘kan tante Wildan ahli gizi kantin?” Riga tidak yakin Elin tahu atau tidak. “Eh? Yaa, aku sudah dengar dari Resca.” Baru saja pagi ini Resca menjelaskannya pada Elin. Ternyata memang informasi itu sangat penting untuk Elin menjalani hidup di SOPA. “Iya, kami mengumpulkan pendapat dan masukan dari siswa lalu Wildan akan menyampaikannya.” Itu bukan namanya memanfaatkan koneksi ya, pikir Elin mendengar cerita Riga. “Jadi, aku akan serahkan padamu keputusan untuk memilih nomer berapa untuk kegiatan club kita?” Riga mengakhiri penjelasannya. “Eh, aku?” Elin terkejut tiba-tiba menjadi orang yang harus mengambil keputusan. “Aku rasa yang mana pun boleh asal bukan pilihan yang terakhir, aku ikut pilihan kalian saja.” Elin teringat pesan Resca untuk menjauhi tante Wildan yang ahli gizi itu. Mahdi datang, begitu masuk ruangan papan whiteboard yang telah berpalang di dalam cukup menarik perhatian “Nomer 2 eliminasi, sekolah dalam waktu dekat akan mengadakan karyawisata jadi kita tidak perlu camping dalam waktu berdekatan dengan aktivias sekolah. Selain itu club kita tidak punya dana untuk melakukan camping.” Mahdi duduk bergabung dengan Riga dan Elin. “Club kita tidak punya dana?” Bagi Riga itu merupakan kabar buruk. “Iya, aku baru saja bertemu dengan pak Alex dan begitu yang beliau katakan karena selama ini club vakum terlalu lama maka dana dihentikan.” Urusan Mahdi di ruang guru adalah rapat rutin perwakilan siswa dan wali kelas. Selain berunding perihal pelaksanaan pekan classmeeting, sempat muncul juga pembahasan tentang karyawisata sekolah. Lalu sekalian Riga mendatangi penanggung jawab club saat ia mendapat pesan dari Riga untuk berkumpul. “Ini bencana...” Ratap Riga dalam duduknya. “Kegiatan yang tidak memerlukan uang...” Mahdi mengamati sekali lagi daftar di whiteboard. “Kita lakukan yang nomer 4, menurutku. Karena saat ini sedang classmeeting, waktu yang tepat untuk kita patroli.” Selalu terjadi kecelakaan kecil atau hal tak terduga ketika classmeeting berlangsung. Riga setuju dengan Mahdi. “Ide yang bagus. Bagaimana El?” “Ya, oke.” Elin setuju saja. Walau dia tidak yakin bagaimana melakukan patroli di sekolah itu. Untuk saat ini Elin hanya perlu meniru dan lakukan saja seperti apa yang Mahdi dan Riga lakukan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD