29. Lima Sekawan

1250 Words
Bila empat sekawan sudah berteman baik sejak mereka masa taman kanak-kanak, kehadiran anggota kelima adalah saat Alpha pindah sekolah ke SOPA di tingkat SMP. Lalu mereka berkumpul bersama dalam club penelitian, beranggotakan Iki, Riga, Wildan, Carol dan Alpha sebagai anggota terakhir yang bergabung. “Kamu tahu keluarga Iki punya pengaruh besar di SOPA? Ah bukan,” Ralat Resca. “Maksudku latar belakang empat sekawan punya pengaruh besar.” Resca merendahkan suaranya agar hanya Elin yang bisa mendengar. “Pertama Riga. Anak jutawan yang memiliki aset dan properti terbesar, pemilik yayasan pendidikan SOPA.” Dengan kata lain, bidang tanah, gedung dan segala aset SOPA adalah milik keluarga Riga. Bisnis keluarganya meliputi property, keuangan, shopping mall dan fashion, lalu perusahaan start-up dan masih banyak lagi di berbagai bidang industri. “Lalu Wildan, latar belakang keluarganya yang menjabat posisi eksekutif di sekolah. Sama seperti jalan karir yang ditempuhnya sekarang sebagai ketua OSIS sekolah.” Dimulai dari kedua orang tua, kakek-nenek hingga sanak-saudara dari keluarga besar Riga berprofesi sebagai eksekutif sekolah dengan menduduki berbagai jabatan. Karir keluarganya berfokus pada pendidikan, banyak kerabat dan sanak-saudaranya berkarir di pemerintahan dan kementrian pendidikan. Ayah Riga sebagai dewan pimpinan yayasan SOPA, lalu Ibunya menjabat sebagai kepala sekolah SMP. Pamannya sebagai kepala sekolah SMA dan salah satu bibinya sebagai penasehat gizi kantin sekolah. Belum dengan saudara dan sepupu di berbagai bidang posisi lainnya yang menjabat di SOPA. “Kamu harus berhati-hati saat di kantin El, karena jika tertangkap oleh tante Wildan, kamu bisa dijejali macam-macam makanan yang aneh. Kamu tahu ‘kan, makanan sehat dan bergizi itu biasanya dari segi rasa kurang menggugah.” Resca memperingatkan, tapi rasanya terlambat. Elin sudah bertemu dengan tante Wildan yang seorang ahli gizi itu dan Elin sudah terlanjur ditandai olehnya. Bibi petugas kantin yang pernah Elin temui. Saat itu tante Wildan langsung mengenali Elin sebagai siswa pindahan dan menyapanya lebih dulu. “Yang ketiga Carol, bagaimana aku menjelaskannya ya.” Resca baru pertama kali sejak bercerita terlihat bingung untuk menjelaskan. “Kamu juga aku rasa harus berhati-hati jika bersama Carol, memang tidak banyak orang yang dekat dengannya. Karena Carol sendiri menjaga jarak, tapi!” Resca memberi penekanan. “Jangan mengusik Carol!” “Kenapa?” Elin penasaran alasan Resca sampai melarangnya begitu tegas. “Latar belakangnya begitu disegani sekolah,” Resca meminta Elin mendekat agar ia bisa bicara di telinga Elin. “Status keluarga Carol sangat tinggi, ia masih berdarah bangsawan.” Elin merasa lucu melihat wajah Resca saat bercerita, menarik karena ekspresif. “Jadi sebaiknya jangan berurusan dengannya karena kita tidak tahu apa yang akan terjadi, dan bagaimana peraturan cara hidup di dunianya ‘kan kita tidak tahu. Lebih baik berhati-hati.” Bila Resca sampai berkata seperti itu maka Elin harus mengingatnya dengan baik. “Selanjutnya Alpha.” Wajah Resca seketika muram saat menyebutkan nama itu. “Alpha adalah siswa pindahan sepertimu saat SMP, siswa pindahan pertama yang diterima SOPA. Dia sangat spesial, dan semua orang mengakui bakat, kemampuan dan prestasinya. Karena semua hal itu Alpha bisa masuk dan diterima SOPA, julukannya adalah sang genius.” Resca menjelaskan tentang Alpha seperti bercerita akan masa lalu di dalam kenangan. “Alpha?” Semua orang yang Resca sebutkan sebelumnya sudah pernah Elin temui, tapi tidak dengan yang bernama Alpha. “Ya, Alpha.” Ekpresi wajah suram yang sama kembali. “Satu tahun lalu ia DO dari sekolah.” Resca terlihat semakin sedih. Elin tahu siswa SOPA keluar karena nilai yang tidak memenuhi standar atau alasan lain. Tapi orang yang dijuluki genius berhenti pasti bukan karena kurang nilai sekolah. “Alasannya?” Tanya Elin, Resca tidak menjawab. Resca menolak untuk menjelaskan lebih jauh karena ia merasa sedih dan kecewa jika mengingat kasus itu, juga topik itu menjadi hal tabu yang dibicarakan di sekolah. “Satu hal yang harus kamu ingat, jangan pernah tanyakan atau bicara tentang Alpha pada empat sekawan ini karena mereka sensitif kecuali kamu ingin menyinggung perasaan mereka dengan sengaja.” Peringatan lainnya dari Resca. “Lalu Iki? Bagaimana dengan Iki?” Tinggal Iki seorang yang belum Resca ceritakan pada Elin. “Kalau Iki bukan seharusnya kamu lebih tahu? Kau ‘kan tunangannya.” Goda Resca. Elin mengacuhkan kata-kata Resca. “Apa yang kamu maksudkan dengan punya pengaruh besar tadi?” “Iki atau keluarganya adalah sumber keuangan SOPA, bisa kukatakan kasarnya begitu.” Kelebihan keluarga Iki adalah harta yang melimpah. Itu karena kerajaan bisnis keluarga mereka tersebar luas merajai berbagai bidang. Mulai dari investor saham, luxury hospitalitys, tambang dan hasil bumi, perusahaan IT hinggga sebagai major shareholder di berbagai perusahan besar. “Jadi sekarang kamu tahu ‘kan, orang dengan status macam apa yang menjadi tunanganmu itu dan alasan mengapa siswi SOPA lainnya membuat rumor tentang dirimu.” Tidak, sungguh Elin sama sekali tidak tahu. Andai Elin bisa katakan itu pada Resca. Tapi bila informasi ini bocor bahwa mereka―Elin dan Iki adalah sepenuhnya orang asing bagi satu sama lain maka bisa dipastikan kehidupan sekolah Elin tidak akan berjalan sama lagi, damai seperti hari ini. *** Elin memang sama sekali tidak mengenal musuhnya, ia akui itu. “Tapi bagaimana pun semua itu ‘kan tentang keluarganya atau lebih tepatnya lagi uang orang tuanya.” Kata Elin. Kini ia dan Resca sudah berpindah tempat ke kantin masih asik bercerita. “Masih belum selesai sampai di sana.” Resca semakin antusias. “Hah? Apa lagi, masih soal harta kekayaannya?” Elin merasa lebih dari cukup mendengar tentang kelimpahan harta yang bahkan bukan miliknya. Sama sekali tidak menarik bagi Elin. “Jika kau pikir Iki dan empat sekawan hanya sebatas spektakuler karena status dan latar belakang keluarga mereka. No-no, kamu salah besar.” Resca berapi-api. “Empat sekawan juga selalu unggul menempati top ranking di sekolah. Bahkan Iki yang dahulu, selalu lebih unggul di bandingkan teman-temannya.” Elin merasa salah mendengar yang Resca ucapkan. “Iki? Kau serius? Iki yang kita kenal itu?” “Iya, Iki yang sekarang berstatus menjadi tunanganmu itu.” Elin berharap Resca berhenti mengulang berkata pertunangan dalam pembicaraan mereka. “Aku tahu kamu sulit percaya melihat Iki sekarang dengan nilainya itu.” Karena Resca sama tidak percayanya mengapa Iki sekarang menjadi seperti ini. “Aku juga tidak mengerti apa yang dipikirkannya, apa itu konsepnya atau...” Resca berpikiran hal yang sama dengan Elin. Tapi yang Elin lebih penasaran saat ini adalah, “Res, aku hanya bertanya. Tapi... Apa mungkin kau menyukai Iki?” Karena Resca terus mengulang kata tunangan, bisa saja Resca salah satu dari siswi yang membuat rumor-rumor itu. Bukan maksud Elin berprasangka buruk, tapi Elin sekali lagi ingat perkataan ‘kenali musuhmu’. Elin hanya berjaga-jaga dan waspada. “Apa yang kau bicarakan! Aku dan Iki?!” Reaksi Resca marah besar seolah tidak terima, Elin bisa lihat itu bukan reaksi salah tingkah karena tertangkap basah. “Tenang... Aku hanya bertanya, oke... Dan itu sekedar pertanyaan sederhana kok!” Elin bisa lega karena Resca bukan berada di pihak musuh. “Bahkan sebagai lelucon pun itu tidak lucu El!” Protes Resca. Mungkin ada sesuatu yang lain antara Iki dan Resca, pikir Elin. “Kenapa reaksimu berlebihan? Ada apa sebenarnya kamu dengan Iki?” sejak pertama bertemu, Resca juga Elin amati begitu berhasrat meliput berita tentang balapan motor atau apapun peristiwa terkait Iki. “Kenapa denganku?” Iki muncul di tengah obrolan Elin dan Resca setelah pencariannya ke berbagai tempat. Elin tersentak kaget. Tertangkap basah tengah membicarakan Iki, lebih dari rasa malu Elin merasa gengsi karena harga diri. Rasanya Elin ingin menggali lubang dan menyembunyikan diri. “Kita perlu bicara.” Pinta Iki, dengan maksud bicara empat mata bersama Elin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD