Markas rahasia yang Riga sebutkan adalah ruang perkumpulan club penelitian. Berdiri 4 tahun lalu, beranggotakan Riga, Iki, Wildan, Carol dan Alpha sebagai ketua. Setahun lalu semua anggota mundur dari keangotaan dan club terbengkalai. Saat itu Mahdi bergabung dan menjadi anggota terakhir yang tersisa. Mahdi tidak ingin nama club menghilang atau dihapuskan oleh sekolah, selama kurun waku itu Mahdi hanya mencantumkan namanya dalam club tapi tidak pernah aktif melakukan kegiatan atau merekrut anggota baru. Saat Riga menyinggung permasalahan ini kepada Iki, sepulang sekolah Mahdi memutuskan untuk pergi menengok ruang club yang hampir tidak pernah ia menginjakkan kaki di sana. Namun ternyata bukan hanya dirinya yang berada di sana.
“Kau! Sedang apa di sini?” Siapa yang menyangka kedatangan Mahdi ke ruang club membuatnya terlibat dengan Elin si murid pindahan yang siang tadi mencari masalah dengan Iki.
Elin juga terkejut bertemu antek Iki di tempat tak terduga. “Ketua kelas?” Ah, benar. Selain bagian dari geng Iki, Mahdi juga menjabat sebagai ketua kelasnya. “Aku berencana masuk club penelitian. Kau sendiri, apa kamu anggota club penelitian?” Tidak ada jawaban. “Bisa terima pendaftaranku ini?” Pinta Elin.
“Club penelitian hanya club perkumpulan, kau harus mencari club lain!” Tandas Mahdi menolak keanggotaan Elin.
“Maksudmu? Memang apa bedanya club perkumpulan?” Apa Mahdi hanya mencari-cari alasan untuk tidak menerima Elin. “Coba jelaskan agar aku mengerti!” Pancing Elin merasa sedang dibohongi oleh Mahdi yang jelas menunjukkan sikap tidak menyukainya.
Mahdi merasa tidak perlu mempersulit diri menjelaskan tentang club atau berurusan dengan Elin, tapi ia lebih tidak ingin Elin bergabung dalam club. “Berbeda dari sistem kepengurusan. Perbedaan yang paling jelas adalah jumlah anggota. Biasanya club perkumpulan anggotanya hanya beberapa orang dan kegiatan club mereka seputar minat. Sedangkan club inti beranggotakan banyak orang dengan visi-misi dan susunan pengurus serta penanggung jawab, termasuk pelatih.” Contoh club inti paling banyak dalam bidang bakat, akademi dan olahraga. Kegiatan seputar club penelitian saat anggota masih aktif hanya satu hal, melakukan apa yang mereka anggap menarik.
“Dengan kata lain, tetap saja club perkumpulan itu adalah bagian dari club sekolah. Aku akan tetap masuk club ini.” Elin sama sekali tidak berniat mundur dari tujuannya. Ingat, tujuan Elin adalah menjadi anggota bayangan yang hanya ingin menumpang nama.
“Kami tidak menerima anggota baru!” Mahdi tidak ingin kalah dalam berargumen.
“Apa maksudmu dengan kami? Hanya kau dan aku yang berada di sini.” Balas Elin cerdik melihat keadaan.
Sesaat Mahdi terlihat kikuk, kata-kata Elin tepat sasaran karena hanya Mahdi seorang anggota club penelitian yang tersisa saat ini. “P-pokoknya karena ini hanya club perkumpulan, aku tidak bisa menerimamu.” Karena dari lubuk hatinya, Mahdi merasa tidak punya hak untuk memutuskan seseorang dapat bergabung dalam club atau tidak. “Tunggu apa? Cepat pergi dari sini.” Dengan sikap sedikit kasar Mahdi terkesan mengusir Elin.
“Tidak! Buatku club perkumpulan sudah cukup, sangat cocok seperti yang kuinginkan.” Elin bersikeras.
“Apa yang kamu harapkan bergabung dengan club yang tidak aktif ini?” Tanya Mahdi curiga pada motif Elin memilih club dari sekian banyak yang ada di sekolah.
Semakin diperhatikan Elin tak habis pikir. “Kalau kau sangat mengerti peraturan sekolah dan begitu perduli dengan mentaati hukum, mengapa kau biarkan Iki berbuat semaunya seperti itu.” Guman Elin yang hampir samar terdengar Mahdi.
“Aku bisa mendengarmu, ucapkan sekali lagi dengan jelas apa yang coba kau katakan itu!” Tinggal menunggu waktu situasi mereka berubah menjadi perselisihan. Suasana ketegangan yang sama dengan keadaan Iki dan Elin siang tadi di kantin. Mahdi menahan diri mengingat lawannya lebih lemah secara fisik darinya. Mahdi beranjak meninggalkan ruang club. “Lupakan saja, cari club lain.” Berlalu meninggalkan Elin seorang diri.
***
Elin pantang menyerah, selama beberapa hari ini di sekolah Elin mengejar dan membuntuti Mahdi di sela waktu luang. Mendesak ketua kelas sekaligus anggota club penelitian itu untuk menerima formulir pendaftaran clubnya. Dan Mahdi berupaya segenap usaha menghindari keberadaan Elin dengan bersikap dingin di depan publik. Kombinasi keduanya itu secara tidak langsung menarik perhatian orang sekitar. Terutama perhatian Carol saat mendengar nama club penelitian disebut-sebut.
“Kau sungguh mengganggu, berhenti mengikuti!” Kata Mahdi hampir membentak.
“Maka dari itu jangan keras kepala. Terima aku jadi anggota club penelitian lalu permasalahan selesai, mudah ‘kan?!” Balas Elin sama kerasnya. Mereka berdebat di dalam kelas, Carol yang saat itu tengah membaca buku menatap Mahdi. Saat Mahdi balas menatap ke arah Carol, gadis pirang itu meninggalkan tempat duduknya keluar kelas.
Mahdi berubah geram menatap Elin. “Kau―” Tangannya mengepal menahan emosi. “Sebaiknya kau hentikan semua ini sekarang!”
Resca terkejut saat masuk ke kelas melihat Mahdi yang terlihat sangat marah pergi meninggalkan Elin selesai bicara. “Ada apa? Sesuatu terjadi?” Tanya Resca pada Elin.
“Bukan apa-apa.” Kata Elin dingin.
“Katakan padaku, terjadi sesuatu?” Desak Resca. Formulir yang Elin pegang menarik perhatiannya. Resca mengambil selembar kertas itu dari tangan Elin, membaca yang tertulis di sana. “Kau berencana masuk club penelitian?” Resca antusias menemukan hal menarik.
“Aku tidak bisa, Mahdi tidak mau menerimaku.” Jawab Elin semakin dipikirkan semakin membuatnya jengkel.
“Hmm, begitukah?” Resca berpikir. “Kenapa tidak kau coba berikan formulir keanggotaanmu ini pada penanggung jawab club?”
“Ada cara seperti itu?” Elin tidak pernah mencoba mencari jalan lain, tidak terpikirkan olehnya.
“Ya, tentu saja. Tunggu, biar kuingat siapa guru penanggung jawab club penelitian itu...” Jika ingatan Resca tidak keliru. “Pak Alex, guru matematika kita. Kau bisa mendatanginya di ruang guru.”
“Pak Alex... Terima kasih untuk informasinya Res.” Bukan Elin tidak mengingat saran Resca yang memberitahunya jangan mudah berkata maaf atau terima kasih. Menurut Elin apa yang patut ia syukuri atau sesuatu yang ia sesalkan harus tetap diutarakan.
Tanpa membuang waktu Elin menuju ruang guru, meski bel belum berbunyi tapi tidak banyak waktu tersisa sebelum memasuki waktu istirahat. Intinya jika Elin pergi sekarang tidak akan jadi masalah karena sesaat lagi masuk waktu istirahat siang. Beruntung pak Alex berada di meja kerjanya.
“Selamat siang Pak, saya Evelin tingkat 2-kelas 2.” Segera Elin memperkenalkan diri.
Alex terlihat sedang sibuk mencari sesuatu di sekitar meja kerjanya. Hingga ketika Elin menyapa Alex hanya melihatnya secara sekilas. “Ya? Ada yang bisa saya bantu?”
“Saya ingin menyerahkan formulir pendaftaran club saya.” Elin menunjukkan lembaran kertas formulirnya meski kertas itu tidak mendapat perhatian Alex.
“Club?” Guru matematika itu malah balik bertanya.
“Iya, saya ingin masuk club penelitian.” Elin mulai merasa ragu, mungkin saja informasi dari Resca keliru. Karena dari yang terdengar, Alex sedikit terkejut Elin mencarinya membahas club.
“Ya? Club apa maksudmu?” Alex meminta Elin mengulang perkataannya.
“Club penelitian Pak, saya dengar Bapak sebagai penanggung jawab.” Elin memberi penjelasan lebih terperinci.
“Aah! Ya-ya....” Respon ALex datar, terkesan tak perduli.
“Iya.” Tandas Elin.
“Emm, taruh saja di atas meja kerja saya ya. Saya harus bertemu dengan kepala sekolah sekarang. Oke eng―Evelin. Saya harus segera pergi.” Alex bergegas meninggalkan ruang guru.
Elin tidak ingin ambil panjang perkara, setidaknya tujuan untuk menyerahkan formulir club sudah ia selesaikan. Jadi Elin melakukan seperti apa yang Alex minta, menaruh formulir club di atas meja kerjanya.