Bab 2

2180 Words
JILL- Jill suka menebak sesuatu yang akan terjadi. Ia memiliki kemampuan untuk mencium suatu pertanda buruk yang dapat terjadi bahkan terhadap orang-orang yang tidak dikenalinya sekalipun. Insting itu muncul dan pergi seperti sebuah bisikan-bisikan di kepalanya dan hal itu sudah terjadi sejak belasan tahun. Seorang peramal di kota terpencil itu yang secara kebetulan mengenal ibunya mengatakan Jill memiliki kemampuan istimewa untuk mengetahui musibah yang akan menimpa seseorang. Namun Alice Maureen bukanlah seorang yang percaya takhayul, jadi wanita itu tertawa keras saat mendengarnya. Sementara Jill memilih untuk mengabaikannya dan menjalani hidup normal seperti anak-anak lain seuisanya. Namun, kenyataan mengatakan sebaliknya dan meskipun kesadaraan itu cukup jelas, Jill merasa enggan untuk mengungkapkannya pada siapapun. Ia telah memiliki banyak rahasia yang disimpannya sejak kanak-kanak. Ada begitu banyak kejadian yang ia saksikan baik di dalam mimpi maupun dengan mata telanjang dan kebanyakan dari kejadian itu dibiarkannya tersembunyi di dalam kepala. Diusianya yang ke tujuh, Jill memimpikan kecelakaan menimpa seseorang di jalanan. Dua hari setelah mimpi buruk itu berlalu, Jill mendapat kabar bahwa orangtua dari Emily, salah satu teman dekatnya di sekolah, tewas akibat kecelakaan maut. Kejadian lain menimpa ibunya saat Jill berusia dua belas tahun. Selama satu pekan terakhir Jill memiliki firasat buruk bahwa sesuatu akan terjadi dalam waktu dekat. Alice Maureen, ibunya, mengalami masa depresi selama hampir satu tahun. Jill masih mengingat wajahnya yang pucat dan tubuhnya yang kurus kering berkeliaran di sekitar lorong rumah mereka. Setiap malam Jill membiarkan pintunya sedikit terbuka sehingga cahaya lampu dari arah lorong dapat mengintip ke dalam. Diam-diam Jill suka mengamati ibunya berkeliaran di sekitar sana, kemudian wanita itu akan menelan sejumlah pil dan menangis – Jill sering melihatnya menangis, namun Jill merasa ketakutan untuk mendekatinya. Selama hampir satu tahun terakhir, ibunya suka berteriak. Dan bukan hanya itu, Alice pernah menyeretnya dan mengurung Jill semalaman di dalam gudang. Paginya wanita itu menemukan Jill pingsan di dalam sana dan membawa Jill ke rumah sakit. Jill merasa ketakutan setiap kali Alice membawanya kembali ke rumah. Ia pernah menghubungi polisi sesekali dan meminta bantuan. Namun, petugas polisi yang mengetuk pintu rumahnya pagi itu memercayai kebohongan-kebohongan yang diucapkan Alice bahwa putrinya memiliki gangguan mental dan suka berhalusinasi. Akhirnya, petugas itu meninggalkan Jill sendirian di dalam rumah bersama monster itu. Ketika depresi itu benar-benar menekannya, Alice suka berteriak dan melempar barang-barang di sekitarnya. Tidak hanya sekali Jill menjadi korban kekerasannya. Wanita itu pernah memukuli Jill seperti setan, nyaris membunuh Jill dengan pecahan keramik dan pernah sesekali hampir menenggelamkan Jill di dalam bathup. Selama berbulan-bulan Jill bolos sekolah karena Alice tidak membiarkannya keluar melewati pintu. Masa-masa suram itu kemudian berakhir pada suatu malam persis setelah Jill mendapat firasat buruk tentang ibunya. Sekitar pukul empat pagi Jill terbangun dan mendapati cairan merah gelap yang membentuk genangan tersebar di atas lantai kayu sepanjang lorong. Genangan itu kemudian berakhir di ujung pintu persis di dekat anak tangga. Disana Jill melihat ibunya terbaring dengan luka pada kaki dan pergelangan tangan yang disebabkan oleh keramik dalam genggamannya. Jill menjadi panik, itu bukan kali pertama ia melihat kejadian buruk namun jelas bahwa itu adalah kali pertama Jill melihatnya secara langsung. Jill sering menyaksikan siaran televisi menanyangkan berita kekerasan atau pembunuhan yang terjadi pada orang-orang, namun yang terburuk benar-benar dialaminya hari itu. Bahkan setelah belasan tahun, Jill masih mengingat bagaimana rupa wajah pucat ibunya yang terkujur tak bernyawa di anak tangga. Insting untuk mengetahui kejadian buruk tiba-tiba menjadi sebuah musibah. Tidak hanya sekali ia suka terbangun di tengah malam dan mengalami kesulitan tidur akibat mimpi buruk. Pengelihatan itu muncul setiap kali Jill melihat seseorang, bahkan dalam satu fantasi terburuknya, ia mendapatkan gambaran sekilas tentang kejadian-kejadian buruk yang pernah dialami oleh orang-orang terdekatnya. Orang-orang di sekitarnya mungkin tidak menyadari, namun Jill dapat mencium banyak kebusukan terjadi di dalam kota kecil itu. Rahasia terkubur di bawah rahasia, dan tidak ada satupun orang yang mengetahuinya. Seorang pembunuh bisa saja bebas berkeliaran di sekitarnya dan tidak akan ada seseorang yang tahu. Jill menyadarinya sejak dulu bahwa kota itu sakit, namun sesuatu menahannya disana dan meskipun Jill berusaha keras menghapus ingatan tentang kejadian pagi itu, gambaran buruk itu akan selalu merasukinya seperti bisikan-bisikan di kepalanya yang memberitahu Jill bahwa musibah akan terjadi. Tobias Lewis mengerjapkan matanya setiap kali mendengar Jill mengungkapkan hal itu. Supaya tidak menyinggungnya Tobias akan menahan tawa atau menghindari percakapan itu sebisa mungkin meskipun Jill sudah punya firasat bahwa Tobias sama sekali tidak memercayai omong kosong. Mereka telah saling mengenal selama lima tahun dan menjadi dekat dalam dua tahun terakhir. Sejauh ini hubungan mereka tidak lebih dari sekadar seks. Tobias bekerja di kantor kemanan lokal yang dikepalai Mike Suvillian, sebagai salah satu petugasnya. Laki-laki itu jarang membicarakan pekerjaannya dan berusaha menghindari pertanyaan Jill tentang hal itu sesering mungkin. Dalam beberapa bulan terakhir, hubungan mereka menjadi semakin kompleks dan semakin panas dengan perdebatan yang terjadi baru-baru ini. Namun Tobias terus menghubungi Jill melalui ponselnya, atau meninggalkan pesan suara agar mereka tetap bertemu. Laki-laki itu mengunjungi Jill setiap malam, kecuali pada jam-jam sibuknya, dan membawa makanan untuk mereka santap bersama-sama. Jill menceritakan banyak hal tentang kejadian di masa lalunya, namun Tobias nyaris tidak pernah melakukan hal yang sama. Laki-laki itu lebih sering mendengar, ia hanya akan berbicara jika ada sesuatu yang membuatnya tertarik. Sejauh ini, hubungan mereka baik-baik saja. Bahkan dalam kondisi terburuk-pun, Jill merasa bahwa Tobias akan selalu berbalik padanya. Namun setelah dua tahun bersama-sama, nyaris dapat dikatakan mereka tinggal di bawah atap yang sama, Jill belum sepenuhnya yakin tentang perasaannya terhadap Tobias. Ada saat-saat dimana ia membutuhkan lebih dari sekadar ‘seks’, dan setelah mengetahui bahwa Tobias tidak akan memberikan hal itu padanya, Jill kembali murung. Hal itu terbukti pada malam ketika mereka kembali bertemu setelah satu pekan lamanya tidak menjalin kontak fisik. Malam itu dingin, Jill sedang duduk di depan perapian dan memandangi tungku api sembari menekan nomor Jess melalui ponselnya. Ia telah melakukan panggilan selama belasan kali sejak kemarin, namun wanita itu tidak kunjung menjawab panggilannya, jadi Jill memutuskan untuk meninggalkan pesan. Tak lama kemudian, cahaya lampu mobil dari halaman depan menyorot melewati kaca jendela dan muncul dari arah dapur. Jill sudah dapat menebak kemunculan Tobias di depan pintu rumahnya jauh sebelum pria itu tiba. Tampilannya tampak berbeda dari kali terakhir Jill melihatnya. Tobias membiarkan rahangnya ditumbuhi oleh janggut tipis berusia tiga hari, sementara ia telah memangkas rambutnya dan menyisakan potongan rambut sepanjang beberapa mili di atas kepalanya. Tobias masih mengenakan seragam lengkap di balik jaket kulit berwarna hitam. Wangi parfumnya masih tercium sama dan tanpa basa-basi, laki-laki itu berjalan masuk menuju dapur, Tobias meletakkan bungkusan plastik besar di atas meja, kemudian mengeluarkan dua botol bir dan sekotak pizza. “Mari berpesta!” katanya. “Tapi sebelum itu..” Jill menatap laki-laki itu bergerak mendekat untuk menciumnya. Tobias cukup tinggi sehingga Jill harus menegadah untuk menatapnya. Aroma sabun yang menguar di tubuhnya tercium menyenangkan dan otot-ototnya terasa lemas di bawah tangan Jill – seolah-olah tangannya telah terbiasa berada disana dan Jill tahu dimana tempat yang tepat untuk menyenangkannya. Mudah sekali untuk menyenangkan Tobias. Jill hanya perlu menancapkan kuku-kuku jarinya di atas pundak Tobias atau menggunakan lidahnya untuk meninggalkan jejak basah di sepanjang leher Tobias ketika mereka bercinta. Tobias gemar menciumnya di pundak, laki-laki itu suka mengubur wajahnya di pundak Jill ketika mereka bercinta dan tidak hanya sekali Tobias membisikan sesuatu ke telinga Jill dengan nafas terengah dan sekujur tubuh berkeringat. Jill menggigit bibirnya persis ketika laki-laki itu mendorong tubuhnya lebih dalam. Kulit telanjangnya terasa panas di atas tubuh Jill dan Jill terus menatap pria itu selagi mereka bergerak bersama-sama. Tobias kemudian mengangkat tubuhnya, menopangnya dengan satu siku, sementara tangannya yang lain memeluk Jill erat. Nafasnya terasa panas ketika menampar wajah Jill. Seringkali Jill mencium wangi permen karet yang sama ketika laki-laki itu bernafas di bibirnya dan setelah bertahun-tahun mengenali aroma itu, diam-diam Jill menyukainya. Untuk membuktikan hal itu, Jill mengangkat tangan dan menangkup wajah Tobias, pelan-pelan membisikkan kalimat, “hei, hei, lihat aku!” ke telinganya. “Lihat aku!” ulang Jill. Alih-alih menatapnya, Tobias bergerak bangkit untuk menyambar celananya di atas lantai dan memeriksa ponselnya yang berdering. Laki-laki itu memungut pakaian Jill dan meminta Jill untuk mengenakannya dengan cepat sebelum bergerak keluar melewati pintu belakang untuk berbicara dengan seseorang di telepon. Hal itu tidak hanya terjadi sekali, hanya saja malam itu Tobias benar-benar menyinggungnya. Ia baru kembali bergabung dengan Jill setelah menghabiskan waktu lima belas menit untuk menjawab panggilan yang masuk. Saat itu Jill sedang berdiri di dapur dan mengaduk kopi panas di dalam cangkirnya ketika Tobias muncul di sekat dinding. “Maaf, itu panggilan mendesak,” katanya ketika bergabung dengan Jill di dekat konter. Tobias meneguk kopi di dalam cangkirnya sebelum menyadari tatapan Jill menuntut penjelasan. “Masalah pekerjaan,” lanjut Tobias dengan cepat. “Kenapa tidak kau matikan saja ponselmu?” “Apa?” Laki-laki itu meletakkan cangkirnya sebelum menghela nafas dan berkata, “Ayolah, kita sudah membahas ini. Kita tidak akan membicarakan masalah pekerjaanku.” “Tidak, aku tidak membicarakan pekerjaanmu,” kilah Jill sembari berjalan mendekati konter dan menyandarkan tubuhnya disana. “Aku membicarakanmu, kenapa kau tidak mematikan ponselmu ketika bersamaku?” “Ini pekerjaanku, oke?” Tobias memutar bola matanya kemudian bergerak mendekati Jill. “Aku polisi. Aku harus ada kapanpun dibutuhkan. Dan seperti yang kukatakan, kita sudah membahas hal ini berkali-kali, kenapa kau tidak mengerti?” Jill menatap laki-laki itu untuk beberapa saat kemudian menunduk sembari membenahi pakaiannya yang berantakan. “Kau benar,” ucap Jill. “Seharusnya aku mengerti.” “Aku tidak ingin berdebat denganmu.” “Begitupun aku.” Ketika Tobias menjulurkan satu tangannya untuk meraih Jill, Jill menepisnya dengan cepat dan bergerak menjauhi konter. “Aku juga tidak menginginkan ini, oke?” ujar Tobias dengan kesal. Jill berjalan mendekati jendela dan memunggungi laki-laki itu, namun ia dapat merasakan tatapan Tobias melubangi punggungnya. “Aku datang padamu..” lanjut Tobias. “.. dan aku berniat menghabiskan waktu bersamamu. Kita akan makan malam bersama-sama, minum, berbicara, dan melakukan hal yang kita senangi. Aku tidak berencana jika seseorang dari kantor akan menghubungiku dan memintaku untuk kembali bertugas. Itu berada di luar rencanaku. Aku ingin bersamamu dan bukannya pergi untuk bertugas, tapi aku harus karena ini pekerjaanku.” “Maka pergilah!” ketika mengatakannya Jill nyaris berteriak. Wajahnya memerah dan kedua matanya membeliak lebar. Kemudian ia berbalik untuk menatap laki-laki itu. Sembari mengayunkan tangannya Jill menunjuk ke arah pintu. “Pergilah! Itu yang harus kau lakukan, aku tidak ingin menghalangimu.” Laki-laki itu mengernyitkan dahinya kemudian mengerjapkan mata seperti biasanya. Pada detik berikutnya, Jill mendengarnya berkata, “hanya saja jangan seperti ini. Aku tidak ingin kau seperti ini.” “Kau ingin aku seperti apa?” ucap Jill dengan ketus. Jill telah mencondongkan tubuhnya, tatapannya menusuk wajah laki-laki itu dengan marah. “Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan, aku hanya merasa bingung. Kau tidak ada disini disaat aku membutuhkanmu dan tidak peduli kau menganggapku apa, kau tidak pernah mengizinkanku untuk mengenalmu. Kau bahkan tidak tinggal lama untuk berbicara denganku. Maafkan aku jika aku terlalu berlebihan. Aku berusaha untuk menjaga semuanya berjalan seperti biasa. Aku hanya.. aku hanya..” selagi berusaha menemukan kata yang tepat, tatapan Jill jatuh ke sekitar lantai di bawah kakinya. Hingga ketika ia tidak kunjung menemukannya, Jill menyerah pada satu kata, “bingung. Itu saja.” Tobias tertegun untuk waktu yang lama. Tatapannya menusuk wajah Jill, namun bibirnya tidak terbuka untuk mengatakan sesuatu. Ketegangan yang muncul di antara mereka tidak hanya terjadi sekali. Mereka pernah menghadapi yang lebih buruk dan biasanya, mereka hanya akan berusaha menghidari satu sama lain hingga situasinya mencair. Jill punya firasat bahwa kali ini tidak akan jauh berbeda. Hal itu segera terbukti ketika Jill memilih untuk tidak bergerak dari tempatnya. Dengan terburu-buru, Tobias berbalik untuk meraih mantel dan kunci mobil yang diletakkannya di atas nakas. Jill mengawasi laki-laki itu bergerak mendekati pintu keluar. Dan sebelum menghilang di balik pintu, Jill mendengar Tobias berkata, “habiskan makan malammu!” Hal terakhir yang didengar Jill adalah suara pintu yang digeser menutup kemudian disusul oleh suara gemuruh mesin mobil yang bergerak meninggalkan halaman belakang rumahnya. Melewati jendela di ujung lorong, Jill mengamati Tobias mengendarai sedannya bergerak semakin jauh hingga yang terlihat hanya dua titik keemasan dari cahaya lampu sen sebelum benar-benar menghilang di ujung jalan. Setelah kepergian laki-laki itu, emosinya berkecamuk. Jill duduk di belakang meja dan mengamati sekotak pizza yang masih utuh juga dua botol bir yang belum tersentuh. Selama beberapa menit yang mencekik, Jill duduk bergeming disana. Keinginan untuk menelan sesuatu dan mengisi perutnya hilang begitu saja. Akhirnya Jill membiarkan makanan itu terbengkalai di atas meja sementara ia pergi untuk menyambar telepon. Orang pertama yang berniat dihubunginya adalah Jess. Sean mengabarkan sudah hampir dua pekan Jess tidak hadir di klub untuk bekerja disana, lantas laki-laki itu menghubungi Jill dan menanyakan keberadaannya. Namun Jill mengaku bahwa ia tidak akan tahu hal itu jika saja Sean tidak menghubunginya. Selama dua pekan terakhir Jill disibukkan oleh sekolah teaternya sehingga ia tidak memiliki waktu luang untuk mengunjungi Jess, setidaknya hingga Sean mengabarkan hal itu. Jill langsung menyambar telepon untuk menghubungi Jess, namun sejak malam kemarin Jess tidak kunjung menjawab panggilannya dan karena hari sudah semakin larut, Jill berniat menemui Jess pagi nanti. - Beritahu saya tanggapan kalian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD