"Bli Nyoman, cepat antar Cecilia ke ruangan rawat inap. Dia harus segera mendapatkan istirahat yang banyak dan minta salah seorang staff wanita untuk mempersiapkan keperluan Cecilia selama dirawat.'' Pinta Darren kepada Bli Nyoman.
"Kamar Mbak Cecil ada di sebelah kamar Bapak," ucap Bli Nyoman, lalu mendorong kursi roda Cecilia keluar dari ruang perawatan Darren.
Bunyi notifikasi pesan yang terdengar layaknya beberapa rangkaian gerbong kereta yang disambung membuyarkan lamunan pria itu. Ciri khas dari Intan adalah mengirimkan bom chat yang menyerang ponsel sang adik.
“Apakah single bisniswoman itu mengetahui jika aku dan Cecilia terluka akibat para pendemo yang berlaku anarkis?” gumam Darren yang mulai membaca pesan dari Intan.
Kak Intan :
Bagaimana keadaan kamu dan Cecilia? Apakah kalian terluka parah?
Kakak akan mencari tahu siapa yang memprovokasi massa itu.
Padahal sebelumnya sudah tidak ada masalah lagi dengan para pemilik tanah dan bangunan yang sebelumnya.
Ayah dan Ibu sangat cemas karena pihak TV, radio dan surat kabar yang terus menerus melakukan pemberitaan mengenai kerusuhan yang ada di tempat konstruksi pembangunan resort.
Kakak akan terbang ke Bali sebentar sebelum ke Australia untuk melihat kondisi kalian berdua.
Darren menghirup nafas panjang dan merasakan pusing saat selesai membaca pesan-pesan tersebut. Dengan malas dia mengetikkan balasan pesan yang singkat untuk sang kakak.
Me :
Terserah Kakak mau datang atau tidak.
Mode silent tak lama dia aktifkan karena tidak ingin terganggu akibat suara ponsel yang mungkin sebentar lagi akan berbunyi. Bahkan Darren meletakkan benda pipih itu di dalam laci nakas agar tidak mendengarnya bergetar.
Darren menoleh ke arah pintu yang terbuka dan menghela nafas saat melihat kedatangan 2 orang yang membuatnya jengah. Mereka menatap Darren dengan seringai mengejek yang tidak lagi ditutupi.
"Darren, bagaimana keadaanmu?" tanya Morgan yang sudah duduk di kursi penunggu.
"Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja," jawab Darren dengan singkat.
"Sebenarnya apa yang terjadi, Bro?" tanya Marcel yang menatap sang sepupu dengan intens.
"Hanya masalah dengan massa yang tidak setuju dengan pembangunan resort. Setelah keluar dari sini, kami akan melakukan mediasi untuk mencari jalan keluarnya," ucap Darren yang mulai merasa muak akan kehadiran keduanya.
"Apa kau yakin akan dapat mengatasinya? Kenapa tidak kau serahkan saja kepada kami?" pertanyaan yang menjengkelkan dari Morgan membuat Darren ingin meninjunya.
"Kenapa kau berpikir jika aku tidak mampu mengatasinya?" Darren mengajukan pertanyaan dengan mata memicing ke arah pria yang tengah menyeringai licik ke arahnya.
"Hanya firasatku yang mengatakan seperti itu," ucap Marcel dengan nada menyebalkan.
"Apakah kalian berdua datang kemari untuk menjenguk atau menyindirku yang bisa terluka seperti ini?" sebuah pertanyaan penuh sindiran akhirnya Darren lemparkan kepada keduanya.
"Wah picik sekali pemikiranmu itu, Darren. Padahal kami sengaja meluangkan waktu untuk melihat keadaan sepupu kami yang sedang terluka, tapi kau malah menuduh kami menyindir," sahut Morgan dengan nada yang semakin menyebalkan.
"Apakah Bapak berdua punya banyak waktu luang sehingga bisa bermalas-malasan di tempat ini? Sungguh tidak kompeten sekali sebagai seorang pimpinan perusahaan besar." Sebuah suara membuat ketiga pria itu serempak menoleh ke arah pintu masuk.
Terlihat Cecilia yang sedang mendorong sendiri kursi rodanya dengan wajah tanpa ekspresi. Darren menghela nafas kesal karena melihat kelakuannya yang tidak mengindahkan peringatan dokter untuk banyak beristirahat. Gadis ini terlihat garang dan siap menantang siapapun yang bertentangan dengannya. Termasuk kedua sepupunya yang menyebalkan.
"Cecilia, melihat kamu terluka seperti ini membuatku sedih. Coba saja kamu mau menerima lamaranku waktu itu, pasti semua malapetaka ini tidak akan terjadi padamu," ujar Morgan dengan mata yang penuh ketertarikan kepada Cecilia.
"Bukannya sudah saya bilang sebelumnya, kalau Bapak Morgan bukan tipe saya," sahut Cecilia dengan nada tajam.
"Mendengar kamu berkata tajam seperti itu membuat saya sedih, Cecilia. Padahal mulut kamu itu bisa digunakan untuk hal lain yang dapat memuaskan saya. Kan kita berdua yang sama-sama merasakan enaknya."
Emosi mulai menjalari ubun-ubun Darren saat mendengar nada penuh pelecehan yang dilakukan Morgan kepada Cecilia.
Sementara Marcel terus memprovokasi Morgan untuk terus menggoda Cecilia. Sungguh kelakuan keduanya membuat Darren malu. Tidak menyangka jika ada pria yang menganggap wanita hanya sebatas objek pemuas nafsu.
"Seperti apa contohnya? Apakah perlu saya menaruh racun di dalam lidah saya agar Bapak tidak lagi mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas seperti itu." ucap Cecilia dengan tenang namun membuat ketiganya merinding saat mendengarnya.
"Boleh juga ide kamu, biar kita buktikan lain kali mana yang lebih mujarab. Lidah saya yang akan membawa kenikmatan untuk kita ataukah mulut kamu yang sudah ditaburi racun," timpal Morgan dengan seringai licik.
"Dan sebelum itu terjadi, saya akan mengirimkan rekaman pembicaraan Bapak saat ini kepada atasan saya, Bapak Giovani agar beliau dapat mengajari keponakannya yang kurang ajar kepada sekertaris omnya," ucap Cecilia sambil menunjukkan bukti rekaman percakapan keduanya.
"Kau.... Berani kau melakukan itu maka aku akan membalas mu berkali-kali lipat," desis Morgan saat melihat Cecilia yang siap menekan tombol send pada ponselnya.
Morgan dan Marcel bahkan terkesiap saat melihat tindakan yang dilakukan oleh Cecilia. Mungkin keduanya tidak menyangka jika Cecilia dapat bertindak berani seperti ini.
"Saya berani karena Bapak yang terlebih dahulu mengusik saya. Harap Bapak ingat perkataan ini, saya menerapkan hukum Nabi Musa dalam hidup saya. Mata ganti mata, gigi ganti gigi," ucap Cecilia dengan seringai penuh kemenangan.
"Dasar gadis sombong. Saya berani bertaruh tidak ada pria yang akan tahan dengan sikap kamu yang angkuh dan merasa di atas angin ini!" Wajah Morgan sudah terlihat sangat merah saat ini akibat rasa marah dan malu yang bercampur menjadi satu.
"Bapak tidak perlu mencemaskan mengenai masa depan saya, karena itu adalah masalah pribadi saya," ucapan Cecilia yang semakin tajam membuat Morgan tidak lagi bersuara dan memilih meninggalkan ruangan rawat inap dengan disusul Marcel di belakangnya.
Keheningan langsung menyeruak, nafas Cecilia memburu tak lama kemudian. Tanpa perlu dikatakan, Darren tahu jika gadis itu sangat kesal akan kelakuan Morgan yang merendahkan dirinya.
"Lebih baik kamu marah-marah daripada berdiam diri seperti ini," ucap Darren yang mulai merasa jengah dengan situasi yang membuat nafasnya terasa sesak.
"Saya masih harus menyimpan energi saya selama 3 bulan ke depan. Baru saja saya mendapatkan pesan jika tempat pembangunan resort sudah dikuasai oleh massa pendemo itu. Mereka bahkan membangun tenda dan tidak membiarkan siapapun masuk ke sana," jelas Cecilia yang segera menatap layar tabletnya.
"Kenapa semua ini terjadi di hari pertama pembangunan resort? Tidakkah kamu merasa jika semua ini mencurigakan?" dengan nada bingung Darren menyuarakan pertanyaannya.
"Hanya ada satu jawabannya, orang yang mendalangi aksi demo hari ini ingin menjegal Bapak untuk menjadi CEO menggantikan Pak Giovani," sahut Cecilia yang membuat Darren tersentak.
"Dari mana kamu dapat memperoleh keyakinan seperti itu?" tanya Darren yang memang penasaran.
"Semua sudah sangat jelas, proyek ini sudah ACC dari 2 bulan lalu. Sanjaya Group juga sudah mengantongi izin pembangunan dan surat-surat lain yang dibutuhkan. Dan masalah ini terjadi saat Pak Darren yang ditugaskan untuk mengawasi pembangunan resort," Darren hanya terdiam saat Cecilia menjelaskan apa yang ada di dalam pikirannya.
"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Darren dengan pikiran yang kosong.
"Kita harus mendatangi para pendemo itu dengan menunjukkan semua bukti yang ada. Tentu saja harus ada polisi anti huru hara yang melindungi kita dari amukan massa yang telah diprovokasi." Lagi-lagi Darren menarik nafas dalam untuk meredakan emosi yang berkecamuk di dalam d**a.
Siapa gerangan pihak yang tidak menginginkan dirinya menjabat sebagai CEO menggantikan sang ayah? Pikirnya dalam hati.
Saat Darren akan memanggil Cecilia, gadis angkuh itu sudah tidak ada di ruang perawatannya. Terlalu larut dalam lamunan membuatnya tidak menyadari jika gadis itu sudah keluar sejak tadi.
Melihat kondisi Cecilia yang terluka parah, namun masih mementingkan pekerjaannya membuat pandangan Darren terhadap gadis itu sedikit berubah. Jarang sekali ada orang yang sangat berdedikasi terhadap pekerjaannya. Apakah ini berarti benar yang dikatakan oleh sang ayah jika Cecilia adalah sekretaris terbaik? Dia mampu menyesuaikan cara kerjanya dengannya meski diantara mereka berdua sering terlibat adu pendapat dan argumentasi yang alot.
Mungkin sebaiknya mulai besok dia harus lebih menurunkan egonya jika sedang berbicara dengan Cecilia agar mereka berdua dapat mencapai kata sepakat dan menghemat energi daripada terbuang untuk perdebatan yang tidak penting.