Karena kasus yang menimpa Cecilia kemarin, membuat jadwal keduanya di Ubud dipersingkat. Seminggu lagi mereka diperbolehkan untuk pulang ke Jakarta sementara untuk proses pembangunan resort akan diserahkan kepada Direktur Utama yang berada di cabang Bali. Sang dirut harus melaporkan perkembangan pembangunan setiap pagi pada jam 08:00 selama 30 menit melalui Zoom meeting dengan Giovani dan beberapa petinggi perusahaan.
Mengenai 4 pria yang melecehkan Cecilia secara verbal, kabar terakhir yang Darren dengar adalah mereka semua mendapatkan hukuman mutasi untuk bekerja di pulau terpencil. Tentu saja keempat tidak akan bersatu lagi di dalam sebuah kantor, karena pihak HRD mengirimkan mereka ke pulau yang berbeda.
Darren juga merekomendasikan Bli Nyoman untuk menjadi staf kantor yang sedang diproses oleh HRD pusat. Kemungkinan besar Bli Nyoman akan menempati posisi di bagian data entry. Karena ternyata pria itu cakap mengoperasikan komputer meskipun hanya level dasar.
"Terima kasih, Pak Darren karena telah membuat saya menjadi pegawai kantoran," ucap pria asli Bali itu yang saat mereka bertiga sedang makan siang.
"Tidak usah berterima kasih karena Bli pantas mendapatkannya," sahut Darren dengan menunjukkan senyuman.
"Orang tua saya sangat bersyukur karena anak pria satu-satunya mereka akhirnya bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang layak," ucap Bli Nyoman dengan mata berbinar.
"Memangnya gaji supir perusahaan di Bali berapa?" tanya Darren yang penasaran.
"Gaji para supir di sini hanya Rp 3.000.000,- dan jika sakit dipotong Rp 50.000,- meskipun sudah ada surat sakit dari dokter," jawaban Bli Nyoman membuat Darren terkejut.
Segera saja dia menendang kaki Cecilia yang sedang asyik memakan tonkatsu ramen. Cecilia berdecak kesal dan menatap Darren dengan garang. Namun tak lama gadis itu mengerti jika itu kode pria itu untuk mendapatkan atensinya.
"Kenapa perusahaan memperlakukan supir seperti itu? Memangnya kantor pusat di Jakarta juga memberlakukan hal yang sama dengan memotong gaji supir meskipun sudah mengantongi surat sakit dari dokter?" tanya Darren sambil menatap Cecilia.
"Untuk itu saya juga tidak mengetahui dengan pasti. Mungkin lebih baik Bapak tanyakan saja sama Pak Syarifudin selaku manager HRD," jawab Cecilia dengan nada datar.
"Saya menyesal telah bertanya kepada kamu," celetuk Darren setelah menghela nafas berkali-kali.
"Kalau begitu lebih baik mulai sekarang Bapak tidak bertanya lagi kepada saya," sahut Cecilia dengan sinis.
"Pokoknya saya berterima kasih atas kesempatan yang telah diberikan oleh Pak Darren dan saya akan berusaha sebaik-baiknya untuk melakukan pekerjaan ini." Sambar Bli Nyoman yang tahu jika Darren akan kembali menimpali ucapan Cecilia.
"Kalau begitu berusahalah dengan sebaik-baiknya, siapa tahu saja ada kesempatan untuk dipindahkan ke kantor pusat di Jakarta," Bli Nyoman kembali memandang Darren dengan sorot mata penuh semangat.
Sepertinya tidak buruk juga jika Bli Nyoman dapat menjadi orang kepercayaannya yang dapat membantu di kantor pusat. Apakah ini artinya dia harus berbicara dengan Pak Syarifudin, manager HDD setibanya di Jakarta?
"Lebih baik Bapak batalkan niat itu. Jangan sampai Bapak dicap nepotisme oleh para pegawai," ucap Cecilia dengan berbisik saat Bli Nyoman menoleh ke arah lain.
"Kamu ini hobi sekali merusak kesenangan," timpal Darren dengan ketus yang direspon gedikan bahu oleh Cecilia.
Tak ingin memperpanjang perdebatan yang tidak perlu, Darren segera menghabiskan sisa Shoyu ramennya.
Seminggu berlalu dengan cepat, akhirnya mereka berdua akan meninggalkan pulau Dewata ini. Bli Nyoman yang sudah bekerja di kantor tentu saja tidak dapat mengantarkan mereka dan digantikan oleh seorang pemuda yang lebih muda dari pria itu.
Kemarin malam, mereka bertiga menghabiskan waktu untuk makan seafood di restoran yang memiliki konsep alam terbuka di daerah Ubud. Di akhir pertemuan mereka, Bli Nyoman memberikan aku dan Cecilia cinderamata berupa baju batik khas Bali. Sebuah hadiah sederhana tapi memiliki nilai yang sangat berharga.
Darren berpesan kepada Bli Nyoman agar menjaga dirinya sebaik-baiknya saat berada di kantor. Karena bisa jadi akan ada orang yang berusaha menjegalnya karena promosi mendadak ini.
"Pak Darren dan Bu Cecilia, kita sudah sampai di bandara. Biar saya bantu membawakan barang-barang ke dalam," ucap sang supir yang membangunkan Darren dari lamunan.
Cecilia berterima kasih saat kami sudah melakukan pengecekkan terakhir dan tinggal hanya menunggu untuk terbang. Darren sebenarnya masih belum puas menjelajahi pulau ini. Tapi apa daya, pekerjaan yang menumpuk membuatnya harus merelakan dan berpikir akan kembali lagi ke pulau ini suatu saat nanti.
"Saya mau tidur selama penerbangan, jadi bisakah saya yang duduk di sebelah dalam?" tanya Cecilia saat mereka berdua memasuki pesawat.
"Terserah," jawab Darren dengan singkat.
Melihat Cecilia yang langsung terlelap mau tak mau membuat Darren juga ikut mengantuk dan memutuskan untuk memejamkan mata. Rasa lelah selama berada di Bali selama 1 bulan terakhir membuatnya terlelap. Baru saja dia tidur nyenyak sebuah guncangan hebat membangunkannya. Dengan cepat Darren membuka mata dan melihat jika Cecelia sedang berusaha untuk mendorong kepalanya yang bersandar pada bahu gadis itu. Cecilia langsung menyindir Darren yang selalu mencari kesempatan dalam kesempitan.
Sempat ada perdebatan kecil sebelum suara pramugari yang terdengar dari pengeras suara memberi tahu jika pesawat sebentar lagi akan mendarat di bandara Soekarno-Hatta. Darren memilih untuk menghabiskan sisa penerbangan ini dengan membaca sebuah buku biografi dari seorang atlet terkenal. Buku yang pada 3 hari yang lalu dia beli di sebuah toko buku offline.
Pak Ridho yang sudah mengetahui kabar kepulangan keduanya sudah menunggu di dalam bandara dan berteriak keras saat melihat keberadaan Cecilia. Raut wajah pak Ridho yang bahagia saat melihat Darren membuatnya mengernyit heran. Bahkan dia merasa jika pria berkulit legam ini jauh lebih ramah daripada saat sebelumnya.
"Terima kasih, Den. Atas hadiah motor maticnya, saya jadi tidak bingung kalau harus pulang malam-malam," ucap Pak Ridho dengan antusias.
Darren sontak menjentikkan jari saat mengingat hari di mana dia dan Cecilia pergi ke showroom dan membeli motor atas nama Pak Ridho dengan berbekal fotokopi KTP dan akte yang dia peroleh dari bagian HRD. Darren bahkan sengaja memerintahkan Pak Ridho untuk berlibur sehari.
"Tidak usah berterima kasih, Pak. Motor itu akan membantu Bapak untuk cepat sampai ke rumah untuk menjemput saya. Jadi jangan terlalu dipikirkan ya, Pak," sebuah senyuman yang Darren berikan mampu membuat Pak Ridho berhenti mengucapkan terima kasih.
"Jadi ada kejadian apa selama saya dan Cecilia berada di Bali?" tanya Darren begitu memasuki mobil.
"Tidak ada hal yang serius, Pak. Oh iya, kabar mengenai Mbak Cecilia yang diperlakukan dengan kurang ajar juga sudah menyebar dengan cepat di kantor dan ada pro dan kontra juga," Darren sempat melirik ke arah Cecilia yang hanya bereaksi datar mengenai kabar ini lalu menghela nafas dalam.
Terbuat dari apakah hati gadis ini, sehingga dia dapat tenang menghadapi semua ancaman dan pelecehan yang dialami oleh dirinya.
"Bisa ceritakan lebih jelas pro dan kontra mengenai Cecilia?" pinta Darren cepat.
Pak Ridho bercerita jika pihak yang mendukung Cecilia sepakat jika pria yang melecehkan perempuan itu sudah sepatutnya mendapatkan hukuman. Sementara pihak yang bertentangan dengan Cecilia terang-terangan mencibir kelakuan gadis ini yang selalu mencari musuh dan tidak mau mengalah dengan siapapun.
"Itu sudah menjadi resiko saya semenjak menjadi sekretaris dari Pak Giovani. Saya tidak punya waktu untuk meladeni semua gosip miring yang menimpa saya, lebih baik waktunya saya gunakan untuk melakukan pekerjaan yang jelas lebih bermanfaat," ucap Cecilia dengan nada datar dan tidak melepaskan pandangan pada layar tabletnya.
"Tapi Mbak, bukan sekali dua kali saja Mbak mendapatkan ancaman dan perlakuan seperti ini. Jujur saja, kami yang mendukung Mbak sangat khawatir suatu saat nanti Mbak akan terjatuh pada perangkap yang mereka siapkan," timpal Pak Ridho dengan nada khawatir.
"Jangan cemaskan saya, karena itu akan memberatkan langkah saya menjadi tamengnya Bapak Giovani," sahut Cecilia dengan nada datar.
"Apa maksud dari perkataan kamu menjadi tamengnya Ayah?" tanya Darren dengan nada yang agak tinggi.
"Bapak pikir posisi Pak Giovani aman-aman saja selama ini? Kalau saya tidak menjadi tameng beliau, posisi Pak Giovani sudah lama diduduki oleh orang lain. Jadi jangan berpikir menjadi CEO Sanjaya Group itu mudah!" jawabnya dengan nada yang tidak kalah tinggi.
"Tapi apa perlu sampai kamu mengorbankan diri dengan menjadi tamengnya Ayah?'' tanya Darren kembali disertai rasa nyeri di dalam d**a, tidak menyangka dibalik sikap sang ayah yang tenang sebagai CEO justru menyimpan banyak bahaya.
"Setidaknya itu setimpal dengan bayaran yang saya terima setiap bulannya," sahut Cecilia dengan sinis.
Darren terdiam karena tidak dapat lagi menyahuti perkataan Cecilia, dia hanya dapat memandang wajah gadis yang kembali larut dalam pekerjaannya itu. Apakah ini salah satu alasan saat Giovani bilang jika Cecilia adalah sekretaris terbaiknya? Tubuh mungil yang sering dipaksakan memakai sepatu hak tinggi. Apakah itu juga yang menjadi alasan Cecilia agar dia tidak dipandang remeh oleh orang-orang yang berada di sekitarnya?
Darren kembali terkejut saat menyadari jika dia sangat mengkhawatirkan gadis ini lebih dalam. Apakah ini artinya dia sudah memiliki perasaan terhadap gadis angkuh ini?