Darren yang baru pertama kali pergi ke tempat kost Cecilia hanya memandang punggung gadis yang sedang memasuki bangunan berlantai 4 itu yang sudah terbilang lama, terlihat dari cat dindingnya yang mulai pudar dan mengelupas di mana-mana. Menurut pak Ridho kamar Cecilia berada di lantai 3 membuatnya membayangkan jika setiap hari gadis itu harus naik turun dengan sepatu hak tingginya. Pantas saja jika kedua kaki Cecilia sering protes dan mengalami cedera karena dipaksa untuk menumpu beban tubuhnya dengan posisi yang tidak seimbang.
Apakah kali ini Cecilia akan menuruti perkataan dokter Gusti agar tidak memakai sepatu hak tinggi ataukah dia akan mengabaikannya? Dan lagi mengapa Cecilia begitu insecure mengenai tinggi badannya itu. Bukankah dia disegani banyak orang karena kemampuannya itu? Bahkan ayah juga kerap memuji-muji cara kerjanya. Pikir Darren.
"Kenapa Aden melihat tempat kost Mbak Cecilia seperti itu?'' pertanyaan Pak Ridho membuat Darren tersadar dari lamunan dan segera berkata jika tempat kos Cecilia yang menurutnya kurang aman bagi seorang wanita.
Pak Ridho lantas menjelaskan meskipun bangunan kost Cecilia terlihat tidak aman tapi tidak pernah ada tindak kekerasan selama gadis itu tinggal selama 6 tahun terakhir. Sambil melihat pak Ridho yang mulai melajukan mobil meninggalkan daerah yang terbilang cukup padat ini, Darren bertanya apakah rumah orang tuanya Cecilia jauh dari kantor sampai dia harus tinggal di tempat kost?
"Kalau yang itu saya kurang tahu, Den, Mbak Cecilia sangat tertutup orangnya. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di kantor untuk bekerja dan jarang sekali berkumpul dengan sesama pegawai," terang Pak Ridho.
Jadi gadis itu membentuk dirinya memang tidak dapat dijangkau oleh orang lain, pantas saja jika ada rumor miring yang menerpa dirinya. Pikir Darren dalam hati.
Darren akhirnya memilih untuk memejamkan mata setelahnya karena lelah dan kantuk yang masih mendominasi. Sampai Pak Ridho membangunkan dengan perlahan ketika mereka sudah tiba di tujuan. Pak Ridho juga berkata jika akan datang lagi kemari pada besok lusa untuk mengantarkan aku ke kantor. Ternyata sang ayah masih punya hati juga untuk membiarkannya beristirahat selama 1 setengah hari sebelum menghadapi banyaknya pekerjaan yang sudah menanti.
"Darren, kamu sudah pulang. Mau langsung istirahat atau makan dulu?" tanya Regina saat melihat sang putra yang masuk dengan menggeret sebuah koper.
"Aku mau mandi baru setelah itu makan," jawab Darren sambil menerima segelas jus berwarna hijau yang sepertinya baru saja dibuat oleh Regina yang mengangguk paham.
Setelahnya wanita itu bertanya apa yang mau Darren makan sebagai menu makan siang yang sudah terlambat ini. Kari ayam dengan kuah yang gurih langsung terbayang dalam benak Darren. Regina pun mengatakan akan meminta salah satu art untuk membelikannya karena waktunya tidak akan cukup jika dia mulai memasak saat ini.
Pancuran air dingin yang menyegarkan langsung membuat tubuh Darren terasa rileks, tapi entah kenapa bayangan kulit tubuh Cecilia yang putih dan mulus dengan kurang ajarnya terlintas dalam benaknya dan membuat dia memperbesar pancuran air untuk mengenyahkan pikiran kurang ajar itu. Namun sia-sia saja karena wajah Cecilia yang memerah yang berada di atas tubuhnya mendominasi pikirannya seakan mengejek Darren.
"Arrggghh!"
Dengan kasar Darren meninju dinding kamar mandi karena frustasi akan apa yang dia rasakan saat ini. Rasa sakit pada kepalan tangannya berhasil mengenyahkan bayangan Cecilia dengan pose sensual.
Ternyata meskipun dia berhasil menghindari dosa itu, nyatanya malah membuatnya semakin memikirkan sosok Cecilia yang mungkin hanya dia perlihatkan kepada Darren. Dengan cepat dia menyelesaikan mandi dan beranjak tidur. Rasa lapar yang sejak tadi dia rasakan
juga ikut menguap bersama dengan bayangan Cecilia yang menghilang.
Pagi ini Darren sudah siap dengan kemeja katun berwarna hitam dengan celana panjang bahan yang senada dengan atasannya. Giovani dan Regina sudah berada di meja makan dan sedang melakukan panggilan video dengan Intan yang ternyata harus tinggal lebih lama lagi di Perth. Pantas saja Intan tidak mengunjunginya di Ubud sesuai dengan waktu yang telah direncanakan sebelumnya.
"Kak Intan betah di sana? Jangan-jangan ada rencana buat jadi warga negara sana," goda Darren yang tak ditanggapi oleh Intan.
Darren tersentak saat Intan terlihat seperti mengalihkan pembicaraan dan sering menampakkan raut wajah sedih walau hanya sepersekian detik. Tingkah laku sang kakak semakin mencurigakan saja. Tadinya dia ingin terus menginterogasi Intan tapi Cecilia sudah datang, terdengar dari suara ketukan sepatunya yang beradu dengan lantai.
Gadis keras kepala ini benar-benar tidak dapat dipisahkan dengan sepatu hak tinggi rupanya. Apakah dia merasa akan mati jika tidak memakai sepatu yang tingginya tidak masuk akal itu? Gerutu Darren dalam hati
"Ayah harus memberitahukan Cecilia supaya dia tidak memakai sepatu hak tinggi karena dokter ortopedi yang ada di Ubud sudah mewanti-wanti dia jika suatu saat tidak akan dapat berjalan andaikan salah satu syarat di kakinya putus," ucap Darren dengan ketus.
"Ayah sudah seringkali memberi tahu dia, Darren. Hanya saja Cecilia terlalu keras kepala untuk dinasehati," sahut Giovani yang juga terlihat kesal akan kelakuan sekretarisnya.
"Saya akan bertanggung jawab atas diri saya sendiri. Jadi kalian tidak perlu khawatir jika seandainya terjadi sesuatu dengan saya. Tapi dapat saya pastikan, pekerjaan saya tidak akan terbengkalai seandainya saya harus meninggalkan Sanjaya Group," ucapan Cecilia memutuskan pembicaraan antara Darren dan sang ayah.
Gadis itu memandang keduanya dengan tatapan tajam dan tidak ingin terbantahkan. Akhirnya Giovani dan Darren hanya dapat membiarkan sifat Cecilia yang keras kepala.
'Baiklah! Kalau itu yang dia inginkan, maka aku akan menurutinya, dan bukankah sebelumnya dia berkata akan bertanggung jawab atas dirinya sendiri? Jadi aku tidak akan mencampuri urusannya lagi,' Rutuk Darren dalam hati.
Bahkan saat mereka memasuki gedung kantor, bisik-bisik dan tatapan tajam yang mengarah kepada Cecilia nyatanya tidak membuatnya gentar. Yang ada gadis ini semakin melangkah dengan kepercayaan diri yang tinggi. Cecilia juga membungkam mulut orang-orang yang menyindirnya sok suci ataupun mencari muka di depan Giovani.
"Kalau ingin berada di posisi sekertaris CEO, maka kalian harus berusaha lebih keras untuk menjatuhkan saya," ucap Cecilia dengan nada yang dapat membuat gemetar orang-orang.
Dengan langkah kakinya yang anggun dan penuh percaya diri, Cecilia berjalan di depan Darren seakan menegaskan jika dia adalah seseorang yang tidak dapat dikalahkan dengan cara apapun. Tinggi tubuhnya yang menjulang akibat bantuan sepatu hak tinggi juga semakin mempertegas kesan pejuang dalam diri Cecilia.
Raga Darren memang berada di dalam ruangan kantor, tapi tidak jiwanya yang terus menerus memikirkan Cecilia dan segala sesuatunya. Cecilia selalu dapat membuat jantung Darren seakan lepas dari tempatnya. Mulai dari tabiatnya yang selalu mencari ribut dengan orang lain, maupun saat dia tidak berdaya karena sakit. Ditambah pula, sekarang mereka sedang berduaan saja yang otomatis wangi parfumnya yang lembut namun membuat Darren mabuk kepayang selalu tercium oleh hidungnya.
Berulang kali Darren menarik dan menghembuskan nafas agar tidak hilang kendali dan menarik tubuh mungil itu ke dalam pelukan. Darren, apa yang kamu lakukan? Bisa-bisanya kamu menyukai sekertaris ayah yang memiliki sikap keras kepala seperti ini. Makinya dalam hati saat menyadari hanya Cecilia yang mendominasi pikirannya.
"Apa Bapak mau istirahat sebentar?" tanya Cecilia yang sepertinya sadar jika Darren menghela nafas berkali-kali.
Gadis ini melihat Darren dengan tatapan yang sulit dimengerti. Perpaduan antara rasa marah, jengkel dan ... sedih yang menjadi satu. Tapi jika benar apa yang dia tafsirkan, untuk apa Cecilia menatapnya dengan sorot mata sedih seperti itu?
"Ya saya butuh istirahat agar pikiran saya kembali lurus," sahut Darren sambil menyugar rambut ke belakang.
Cecilia hanya mengangguk dan membiarkan Darren larut dalam pikiran, sementara dia masih bertahan duduk di sofa dan melanjutkan pekerjaannya. Gadis yang terlihat serius itu sangat cantik dengan segala pesonanya. Mata Darren seakan tidak pernah bosan untuk mengagumi kecantikannya.
"Pak Darren, ada seorang tamu yang ingin menemui Bapak," Suara Irene terdengar melalui interkom, gadis pemalu itu sudah kembali menjadi sekretarisnya.
Darren langsung menatap ke arah Cecilia, meminta petunjuk kira-kira siapa yang bertamu. Sayangnya gadis itu juga tidak memiliki gambaran siapa tamu itu sehingga langsung menggelengkan kepalanya.
"Oh ya, suruh dia masuk sekarang. Kamu juga nanti bawakan teh dan makanan kecil untuk tamu saya," ucap Darren sebelum menekan tombol off.
Tak lama kemudian suara ketukan pintu terdengar dan Cecilia dengan cepat membuka pintu itu. Darren yang sejak tadi penasaran dengan siapa yang bertamu langsung terbelalak saat mendapati seorang gadis bule dengan rambut pirang dan mata biru berjalan di belakang Irene.
Kathleen, dia datang untuk menemuinya setelah sekian lama mereka berpisah dan Darren sempat melupakannya karena kesibukan. Dan...juga rasa yang mulai tumbuh untuk Cecilia.