Beberapa minggu sebelum kepulangan Darren ke Jakarta.
"Cecilia, bisa kamu ke ruangan saya sebentar?" Suara Giovani yang terdengar jelas melalui interkom membuat gadis itu menghentikan ketikan di komputernya.
Setelah merapikan penampilannya di cermin bundar yang selalu tersimpan di laci meja kerja, dia segera beranjak menuju ke ruangan bos besar tempatnya bekerja selama 7 tahun terakhir setelah lulus dari SMA.
"Silahkan duduk." Titah Giovani dengan nada tegas saat Cecilia selesai mengetuk pintu dan memberikan sapaan.
Giovani sedang memeriksa beberapa berkas yang akan ditandatangani olehnya. Kacamata yang bertengger di wajahnya semakin membuat pria yang lebih tua dari sang ayah terlihat semakin berkharisma
Jangan salah mengira jika Cecilia memendam rasa kepada atasannya. Dia hanya mengaguminya sebagai sosok kepala keluarga yang bertanggung jawab dan setia kepada istrinya, hanya itu.
"Cecilia, saya punya tugas untuk kamu. Sebentar lagi anak bungsu saya akan segera menyelesaikan S2-nya di Boston dan saya akan menjadikan dia pewaris Sanjaya Group," ucap Giovani setelah selesai dengan berbagai dokumen yang ada di atas meja.
"Tapi?" tanya Cecilia yang tahu jika Giovani masih menyimpan banyak keresahan. Terlihat dari guratan pada dahinya yang semakin dalam.
"Darren sebenarnya tidak mau menjadi CEO dan saya ragu jika sekertaris yang sudah lolos tidak akan dapat menangani sifat keras kepalanya," tutur Giovani dengan nada lesu.
"Jadi apa yang Bapak inginkan dari saya?" tanya Cecilia yang masih belum memahami maksud dari sang CEO ini memanggilnya.
"Saya ingin kamu yang menjadi mentor dari Darren setelah dia pulang karena saya akan menunjuk langsung dia sebagai wakil CEO." Cecilia tersentak saat mendengar permintaan yang menurutnya tidak masuk akal itu.
Mana mungkin dia yang hanya tamatan akademi menjadi mentor seorang yang sudah lulus S2. Rasanya seperti ayam yang mencoba untuk memangsa rakun.
"Apa tidak terlalu cepat untuk orang yang tidak memiliki minat untuk mengelola Sanjaya Group menjadi wakil CEO?" tanya Cecilia dengan bingung.
"Kamu sendiri sudah tahu sistem di Sanjaya Group kayak bagaimana, kan? Dengan mengangkat Darren menjadi wakil CEO itu sudah menyatakan jika dia akan menjadi CEO menggantikan saya dan itu akan membuat para dewan direksi dan pemegang saham menjadi tenang karena masih ada penerus saya. Mereka tidak akan senang jika saudara saya yang akan mengambil alih Sanjaya Group," ucap Giovani kembali.
Cecilia menghela nafas saat mendengar perkataan dari Giovani. Sudah terbayang hari-hari ke depan yang harus dia lalui saat menjadi mentor dari tuan muda Sanjaya itu. Padahal dia lebih bahagia jika seandainya Intan yang akan CEO menggantikan Giovani. Tapi sayangnya hanya laki-laki yang dianggap sebagai pewaris sah dalam keluarga Sanjaya sejak 2 generasi lalu. Ciri khas keluarga patriarki meskipun Cecilia yakin Giovani dan istrinya sudah berpikiran modern.
"Saya tahu tugas ini akan berat untuk kamu jalani, apalagi Darren lebih tua setahun dari kamu. Saya khawatir dia akan menganggap remeh karena kamu yang masih muda," Giovani kembali berkata setelah menghembuskan nafas berkali-kali.
"Memang kenyataannya juga seperti itu, banyak yang meremehkan saya di perusahaan ini dan dengan terang-terangan mengatakan saya adalah anak kemarin sore. Kalau saja Bapak tidak memberikan mandat yang jelas kepada saya, sudah pasti saya akan kalah menghadapi para b******n itu," ucap Cecilia yang memang tanpa filter dalam mengumpat seseorang yang tidak dia sukai.
Memang harus Cecilia akui yang dia ucapkan barusan sangat tidak sopan untuk diperdengarkan kepada seorang CEO dari sebuah grup yang besar, tapi memang inilah karakternya sejak awal dia mengemban jabatan sebagai sekretaris Giovani. Julukan sekretaris dingin dan tajam dalam berkata-kata melekat dengan sempurna pada dirinya.
Awalnya Cecilia menahan diri untuk mengumpat di depan Giovani yang ternyata disadari oleh pria paruh baya itu, dengan penuh kesabaran dia bertanya apa yang membuat sang sekretaris terlihat jengkel saat bekerja. Dan dengan jujur Cecilia berkata jika ingin mengucapkan umpatan kasar terhadap orang yang tidak mau dan sepakat untuk kemajuan Sanjaya Group.
"Lakukan apa yang menurut kamu baik asalkan kamu dapat mempertanggungjawabkan perbuatan kamu." Hanya kalimat itu yang Giovani ucapkan dan itu membuat Cecilia yakin untuk membentuk image sekertaris yang angkuh dan tanpa ekspresi.
"Kalau saja mereka tahu sifat asli kamu ini orang yang gampang meledak-ledak sudah habis kamu dijatuhkan oleh orang-orang yang mengincar kelemahan kamu. Cecilia, saya berharap agar kedepannya kamu lebih dapat mengendalikan emosi dan tidak mengeluarkan kata-kata yang kasar," komentar Giovani sambil menggelengkan kepalanya.
"Kapan saya pernah berkata yang kasar sama Bapak?" tanya Cecilia sambil mengernyitkan dahi.
"Memang kamu tidak pernah berkata kasar kepada saya tapi dengan orang lain yang bersitegang dengan kamu. Cecilia, umur manusia tidak ada yang tahu karena itu kamu tidak boleh menimbulkan permusuhan," ucap Giovani dengan pandangan menerawang.
Cecilia mengamati wajah tua yang dipenuhi oleh keriput dan menyadari sesuatu lalu menyampaikannya kepada pria yang masih terpekur di dalam lamunannya.
"Bapak Gio tidak ada nafsu makan ya akhir-akhir ini? Saya perhatikan Bapak agak kurusan," ucap Cecilia yang menyadari jika bobot tubuh Giovani menyusut banyak.
"Namanya orang tua sudah tidak dapat makan banyak, itu hal yang alamiah. Lagipula istri saya sekarang rutin memberikan jus buah yang dicampur dengan sayuran. Dan juga dia memberikan saya sari pati ayam, sapi dan ikan 2 hari sekali," imbuh Giovani yang lalu melepaskan kacamatanya.
"Jadi Cecilia, saya mohon jadilah mentor untuk Darren. Perlakukan dia dengan keras dan jangan ada rasa kasihan sebab pelantikan CEO yang baru harus dilakukan dalam waktu kurang dari 2 tahun.'' Sambung Giovani kembali.
Gila! Apa apa yang membuat Giovani ingin cepat pensiun dalam waktu 2 tahun dan mempercayakan Sanjaya Group kepada orang yang dia sangsi dapat dengan benar melaksanakan tanggung jawabnya.
"Kamu tidak usah khawatir Cecilia, meskipun Darren itu anak yang keras kepala dan sulit diatur saya yakin jika dia memiliki potensi untuk memajukan Sanjaya Group," ucap pria yang sudah dipenuhi rambut putih di seluruh kepalanya.
Kalau sudah begini Cecilia hanya dapat melakukan permintaan dari sang CEO. Baiklah, sekarang adalah waktu yang tepat untuk mencari profil sang tuan muda.
Semua media sosial miliknya sudah Cecilia stalking dengan akun fake, setidaknya musuhnya tidak boleh mengetahui jika dia sedang memata-matainya. Saat sedang menggulir foto-foto di akun yang memiliki warna orange, Cecilia melihat foto pria muda yang sedang bersama dengan teman-temannya ataupun foto berdua dengan seorang gadis bule. Tidak pernah dia temukan foto sang tuan muda yang sedang seorang diri saja.
Cecilia mengamati pria yang sedang merangkul gadis yang memiliki rambut pirang dan netra biru dan terlihat sekali jika sang tuan muda sangat mencintai kekasihnya. Apakah pria ini akan sudi untuk kembali pulang ke Jakarta dan meninggalkan perempuan yang sangat berarti baginya?
Memikirkan ini membuat kepalanya berdenyut nyeri, sungguh permintaan konyol yang pernah dilontarkan oleh Giovani. Lagipula sekarang ini sudah zaman persamaan gender jadi mengapa para tetua itu masih mempermasalahkan sang pewaris yang harus adalah laki-laki? Umpat Cecilia dalam hati.
"Cecilia, sudah waktunya makan siang kamu mau ikut kami makan atau pesan lewat aplikasi?" Suara rekan sesama sekertaris membuat Cecilia menoleh dan terlihat 5 perempuan yang bersolek sangat tebal melebihi dirinya.
"Aku minta dibelikan OB saja, masih banyak pekerjaan yang aku harus selesaikan," tolaknya secara halus.
"Sayang sekali padahal kami mau mencoba restoran Jepang yang baru dibuka di dekat sini," ucap salah seorang diantaranya.
"Ya mau bagaimana lagi, pekerjaanku masih menumpuk dan harus diselesaikan secepatnya." Sahut Cecilia yang mulai berkutat lagi dengan komputernya.
Terdengar suara decakan kesal diantara 5 orang ini dan dia lebih memilih untuk tidak memperdulikannya lalu memanggil seorang OB yang kebetulan melintas di depan kubikel kerjanya. Gadis itu menyerahkan selembar uang bergambar Soekarno Hatta sambil menyebutkan pesanannya.
Suara ketukan sepatu yang beradu di lantai menimbulkan suara yang cukup mengganggu telinga Cecilia. Mereka semua melangkah dengan menghentak-hentak kaki seperti itu jika sedang kesal. Kalau didengar oleh Giovani atau Intan, Cecilia jamin kelimanya akan mendapatkan wejangan yang sangat panjang.
"Ini Bu, pesanannya. Nasi goreng seafood pedas dan es Thai tea. Ini kembaliannya."
Karena terlalu khusyuk membuat laporan membuat Cecilia tidak menyadari jika seorang OB sudah tiba dan membawakan makanan yang dipesannya.
"Simpan saja kembaliannya, anggap saja sebagai upah cape membelikan pesanan saya."
Cecilia melihat sang OB hendak berkata namun ponselnya tak lama berbunyi dan dia segera mempersilahkan pemuda itu untuk kembali ke ruangan lalu mengusap ikon gagang telepon berwarna hijau.
"Cecilia, kapan kamu akan pulang? Sudah 4 bulan kamu tidak kemari." Suara Ivone yang kesal langsung menyapa telinganya.
"Ma, Cecilia sedang sibuk-sibuknya beberapa bulan ini jadi belum bisa pulang, kan yang penting Cecil sudah transfer setiap bulan," jawabnya sambil menghela nafas.
Dia sudah sangat lapar tapi menerima telepon dari Ivone otomatis akan membuat perutnya begah setelah ini.
"Cecil, ini penting karena ada pria yang mau bertemu dengan kamu," Ivone berkata dengan nada memerintah.
"Ma, berapa kali Cecil bilang kalau Cecil paling tidak suka dijodohkan. Lagian dalam waktu dekat Cecil dapat tugas penting dari bos Cecil jadi semakin akan sulit pulang," tolaknya dengan cepat.
Membayangkan menikah dalam waktu dekat membuat Cecilia semakin kesal saja.
"Cecil, kamu ini ada cara gampang buat lepas dari kesulitan malah cari jalan yang susah...."
"Mama! Stop membicarakan hal itu, Cecil lagi makan siang dan sebentar lagi akan bekerja. Jadi Cecil akan mematikan sambungan telepon ini," Cecilia memotong ucapan Ivone dan segera menekan tombol merah.
Biar saja sang ibu marah-marah tidak jelas. Siapa suruh menjodohkan dirinya seakan zaman ini masih zaman Siti Nurbaya?
Cecilia menghembuskan nafas berkali-kali setelah meletakkan ponsel di meja. Sepertinya tawaran Giovani akan dia terima tentunya dengan meminta sedikit imbalan. Catat! Sedikit imbalan saja.