Loh koq kamu sudah pulang sebelum magrib. Bukannya syutingnya sampai jam 5?" Giovani yang melihat Darren pulang segera bertanya.
Darren duduk di samping sang ayah untuk melepas penat sebelum mandi dan makan malam. Tak lama kemudian, Mbok Tinah datang membawa secangkir teh kamomile yang harum dan membuatnya merasa lebih rileks.
"Aku memutuskan pulang sebelum selesai syuting. Yah, jujur aja melihat Tobias yang sombong itu membuat aku bertanya-tanya siapa sih yang mengajukan dia sebagai model. Cecilia juga kelihatan sekali tidak suka dengan dia. Sepertinya Tobias itu mantan pacarnya teman Cecilia," ucap Darren sambil menyeruput perlahan teh yang masih panas itu.
"Ah, sepertinya yang mengajukan Tobias itu pihak marketing. Dan apakah gadis yang dimaksud itu Daisy?" Tanya Giovani dengan mata tertuju pada layar TV yang menunjukkan berita tentang pendaftaran calon presiden yang akan dilakukan kurang lebih 6 bulan lagi.
"Ayah kenal?" tanyanya dengan nada terkejut.
"Ayah hanya tahu sekilas tentangnya dan bisa jadi juga karena kematian Daisy, kepribadian Cecilia menjadi seperti ini. Awal dia masuk Ayah sudah tahu jika watak Cecilia itu keras dan ditambah dengan peristiwa itu semakin membuatnya menjadi keras dan tidak ingin mengalah," Darren tercengang saat Giovani selesai berkata. Tidak menyangka jika orang yang diremehkan oleh Tobias sudah berbeda alam dengannya.
"Jadi temannya Cecilia yang namanya Daisy itu sudah meninggal, Yah? Kalau begitu kenapa Cecilia tidak menjawab yang sebenarnya saat Tobias kemarin bertanya tentang Daisy," Darren mengemukakan apa yang ada di dalam pikirannya.
"Kalau itu Ayah juga kurang tahu, hanya saja memang saat Daisy dinyatakan meninggal oleh dokter, Cecilia sempat murung dan berdiam diri selama beberapa hari," ucap Giovani dengan mata yang semakin fokus melihat beberapa orang yang akan menjadi calon presiden.
"Kalau boleh tahu, kejadian apa yang buat Cecilia gemar sekali memakai sepatu hak tinggi?" Tanya Darren yang langsung teringat jika kedua tumit Cecilia masih mengeluarkan sedikit darah.
Giovani hanya terdiam sesaat dan mengatakan jika itu adalah masalah pribadi Cecilia dan dia tidak berhak untuk mengumbar aib Cecilia. Darren mengangguk sejenak sebelum pamit sebentar ke kamar untuk mandi dan akan turun kembali saat makan malam.
Sambil mandi, Darren merenung tentang pertemuan pertama mereka yang tidak begitu menyenangkan dan berakhir dalam sebuah perdebatan. Namun, beberapa hari bersamanya mulai membuat Darren memahami karakter Cecilia. Gadis itu ternyata takkan menunjukkan sifat keras kepala jika tidak diusik terlebih dahulu. Dia juga tidak takut mengungkapkan pikirannya dan berdebat dengan siapa pun, bahkan jika orang yang dihadapinya jauh lebih tua dari Cecilia sekalipun.
Apakah dia akan dapat bekerja dengan orang yang memiliki tabiat keras kepala dan tidak mau mengalah seperti gadis angkuh itu? Namun biar bagaimanapun juga dia harus tetap bersama dengan Cecilia 3 bulan saat di Bali nanti.
Darren menghentikan mandi saat melihat kulit tangannya yang mulai berkerut akibat terlalu lama terkena air. Setelah memakai baju, perutnya terasa lapar, tapi mengingat rasa makanan di rumah ini yang kurang garam dan gurih membuat Darren menghela nafas. Bagaimana caranya agar dia dapat menikmati makanan?
Keanehan yang terjadi pada Giovani dan Regina juga harus secepatnya dia cari tahu apa penyebabnya. Jangan sampai dia merasa seperti orang asing di rumah orang tuanya sendiri.
"Darren, ayo kamu pasti bisa melakukannya," ucap Darren sembari mensugesti diri sebelum keluar dari kamar.
Di ruang makan, Darren melihat Intan yang baru pulang dari Jogjakarta. Beberapa bingkisan sudah tertata rapi di ruang keluarga dan menunggu untuk dibagikan setelah makan malam usai.
"Aku langsung naik ke kamar setelah makan malam. Rasanya bekerja di luar kantor membuat tenaga aku terkuras banyak," ucap Darren saat Regina mengambilkan nasi dan lauk di piring ayah.
Intan tersenyum dan berkata akan membawakan oleh-oleh yang dia bawa ke kamar sang adik nanti. Tak lama kemudian mereka berempat memulai makan saat Giovani selesai memimpin doa untuk memberkati makanan yang akan mereka santap.
***
Regina begitu cerewet seminggu sebelum Darren berangkat ke Bali. Mulai dari meminta sang putra meminum jus sayur dan buah dua kali sehari, multivitamin satu kali sehari, melarang Darren minum kopi, sampai mengingatkan tentang hal-hal yang paling kecil sekalipun. Mendengarnya saja sudah membuat Darren merasa seperti anak SMP yang akan pergi ke luar kota untuk liburan.
Apakah Regina lupa jika dia tinggal sendirian selama 8 tahun di negara orang? Meskipun begitu, Darren menikmati juga perhatian dari sang bunda. Bulan-bulan pertama di Boston membuatnya homesick dan merindukan kasih sayang kedua orang tuanya. Meskipun Darren ingin sekali agar mereka datang, namun dia memendam niat itu dalam hati mengingat Giovani sangat sibuk mengurus Sanjaya Group. Oleh karenanya, dia menguatkan hati dan mencoba sebisanya untuk mengurangi rasa rindu terhadap keluarga dan teman-teman.
"Darren, kamu tidak lupa bawa jaket kan?" tanya Regina saat masuk ke dalam kamarnya.
"Sudah bawa, Bunda, lagipula di sana kan panas. Sepertinya jaket itu tidak akan terpakai," jawab Darren yang sedang memasukkan beberapa barang kecil di dalam tas ransel.
"Kamu hati-hati di sana, ya," ucap Regina kembali.
"Bunda ini lucu deh, aku 8 tahun sendirian tinggal di negara orang, Bunda nggak terlalu khawatir. Sekarang aku hanya 3 bulan di Bali, Bunda khawatir sekali," Darren tertawa kecil saat mendengar perkataan Regina.
"Entah kenapa perasaan Bunda enggak enak saja. Pokoknya hati-hati saja kamu di sana, apalagi kamu ini perginya berdua sama Cecilia. Ingat jangan macam-macam kamu sama dia." Kali ini Darren tertawa kencang, merasa lucu akan ucapan Regina.
"Bunda ini ada-ada aja mana mungkin aku tertarik sama gadis jutek yang sombong itu," ucapnya yang sekarang memegangi perut karena keram.
"Hush, kamu jangan ngomong begitu Darren, nanti kemakan omongan sendiri," tegur Regina dengan raut wajah serius.
Darren berusaha menghentikan tawa yang tidak mereda ini. Regina hanya menghela nafas panjang saat melihat kelakuannya dan akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar.
"Darren, cepat kamu tidur. Besok pesawatnya jam 9:15 pagi kan? Tahu sendiri Jakarta itu macetnya kayak gimana kalau jam masuk kerja," ucap Regina dan lalu menutup pintu kamar.
Benar juga apa yang dikatakan oleh Regina. Kemacetan di Jakarta sungguh sangat parah, dia saja setiap hari membutuhkan waktu 1 jam lebih untuk berangkat ke kantor dan hampir 75 menit ketika akan pulang ke rumah sore hari. Karena itu setelah memastikan jika persiapannya sudah rampung, Darren segera mematikan lampu kamar dan membaringkan tubuh di ranjang.
***
Sesuai dengan perkataan Regina, lalu lintas mulai padat padahal jam masih menunjuk di angka 6:30 pagi. Anak sekolah dan orang kerja yang jam masuknya hampir bersamaan itu membuat semua kendaraan yang berada di jalan raya bergerak dengan lambat.
Mereka tiba di bandara Soekarno-Hatta pada jam 08:25 dan Darren langsung mengajak Cecilia untuk sarapan terlebih dahulu karena masih tersisa waktu yang cukup. Darren tidak sempat untuk sarapan karena baru bangun jam 6:00 pagi. Mungkin pengaruh dari rasa lelah dalam beberapa hari terakhir saat mengemasi barang membuatnya tidur sangat lelap.
"Saya tidak usah sarapan, Pak. Tadi sudah makan jam 6:00 pagi," ucap Cecilia saat mereka memasuki restoran ayam fast food.
"Kamu rajin sekali udah masak pagi buta," celetuk Darren sambil melihat menu yang terpampang pada layar.
"Saya tidak masak, Pak. Beli lontong sayur yang jualan di depan kontrakan," ucap Cecilia yang kini masuk dalam antrian dan tidak membolehkan Darren ikut mengantri.
"Oh pantes aja kalau kamu udah makan pagi-pagi. Paling enggak kamu makan kentang gorengnya aja sekalian temenin saya makan," timpal Darren sambil bersedekap.
"Bapak sepertinya masih kecil ya, sampai harus ditemani makan," sindir Cecilia dengan menyunggingkan senyum sinis.
"Cecilia, saya ingin makan dengan tenang. Kenapa malah ajak berdebat, pokoknya temani saya makan. Saya bakalan enggak bisa kunyah makanan dengan baik kalau orang yang ada bersama saya itu enggak ikutan makan," tegur Darren pada gadis yang hari ini memakai sendal jepit bewarna dusty pink.
"Ya, persis seperti bocah," ucap Cecilia kembali.
"Cecilia!" Panggilan Darren yang keras membuat Cecilia tidak lagi menyahut.
Setelah makan, keduanya langsung menuju ke pesawat, sebab waktu keberangkatan hanya tersisa 10 menit lagi. Suara pramugari yang terdengar dari mikrofon tak lama terdengar. Pramugari itu menerangkan cara melakukan keselamatan jika sewaktu-waktu pesawat harus mendarat secara darurat.
Cecilia yang duduk disamping Darren segera memakai earphone dan menyalakan ipod. Kentara sekali jika gadis angkuh itu tidak ingin berbicara dengan pria yang duduk disampingnya. Darren juga melakukan hal yang sama dengan langsung berkutat dengan macbook untuk mengerjakan beberapa laporan.
Perjalanan selama kurang lebih 1 jam 50 menit pun terasa singkat saat sang pramugari memberikan pengumuman jika sebentar lagi pesawat akan mendarat di bandara I Gusti Ngurah Rai. Suasana khas Bali yang kental langsung membuat Darren terpesona. Kekayaan budaya Indonesia yang sangat beragam tidak pernah gagal untuk memanjakan tubuh dan jiwa.
Bali, we are coming. Ucap Darren dalam hati.