20

1600 Words
Dewa sudah menghabiskan cilok yang tadi, sekarang ini ia akan membeli jajanan yang lainnya. Ia melihat ada penjual nugget dan sosis. Maka dari itu sekarang ia membelinya karena ia juga sudah lama tidak membeli. Sebenarnya saat dipenjara kemarin ia sempat memakan naga dan sosis tersebut karena dipenjara pun juga ada kantin yang mana ya bisa membeli makanan seperti itu. Ia pernah membelinya beberapa kali juga. “Mari A dipilih mau yang mana sosisnya.” Ujar penjualnya sembari memberikan dirinya piring untuk menaruh sosis atau nugget pilihannya karena memang sangat banyak sekali pilihan yang disajikan oleh penjualnya. Dewa sedang memilih sosis yang akan ia beli dan selanjutnya nanti akan dimasak oleh penjualnya. Ketika ia sudah selesai memilih ia pun langsung memberikan kepada penjualnya dan menunggu sembari duduk di depan gerobak jualan tersebut. Ia masih melihat ke sekeliling lagi, lagi-lagi semuanya membuat dirinya iri karena ia hanya sendirian saja di sini. “Gas, mau ini sosis. Kita beli ini ya Gas, please di bolehin ya soalnya gua pingin banget.” Ujar salah satu perempuan yang tadi sudah melewati Dewa. “Ah ya, mau sosis Nay? Pilih aja mau makan yang mana? Iya Nay, boleh kok pilih aja." tanya lelaki yang bersama dengan perempuan itu. Dewa sempat melihat sekilas interaksi antara dua orang itu dan ia meyakini bahwa mereka berdua merupakan sepasang kekasih. Pasalnya intensitas mereka dalam berbicara dan perlakuan si cowok kepada si cewek benar-benar memperlihatkan bahwa mereka berpacaran. Jika ditanya apakah dewa iri dengan mereka? Ya, ia jujur bahwa ia akan iri dengan mereka. Pasalnya ia iri karena mereka berdua dan dirinya hanya sendiri saja. Mungkin jika ia juga berdua entah dengan siapa itu lelaki atau perempuan yang penting ia kenal ia tidak akan iri kepada mereka berdua sekarang ini. “Nay, jangan dekat-dekat sama kompornya. Nanti kecipratan minyak, mending duduk aja disini.” Ujar lelaki itu sembari memberikan bangku yang hanya tinggal satu-satunya yang tersisa. Perempuan itu pun akhirnya duduk. “Gas habis ini kita makan dulu terus kita nanti baru naik wahana yang lainnya ya. Pokoknya tetap naik wahana yang lainnya loh kalau nggak besok gue mau datang lagi dan harus sama Lo juga.” Ujar perempuan tadi. “Iya Nay sayang, anything for you.” Jawab lelaki itu dengan tersenyum. Couple goals yang pasti sering dibicarakan satu sekolah. Ah lagi pula ngapain juga gua mikirin tentang mereka. Kenal aja ga. Batin Dewa. “A udah mateng ini sosisnya. Saus sama kecapnya di diambil sendiri A.” Ujar penjual tersebut dan Dewa mengucapkan terimakasih padanya. Dewa pun langsung mengambil saus dan kecap secukupnya dan ia langsung masukkan ke dalam plastik yang sudah terisi dengan sosis dan segala macamnya itu. Setelah sudah, sekarang ini ia langsung pergi dari sana. Nayara dan Bagas masih menunggu sosis mereka masak. Ya, benar. Memang dari tadi yang dilihat oleh dewa adalah Nayara dan Bagas. Namun mereka memang tidak saling mengenal satu dengan yang lainnya. Atau mungkin mereka belum saling mengenal dan itu artinya nanti mereka akan saling mengenal satu dengan lain. Toh yang terjadi nanti tidak ada yang tahu. “Bagas, makasih ya udah bikin gue bahagia.” Ujar Nayara tersebut. “No Nay, bukan gua yang bikin Lo bahagia tapi diri Lo sendiri yang bikin Lo bahagia. Kebahagiaan itu kita ciptakan sendiri Nayara. Kalau lo bahagia ada di sisi gue itu artinya diri lo emang mau untuk bahagia. Mungkin emang bahagia itu sering datang sendiri tapi kadang juga bahagia itu menurut gue harus dikejar. Kayak kita sekarang nggak sih? Kita lagi ngejar bahagia dengan cara kita sendiri.” Ujar Bagas sembari tersenyum dengan manis. Nayara memang benar-benar membuatnya bersyukur karena memilikinya. "Ya benar, pokoknya intinya kalau gue sama lo itu udah pasti bahagia deh Bagas. Jadi nggak ada salahnya kan kalau gue ngucapin terima kasih ke lo?” tanya Nayara dan Bagas mengangguk sembari mengusap lembut rambut Nayara. Nayara selalu suka dengan cara Bagas mengelus rambutnya. Dewa memutuskan untuk berjalan memutari pasar malam itu sembari memakan jajanan sosis yang tadi ia beli. Rasanya masih sangat hampa di tengah keramaian yang jujur saja menyiksa dirinya karena berhasil membuat dirinya iri setengah mati. Dewa melihat jam di tangannya yang mana sekarang sudah pukul delapan malam. Ia tidak tahu apakah teman-temannya jadi untuk melakukan pesta atau tidak malam ini. Lagi pula jika jadi ia tak akan datang. Namun ia juga tidak akan masalah jika teman-temannya mengadakan pesta tanpa dirinya karena tadi ia sudah mengatakan kepada mereka. Lagi pula dewa sendiri yang memang menginginkan untuk seperti ini. Jika mereka ingin mengadakan pesta malam ini ia tidak bisa karena dirinya sedang tidak baik-baik saja. Namun ia juga tidak mau jika teman-temannya mengetahui bahwa dirinya sedang tidak baik-baik saja. Mengenai ke mana ia nanti akan pulang ia mungkin akan pulang ke basecamp. Namun kemungkinan ia juga akan pulang pada tengah malam nanti saat banyak yang sudah tidur. Itu semua karena dirinya tidak mau jika teman-temannya mengetahui masalahnya. Jika mereka melihat Dewa pulang dengan wajah yang seperti ini yang cemberut dan tidak bahagia maka dari itu ia tidak mau banyak orang yang melihatnya saat pulang nanti. Karena sepertinya malam ini ia sedang tidak bisa bersikap seolah tidak terjadi apa-apa dan baik-baik saja. “Kayaknya seru main Kora-kora ya. Apa gua nyoba main aja ya sekarang? Kali aja kan kalo gua main pikiran gua bisa ilang waktu di atas. Kayak gua bisa ngelupain apa yang gua dengar dari Papa hari ini.” Ujar Dewa sekarang ini. Dewa akhirnya memutuskan untuk main kora-kora jadi sekarang ini Dewa ikut mengantri karena memang yang ingin bermain kora-kora lumayan banyak. Sebenarnya ia belum pernah naik kora-kora di pasar malam karena ia baru pernah naik di Dufan saja. Maka dari itu sekarang ini ia ingin mencoba bagaimana kora-kora di pasar malam, apakah sama dengan yang di Dufan atau tidak. Ia sudah yakin bahwa ia akan menaiki kora-kora ini. “A beli tiket satu ya.” Ujar Dewa kepada penjual tiket kora-kora tersebut. “Iya, ini ya a. Pacarnya ga berani naik ya A? Makanya naik sendiri?” Tanya penjual tiket itu yang kini ia hanya diam saja tak menjawabnya sama sekali. Lagi pula masa ia menjawab bahwa ia datang sendiri. Itu tidak mungkin ia lakukan karena ia juga terlalu malu untuk mengakui hal tersebut. Dewa sudah masuk ke dalam kora-kora dan ia naik di paling belakang yang mana itu nanti akan sangat terasa ketika sudah di goyangkan ke kanan dan ke kiri. Dewa sudah bersiap-siap, tapi ia sama sekali tidak deg-degan saat ini. Sepertinya ini tidak akan berarti apa-apa kepada Dewa juga. “Woah Bagas, kita harusnya naik ini tadi tapi kita makan dulu hehehe. Habis ini ya kita naiknya Gas. Kayaknya seru banget loh.” Ujar Nayara dengan semangat apalagi ketika mendengar teriakkan dari mereka semua. “Iya Nay, tapi emangnya Lo berani naik itu? Tuh liat banyak yang kayaknya nyesel naiknya karena di sana nyeremin.” Ujar Bagas untuk membuat Nayara agar berpikir lagi sekarang dan mempertimbangkannya. “Berani kok. Pokoknya setelah ini kita harus naik ini ya” Ujar Nayara. “Iya deh iya, pokoknya nanti kita naik itu. Kalo gitu, Lo tunggu disini biar gua beli tiketnya dulu ya Nay. Jangan kemana-mana ya Nay.” Ujar Bagas dan Nayara mengangguk. Sekarang ini Nayara duduk di depan kora-kora yang sedang bermain, ia melihat satu persatu orang disana dan semuanya tampak bahagia dan terlihat heboh. Tapi ternyata setelah ia lihat lagi tidak semuanya yang seperti itu karena sekarang ini ia melihat terdapat satu orang yang tampak biasa saja ditengah-tengah orang lain yang heboh. Senyum yang tadi ada di wajah Nayara mendadak menghilang karena melihat raut wajah datar dan terkesan tidak bahagia dari lelaki itu. Padahal Nayara tak mengenalnya tapi Nayara seperti ikut merasakan rasa sakit yang di rasa oleh lelaki itu. Rasanya benar-benar sesakit itu entah kenapa ia rasa. Sedari tadi Dewa menaiki kora-kora ini ternyata dirinya biasa saja. Sama sekali tidak ada rasa bahagia atau semangat saat menaiki hal ini. Ternyata kora-kora tidak bisa membuatnya melupakan apa yang sedari tadi ia pikirkan. Ini benar-benar sia-sia. Terkesan tak ada gunanya. Di tengah riuh gemuruh teriakan yang terdengar di sekelilingnya, ia hanya diam dengan wajah muramnya. Rasa sakit itu ternyata nyata masih ada dan masih nyata juga Bagas sudah selesai membeli tiket dan ia pun kembali ke nayara. Namun saat ia melihat ke arah nayara ia bingung kenapa senyum nayara tiba-tiba menghilang begitu saja. Pasalnya, dirinya melihat Nayara sudah tidak tersenyum lagi. Entah kenapa padahal tadi ia jelas melihat Nayara sangat bahagia. Namun tiba-tiba sekarang Nayara berubah. Ia takut bahwa Nayara kambuh, makanya sekarang ia cepat-cepat mendatangi Nayara. “Nay, what’s wrong? Ada yang ganggu kamu?” Tanya Bagas membuat Nayara menatap ke arah Bagas. Hal itu bersamaan dengan kora-kora berhenti dan semua orang yang menaikinya pun turun termasuk juga dengan Dewa. “Itu Bagas, tadi ada cowok yang naik kora-kora. But, i can’t see the happiness from him. It’s really hurt because i see the pain from his eyes.” Ujar Nayara yang sekarang ini ingin memperlihatkan kepada Bagas mana orangnya tapi saat ia melihat ke arah kora-kora itu, semuanya sudah turun dan kora-kora itu sudah tidak ada isinya. Mereka semua sudah keluar dari sana. “Ya udah it’s okay maybe dia emang lagi ada masalah. Mending kita mikir kita aja. Jadi naik ga ini?” tanya Bagas dan Nayara mengangguk. Mereka pun sekarang sudah menaiki kora-kora tersebut. Sementara Dewa sendiri sekarang sudah berada di tempat lain. Ia sama sekali tidak merasa apa pun, tapi sekarang ia malah gerah jadi ia memutuskan untuk membeli es yang ada di sana. Ia membeli es kopi sekarang. Setelah mendapatkannya ia pun melihat penjual sate ayam dan ia membelinya juga sekalian makan disana. Ia sudah duduk lagi disana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD