Heart Break

1039 Words
Kembali lagi ke malam ini, Leonard masih saja terpana dengan manik mata indah milik Lyora. Namun dengang perlahan Lyora mulai melepaskan jabatan tangannya. "Terimakasih ya Mas Leon. Saya gak tau gimana jadinya kalau gak ada Mas," ucap Lyora seraya menundukan kepalanya. "Iya Ra sama-sama. Oh iya, sebenarnya tadi saya kesini memang berniatan untuk membeli sebucket bunga mawar merah. Bisa kamu buatkan untuk saya?" pinta Leonard dengan tatapan yang sinis. "Oh iya Mas Leon bisa. Ditunggu sebentar ya Mas," jawab Lyora seraya mulai merangkaikan bunga mawar merah itu untuk Leonard. Saat merangkainya ada sedikit rasa nyeri pada diri Lyora, sebab memang ia yang mulai menerka jika bunga yang Leon beli sudah pasti untuk istri atau kekasihnya. Sejak awal Lyora memandang wajah Leon baginya begitu mengagumkan. Namun Lyora sadar diri siapa dirinya juga lelaki itu yang sudah pasti seorang pemimpin perusahaan atau semacamnya. Leonard merasa sangat puas setelah menerimanya, sebab memang rangkaian Lyora begitu cantik juga apik. Hingga Leon memberikan harga yang cukup tinggi untuk itu. "Ini kebanyakan Mas Leon uangnya," ucap Lyora seraya mengembalikan setengah lebih dari uang itu. "Gak apa-apa diambil saja. Ayo segera bersiap biar saya antarkan kamu pulang," ajaknya lagi seraya hendak berlalu. "Gak usah Mas gak apa-apa. Saya sudah terlalu merepotkan Mas Leon sejak tadi," jawab Lyora tak enak hati. "Kamu gak mau kan keselamatan kamu terancam lagi. Sudah segera bersiap. Saya tunggu kamu dimobil saya," pintanya lagi seraya berlalu. Pada akhirnya Lyora menurutinya. Sebab memang ia masih merasa trauma dengan kejadian tadi. Ia juga tak mau jika hal seperti tadi kembali menimpanya. Setelah Lyora mengunci pintunya, dengan segera Lyora berlarian menuju mobil Leonard. Sebab hujan masih cukup deras. Sebuah mobil sport berjenis pagani huayra bewarna silver yang ternyata Leonard gunakan. Dengar segera Lyora menaikinya dengan perasaan yang gugup juga tak enak hati, sebab bajunya yang basah akan membuat kursi mobilnya menjadi basah. "Mas Leon, saya minta maaf ya. Kursinya jadi basah karena saya duduki," ucap Lyora yang kembali merasa tak enak hati. Lyora pun mulai merasa kedinginan sebab AC mobil Leon yang cukup dingin. "Okkay. Itu dibelakang ada jaket saya. Silahkan ambil dan pakai," pintanya lagi masih dengan nada yang begitu dingin. "Gak usah Mas gak apa-apa," tolak Lyora yang merasa sudah beguti jauh merepotkan Leonard. Tanpa aba-aba, Leonard mengambilkan jaket itu dan mulai menyelimutkannya kepada Lyora. Hal itu berhasil membuat detak jantung Lyora berdebar seketika hingga ia cukup kesulitan bernapas saat ini. Walau sebenarnya sejak awal Leonard terus saja menatapnya sinis juga tak suka. "Dimana rumah kamu?" Tanya Leon sinis. "Di Jalan Dandelion Mas, dari sini belok ke kanan," jelas Lyora dan Leon hanya mengikutinya. Setibanya disana Leon mulai merasa aneh sebab rumah Lyora yang memang begitu besar juga megah. Sedangkan saat ini Lyora bekerja sebagai seorang karyawan di toko bunga. Leonard mulai menerka-nerka dua kemungkinan. Antara Lyora adalah seorang anak asisten rumah tangga dirumah itu, atau Lyora adalah pemilik toko bunga tadi. "Ini rumah Oma saya Mas Leon. Terimakasih banyak ya Mas," ucap Lyora seraya tersenyum. "Oma? Oh jadi Kinan itu nama Mama kamu?" tanya Leonard. "Oh buka Mas. Di toko bunga itu saya hanya bekerja. Kalau begitu saya permisi ya Mas. Terimakasih, Assalamu'alaikum," pamit Lyora seraya membuka pintu mobilnya. "Wa'alaikumussalam," jawab Leon yang masih saja memandangi kepergian Lyora hingga punggungnya tak terlihat lagi. "Aneh, orang sekaya ini, bekerja sebagai pegawai toko bunga. Ini benar-benar aneh. Ah untuk apa saya menikirkan dia. Buka urusan saya," monolog Leonard seraya mulai kembali menancap gas mobilnya. *** Tok..tok..tok.. "Assalamu'alaikum Omaa.." Ceklek..ceklek.. Tok..tok..tok.. "Assalamu'alaikum Omaa.." Ceklek..ceklek.. Berulang kali Lyora mengucapkan salam juga berusaha membuka pintunya namun tak berhasil. Sebab saat ini, Oma sudah lebih dulu tidur juga mengunci pintu rumahnya. Lyora semakin merasakan kedinginan pada tubuhnya. Bahkan kini bibir dan tubuhnya juga bergetar karena rasa dingin yang semakin menusuk hingga ketulang. Hingga tak lama berselang, Bi Nila. Yakni asisten rumah tangga dirumah Lyora mulai membukakannya. "Astagfirullah Non, Non Lyora kenapa sampai seperti ini," ucap Bi Nila dengan cemas. Sebab saat ini wajah Lyora mulai memucat juga bibirnya yang mulai membiru. Lyora pun tak menjawabnya seraya Bi Nila mulai menuntunnya berjalan menuju kamarnya. Bi Nila membantu Lyora memasuki kamar mandi seraya menyiapkan pakaian ganti untuknya, juga membuatkannya s**u hangat. Agar tubuh Lyora tak lagi menggigil. "Ini Non diminum dulu ya Non susunya," pinta Bi Nila. "Terimakasih Bi," jawab Lyora seraya mulai menyesapnya dengan perlahan. Sehingga ia dapat merasakan sebuah kehangatan yang menjalar keseluruh tubuhnya. "Iya Non Yora sama-sama. Oh iya Non, si Non teh sudah makan malam atau belum?" tanya Bi Nila dan Lyora hanya menggeleng pelan dan menatap kesembarang arah denga tatapan yang kosong. "Masyaallah Non, sekarang ini sudah hampir jam sebelas malam Non. Biar Bi Nila siapkan makan malam untuk Non ya Non?" tawar Bi Nila namun lagi-lagi Lyora hanya menggeleng pelan. "Tapi Non, Bi Nila teh gak mau kalau sampai Non Lyora sakit. Gak apa-apa ya Non biar Bibi siapkan sekarang," pinta Bi Nila lagi seraya memohon. Melihat kekhawatiran dari Bi Nila membuat Lyora tak enak hati jika harus menolaknya hingga pada akhirnya Lyora memilih untuk mengiyakan permintaan Bi Nila. "Alhamdulillah. Non mau bibi buatkan makanan apa nih Non?" tanya Bi Nila. "Sandwhich saja deh Bi. Lyora lagi gak kepengin makan nasi," jawab Lyora. "Oh iya Non ditunggu ya," ucap Bi Nila dan Lyora pun mengangguk seraya tersenyum. *** Setibanya dirumah Leon segera meletakan sebucket bunga mawar merah yang telah ia beli disamping foto Almarhum Papanya bersama leon kecil yang berada digendongannya. Leon pun tersenyum begitu manis seraya megelus bingkai foto itu dengan ibu jarinya. "Good Night Pa. Leon sudah bawakan mawar merah favorite Eyang dan Papa. Leon harap malam ini Papa masuk ke mimpi Leon ya Pa. Leon kepengin kembali bertemu Papa meski hanya lewat mimpi. Karena sekarang Leon sedang rindu sekali dengan Papa." Monolog Leonard dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Seraya ia berlalu dikamar mandi. Derasnya air shower mulai membasahi seluruh tubuh kekar Leon. Setiap seusai meletakan sebucket bunga disamping foto Papanya. Airmata Leon tak pernah dapat tertahankan olehnya. Selalu saja membuat ingatannya memflashback pada kenangan indahnya bersama sang Papa saat bertahun-tahun yang lalu. Dan sungguh hal itu membuat leon merasa begitu sakit hati. Karena rasa ribdunya yang hingga kini tak pernah dapat terobati. *** To be continue
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD