Malam pun kembali menyelinap di atas sana, Adhees masih setia menunggu wanita yang terbaring lelap di ranjang mewah itu.
Dengan hati-hati Adhees menarik selimut wanitanya yang masih belum sadarkan diri itu. "Aku pikir selama ini aku hanya bermimpi untuk berjumpa kembali denganmu. Perjalanan ku sepuluh tahun lalu menyelamatkan mu, kini terulang lagi." Gumamnya yang masih memandang keindahan di hadapannya dan tanpa sadar sang raja tampan itu mulai mendekatkan wajahnya tepat di wajah cantik Barsya dan mendaratkan sebuah kecupan lembut di kening wanitanya.
"Maaf kan aku yang tak bisa menahan rasa ini!"
Sementara adegan romantis itu berlangsung seorang wanita dengan jas putih nya tengah mengintai diam-diam dari balik celah pintu kayu besar dengan ukiran yang begitu indah. Tangannya terkepal sempurna, wajahnya memerah karena amarah.
"Lihat saja akan ku hancurkan wanita itu sebentar lagi." Gumamnya penuh emosi, otaknya tengah memikirkan sesuatu.
"Hem." Suara seseorang menyadarkannya dari lamunan dan langsung menoleh ke arah sumber suara dengan wajah sedikit terkejut melihat pria yang berahang tegas dengan wajah sangarnya berdiri di sana. "Sedang apa anda di sini dokter Monica?" Lanjut pria itu dengan suara baritonnya.
"Eh anu saya hanya ingin memastikan kondisi pasien!" Dokter Monica terbata.
"Bukan kah sudah anda lakukan tadi nona, sebaiknya anda menjauh dari sini kalau anda masih sayang dengan karir dan nyawa anda!" Alpha mengingatkan sekaligus memberikan ancaman dan wanita itu pun bergegas pergi dari sana.
Alpha mengetuk pintu, "Permisi tuan muda!"
"Masuk saja!" Perintah Adhees, "Aku mendengar ada keributan di luar, ada masalah apa?" lanjutnya lagi.
"Ada pelayan baru yang tadinya ingin mengatarkan minum di waktu yang salah jadi aku memberikannya sedikit teguran!" Bohong Alpha.
"Sementara kamu sendiri kenapa datang di waktu yang juga salah seperti ini?" tanya Adhees dengan mengangkat sedikit wajahnya.
"Aku hanya ingin memastikan wanita ini baik-baik saja ada di samping mu. Dan satu lagi ini informasi yang aku dapatkan dari dogtag wanita itu. Lebih baik simpan saja apa yang kamu rasakan yang mulia, aku bisa lihat dari sorot matamu yang tak biasa. Karena tentara cantik itu sudah memiliki seorang kekasih bahkan seharusnya hari ini adalah hari pernikahan mereka." Seloroh Alpha dengan wajah yang jelas menyindir Raja nya itu seraya menyodorkan selembar kertas.
"Cih jangan berburuk sangka pada raja mu sendiri. Sekalipun aku menyentuhnya ia adalah milik ku. Ia tak akan menikah dengan siapapun." Adhees membela diri. "Keluar lah dan jangan mengganggu ku!" Perintahnya dengan sorot mata yang tajam, dan dengan secepat kilat Adhees mengambil kertas yang ada di tangan Alpha.
Alpha terkekeh. "Baik lah, tapi jangan lupa kan tentang identitas mu juga jika tidak rakyat mu akan menjatuhkan mu nanti!" Alpha mengingatkan.
"Kalau begitu jika wanita ini siuman maka tugas pertama mu adalah membuat pengumuman tentang pernikahan kami yang telah berlangsung secara diam-diam di luar kerajaan ini. Dan tutup mulut orang-orang yang tahu tentang keberadaan Aster yang sesungguhnya, terutama dokter cantik mu itu!" Perintah Adhees dengan senyum penuh makna.
Mendengar perintah yang tak masuk akal itu membuat Alpha langsung terkejut dengan mulut menganga. Hal bodoh yang pertama kali dilakukan oleh pimpinan keamanan kerajaan yang terkenal hebat itu. "Tidak kah itu sebuah tidakan yang gila." Ucapnya begitu saja.
"Ya aku memang sudah gila karena wanita ini. Sudah lah sekarang keluar dan jangan banyak berkomentar lagi!" Adhees pun mengusir orang yang paling berperan penting di hidupnya itu, ia mendorong tubuh kekar itu memaksanya untuk keluar dari kamar pribadinya.
Alpha yang masih tak percaya dengan perintah Raja nya itu hanya bisa diam dalam kebingungannya dan menuruti titah sang Raja. Pintu pun terkunci.
"Malam ini akan ku temani kamu di sini, menjaga mu setiap detik yang akan datang nanti." Gumam Adhees seraya kembali mendekat ke ranjang besarnya, duduk dan bersandar di samping tubuh Barsyayang masih terbaring tak sadarkan diri.
*****
Terik cahaya matahari siang itu sangat menyengat menyapa kulit para relawan dan juga tentara yang tengah bertugas mencari dan menyelamatkan korban di dalam reruntuhan itu.
"Maaf kan kami komandan tapi kami belum bisa menemukan tubuh mayor Mandalika." Salah seorang letnan yang merupakan wakil dari tim pasukan Barsyayang tengah menghilang selama tiga hari ini dalam kejadian gempa besar itu memberikan laporannya pada komandan pasukannya yang baru yaitu Cavan.
Cavan yang baru saja duduk di dalam tendanya itu kembali nampak gelisah,dari raut wajahnya ia sudah sangat lelah karena setibanya di pulau itu sampai detik ini pun ia tak pernah bisa tertidur untuk sekedar mengistirahatkan pikirannya. Matanya hanya terpejam beberapa detik saja namun bayangan Barsyaterus melintas dalam hati dan pikirannya.
"Apa kalian sudah menanyakan kepada para relawan yang melintas di lautan itu?" tanya Cavan lirih seraya menjambak rambutnya sendiri dengan kedua tangannya, pria tampan itu sudah sangat frustasi di tambah lagi kantung mata yang sudah mulai terlihat. Matanya juga sudah memerah menahan kantuk yang beradu dengan kegelisahan hati dan pikirannya.
"Sudah komandan, hanya saja tidak ada satu pun dari mereka yang melihat tubuh terapung di lautan sana." Letnan Hans juga mulai pasrah dengan keberadaan komandan mereka yang sebelumnya.
"Keluar lah dan cari lebih teliti lagi. Sore ini aku akan ikut tim SAR yang akan menyebrang." Ucap Cavan tertunduk seraya menopang kepalanya dengan tangan kekarnya itu.
"Siap komandan." Seru letnan itu lagi seraya meninggalkan tenda komandan nya setelah memberikan penghormatan.
Namun seseorang kembali datang masuk ke dalam tenda, seseorang yang memiliki jabatan lebih tinggi di pasukan itu.
"Kamu juga butuh istirahat nak, lihat lah diri mu yang sangat kacau itu!" ucap lelaki dengan bintang yang berjejer di atas bahu seragamnya. Kali ini beliau tidak datang sebagai seorang pimpinan tertinggi pasukan melainkan sebagai seorang ayah yang juga sangat khawatir dengan kondisi putra putri nya.
"Ayah." Lirih Cavan seraya mengangkat kepalanya menatap wajah berahang tegas di hadapannya.
"Tenang lah nak, Barsya tidak selemah itu. Kami pasti akan menemukan kembali." Pria itu memberikan semangat, ia juga sama khawatirnya dengan Cavan tentang putri nya itu. Hanya saja ia tidak bisa menunjukkan sisi lemahnya begitu saja.
"Bagaimana bisa aku tidak rapuh dan sehancur ini. Hari ini seharusnya adalah hari pernikahan kami yah." Lirih Cavan lagi.
"Tenang lah." Pria itu hanya menepuk pundak Cavan yang ada di hadapannya sekarang.
Sementara itu di luar tenda sana ada seseorang yang tengah mendengar kan percakapan mereka diam-diam.