Farel meluapkan kemarahannya pada Farel, ia tidak perduli dengan tatapan mata orang padanya.
“Kamu tahu, aku dan dia pacaran lima tahun, tapi seenaknya kamu mengambilnya begitu saja!”
“Mas tolong hentikan, banyak orang menonton di sini, tolong jangan teruskan lagi,” bujuk Alisa mengatupkan kedua telapak tangannya ia memohon dengan wajah sedih, ia tidak mau ada keributan.
“Aku tidak perduli banyak orang yang melihat, aku mau bilang pada kakak ipar mu ini . Eh , salah suamimu. Di hari aku ingin melamar mu jadi istriku tetapi mantan kakak ipar mu ini menikahi mu, apa ini adil?” ucap Dimas dengan rahang mengeras dan urat-urat saling bertarikan.
Farel masih bersikap tenang, bahkan dengan tenang ia memakan makanan yang di pesan, saat semua orang ramai, menonton keributan, dengan tenangnya Farel menikmati makanannya, membiarkan Dimas marah dan meluapkan amarahnya sendiri.
Sementara Alisa sudah gemetaran, ia takut di balik sikap diam dan tenang Farel, ada sesuatu yang kemarahan yang terkunci.
jika terus dibiarkan, akan ada bahaya, ia takut Farel menarik pistol yang di pinggangnya dan mengarahkan ke Dimas.
Terkadang seseorang pendiam dan tidak banyak bicara, justru yang lebih berbahaya. Alisa tidak mau ada keributan, ia bertindak sebelum hal buruk terjadi ….
Paaak …!
“Cukup Mas, cukup, aku yang datang untuk menjadi istrinya Mas Farel, dia tidak pernah memintaku jadi istrinya,”
ujar Alisa dengan deraian air mata.
Tidak ada niat sedikitpun, ingin menampar lelaki yang pernah ia cintai itu. Tetapi, kalau ia tidak melakukanya, ia takut hal buruk akan terjadi.
“Alisa …?”
Wajah Dimas tampak kaget dengan apa yang dilakukan Alisa padanya.
Dimas menatap sendu pada Alisa, ia mengenal Alisa sejak masih kuliah sampai menjadi seorang bidan, Namun, baru kali ini ia melihat wanita berwajah cantik itu berbuat kasar.
Dimas meninggalkan restauran dengan perasaan hancur. Alisa mengusap pipinya dengan kasar, ia tidak ingin terlihat lemah di depan Farel, sementara lelaki itu tidak sedikitpun merasa terganggu dengan keributan yang terjadi.
Ia masih dengan sikap tenang menghabiskan makanannya. Sementara Alisa tiba-tiba kehilangan selera makan, ia membayar makanan mereka berdua dan membiarkan makanan bagiannya masih dia atas meja tidak di sentuh sama sekali.
Melihat makanan sudah di bayar, Farel menghabiskan air jeruk hangat di gelasnya, lalu ia berdiri dan meninggalkan restauran, tidak menghiraukan tatapan semua orang yang tertuju padanya, ia tenang, bagai jelmaan iblis.
Saat keluar dari restauran ternyata Dimas masih berdiri di halaman restauran, ditenangkan beberapa teman-temannya, sementara Alisa dan Farel masuk ke mobil tanpa menoleh sedikitpun pada Dimas.
Dalam mobil Alisa benar-benar tidak bisa menahan diri, ia menatap ke arah kaca membiarkan sungai kecil mengalir deras dari pipinya, tangisan tanpa suara, ia sangat sedih dan tidak tega, melukai perasaan Dimas, ia menyesal telah menampar Dimas.
Walau ia menangis sampai mengeluarkan darah, Farel tidak menghiraukannya, ia akan bersikap seperti patung diam dan diam.
Karena terlalu lama menangis Alisa tertidur dan membawa rasa lapar dan rasa sedih ke dalam tidurnya, membiarkannya menjadi satu membawanya ke alam mimpi, berharap apa yang ia alami , semuanya hanya mimpi buruk yang menyedihkan dan Alisa berharap saat ia membuka mata semuanya kembali normal.
Alisa berharap melihat Ratna mbak yang ia sayangi, tersenyum manis kembali padanya dan membelikan beberapa pakaian bermerek untuknya, dan mengajaknya ke salon kecantikan.
Tidak lama kemudian ia masuk ke alam yang amat indah dan damai. Dalam mimpi, ia melihat Dimas melambaikan tangannya padanya, dari tempat parkiran motor saat menjemputnya pulang kerja setiap sore, Alisa juga melihat dalam mimpinya, ia di perlakukan sangat baik sama keluarga Dimas diperlakukan bagai anak sendiri.
Alisa terbangun, mencubit lengannya dan berharap mimpi yang ia alami kenyataan, Namun, saat ia melihat ke samping matanya mengerjap-erjap beberapa kali, menyadari semua yang terjadi padanya hanyalah mimpi, kenyataannya, saat ini, hidup pahit.
“Kamu sudah bangun, ayo masuk,” ucap Farel lelaki itu membiarkannya tidur dan menunggu.
“Oh, baiklah.” Alisa turun dari mobil.
Hal yang pertama yang ia lakukan ke kamar si kembar, ia hanya ingin memastikan kedua anak kembar itu aman.
Ia menarik napas lega, karena keduanya sudah tidur pulas, dengan jalan mengendap-endap ia keluar dari kamar mereka. Lalu ia masuk ke dalam kamar, Farel sedang berganti pakaian, ia mengeluarkan beberapa pakaian dari lemari.
“Kalau kamu ingin mandi, mandilah duluan, setelah kamu, baru aku,” ujar Farel, ia juga tidak mau berganti pakaian sembarangan kalau ada Alisa dalam kamar.
“Baiklah, tapi aku juga mau ambil pakaian dari lemari itu,” ujar Alisa, ia berdiri di belakang suaminya, saat Farel berbalik badan wajah mereka berdua saling bertemu.
Mata Alisa memutar, ia gugup saat wajah suaminya dan wajahnya jaraknya hanya satu jengkal, bahkan ia bisa merasakan napas hangat Farel menyentuh kulit wajahnya.
“Mas lewat saja,”ujar Alisa mundur.
Bukan hanya ia yang membuat jarak dengan suaminya, Farel juga seolah-olah membatasi diri padanya.
‘Baiklah Mas, itu lebih baik, kamu tidak boleh menyentuhku, aku sangat senang dengan hal itu, setidaknya berikan aku waktu untuk menerimamu menjadi suamiku, karena sejujurnya aku masih belum siap untuk melayani mu sebagai istri’ ucap Alisa dalam hati.
“Sudah, kamu masuk saja.” Farel mempersilakan Alisa masuk kamar mandi.
Hubungan mereka berdua sangat kaku, bagi Alisa mantan kakak ipar menjadi suaminya, hal yang sangat berat. Namun, atas permintaan ibunya ia terpaksa mau.
Dalam rumah keluarga suaminya tidak ada satupun yang menerimanya sebagai keluarga, mereka semua memusuhi nya menyebutnya sebagai benalu, sama seperti Ratna kakak perempuannya.
Alisa hanya diam, apapun yang dikatakan ibu mertuanya, ia hanya diam menganggap semua itu bagai angin lalu.
Alisa sudah bertekad akan bertahan demi kedua keponakannya yang tidak diterima ayah dan nenek nya.
Kini pikirannya hanya di sibukkan dengan ucapan Farel yang menyebut Ratna berselingkuh dan akan mencari tahu penyebab kematian Ratna.
‘Mbak, aku berharap apa yang di katakan orang-orang ini, hanya fitnah belaka, karena aku tahu, mbak orang yang baik, tidak akan melakukan hal seperti itu’
Alisa bermonolog dalam hati, matanya menatap foto mbaknya tergantung di dinding.
Saat ia merebahkan tubuhnya, ia meletakkan satu bantal di tegah sebagai pembatas untuk mereka berdua. Farel juga tidak menghiraukan bantal penghalang tersebut.
Saat ia berbaring, tidak terasa air matanya menetes deras, ia melihat telapak tangan yang ia gunakan menampar Dimas tadi sore.
Terlalu lelah menangis dan otaknya terlalu capek memikul masalah, membuatnya terlelap dalam tidur.
Bersambung