Ingin Mencari Tahu Kebenarannya

1215 Words
Saat pagi tiba, Alisa membawa si kembar berjemur di lapangan di samping rumah, tetapi apa yang di katakan Farel tadi malam menganggu pikirannya, ia terus saja menatap wajah kedua baby yang sangat mengemaskan itu. ‘Wajah mereka mirip siapa sih? Mirip Mbak juga tidak, apa lagi mirip Mas Farel, rasanya tidak? Alisa terlihat membelai pipi Aminah, bayi perempuan itu memiliki wajah yang sama dengan ibunya dan mata yang bulat. Saat ia duduk berjemur, seorang wanita paru baya menghampirinya. “Oh, anak yang sangat cantik seperti ibunya, kamu harus sabar iya Neng, mereka akan mendapat ganjaran atas apa yang mereka lakukan, menyebabkan dua bayi malang ini kehilangan ibunya,” ujar wanita itu dengan wajah tenang dan berkarisma, tidak terlihat seperti ibu tukang gosip. “Apa maksudnya Bu? apa ibu mengenal kakak saya?” tanya Alisa dengan tatapan memburu. “Kakakmu orang yang sangat cantik dan sangat sabar.” “Lalu apa maksud Ibu tadi?” tanya Alisa dengan tatapan mata sangat penasaran. “Bukanya kamu sudah tahu, kalau kakakmu mati mereka yang menyebabkan?” “A-apa …? maksud ibu apa?” “Sudahlah, Allah akan membalas mereka semua dan kakakmu akan selalu melindungi anaknya,” ucap wanita itu lalu pergi meninggalkan Alisa. Karena terkejut dengan apa yang di katakan wanita itu, ia sampai lupa bertanya di mana rumahnya, dan siapa nama ibunya. “Ya, Allah kabar apa lagi yang saya dengar ini, benarkah mbak ku mati dengan tidak wajar … ? benarkah ada faktor ke sengaja? Aku harus mencari tahu, apa sebenarnya yang telah terjadi sama Mbak Ratna,” ujar Alisa ia bertekad mencari kebenaran tentang mbaknya. Mendengar hal itu ada keinginan yang kuat untuk tetap bertahan di rumah itu, walau suaminya mengaku kalau anak itu bukan anaknya, tetapi Alisa ingin mencari kebenaran di balik kematian mbaknya. * Saat malam tiba, Alisa melihat ada undangan untuk Farel dalam peserta HUT perayaan Bhayangkara, tetapi Farel tidak menyinggungnya, maupun mengajaknya ikut pergi Alisa ingin ikut. “Aku melihat ada undangan di atas meja, boleh aku ikut?” tanya Alisa memberanikan diri, entah dari mana ia mendapat kekuatan untuk menanyakan itu. “Ikut?” “Iya, menemani mas Farel” “Tidak usah, kamu urus aja anak-anak itu.” “Tidak Mas, aku harus ikut sebagai istrimu.” “Aku sudah lama tidak melakukan itu.” “Iya, tapi saat ini, Mas akan melakukan,” bujuk Alisa, tadinya ia juga malas ingin ikut tapi ia ingin mencari tahu tentang kebenaran kabar yang ia dengar. Dengan sedikit pemaksaan akhirnya Farel setuju membawa Alisa ke acara pelantikan pejabat baru di kepolisian. Alisa menjadi salah seorang ibu-ibu Bhayangkari yang berseragam warna pink. Alisa tidak ingin malu-maluin ataupun merasa sungkan, ia sudah biasa berinteraksi dengan berbagai sifat manusia selama ia menjadi bidan , jadi walau ini pertama kali untuknya, sebagai seorang istri seorang abdi negara, tetapi, Alisa pintar berbaur. Saat masih berpacaran dengan Dimas yang seorang tentara, ia sering di ajari untuk bersikap pada istri atasan dan bagaimana bersikap anggun saat mendampingi suami saat bertugas, semua yang diajarkan mantan kekasihnya kini ia terapkan saat mendampingi suaminya. Farel sempat merasa ragu dan ia selalu melirik Alisa dari ekor matanya, ia takut wanita cantik itu melakukan sikap yang membuatnya malu. Namun, Alisa bisa berbaur dengan baik dan mengobrol akrap pada sesama istri polisi. Alisa sadar, Farel memang jarang bicara, terlihat saat acara, ia hanya banyak diam dan duduk menyendiri, saat teman-temannya saling mengobrol akrab, Farel duduk sendirian dengan mata menatap fokus ke depan. ‘Ah, apa memang sifat Mas Farel selama ini seperti itu’ ucap Alisa dalam hati, matanya menatap suaminya yang sedang duduk sendirian. Seorang wanita berkulit putih mendekatinya dan mengajaknya mengobrol. “Suamimu memang selalu seperti itu, irit bicara dan tidak suka berbaur dengan yang lain.” Alisa hanya tersenyum mendengar ucapan wanita di depannya. “ Baru kali ini ia membawa seorang wanita dalam acara seperti ini, dia sangat berubah sejak kecelakaan dua tahun lalu, dia menjadi sosok yang dingin,” ujar wanita yang terlihat sudah ber-umur. Alisa hanya membalas dengan senyuman, walau hatinya, ingin sekali ingin tahu lebih banyak mengenai suaminya. “Apa ia tidak membawa kakakku ke tempat seperti ini?” tanya Alisa dalam hati, ia tidak menunjukkan sikap penasaran di depan wanita itu. “Saat satu dua tahun pernikahan, ia selalu bersama kakakmu, mereka memiliki hubungan yang paling romantis dan sering membuat pasangan lain iri, karena perhatian Farel pada istrinya pasangan yang sangat serasi cantik dan tampan. Pada saat ke tiga tahun, mereka jarang bersama hanya sesekali. Puncaknya saat Farel mengalami kecelakaan, sejak saat itu, ia hampir tidak pernah mengajak kakakmu, bahkan beredar kabar di kepolisian, ia kerap melakukan kekerasan pada kakakmu,” ujar wanita paruh baya itu, suaminya, atasan Farel. “Oh baiklah bu, terimakasih sudah berbagi cerita denganku,” ucap Alisa. “Oh, ikut berduka cita atas meninggalnya kakakmu, peluk cium untuk si kembar iya Mbak.” Alisa hanya mengangguk ramah dan selalu tersenyum manis pada setiap orang yang menyapa. “Apa kita belum pulang?” tanya Alisa saat Farel masih duduk, sedangkan yang lain sudah bergegas pulang dan acara sudah selesai. “Bisa tinggalkan aku sendirian, kamu pulang saja duluan.” “Mas, kita datang bersama dan pulang juga harus bersama” “Ck … sejak kapan kamu bisa mengatur hidupku,” ujar Farel ketus membuat mata Alisa memutar karena terkejut atas ucapan Farel. “Aku tidak mengatur Mas, semua orang sudah pulang tinggal kita.” “Lalu apa masalahnya, apa masalahnya jika semua orang meninggalkanku, apa aku harus ikut pergi kalau mereka pergi?” “Baiklah kalau Mas Farel ingin menunggu tidak apa-apa, mari kita tunggu sebentar lagi,” ujar Alisa dengan sabar, ia wanita yang sabar dan kuat. Hampir sepuluh menit Alisa duduk dalam diam, ia bertahan, pada akhirnya , Farel berdiri, matanya menatap dingin Alisa mengek sampai ke parkiran. Mobil sudah sudah melaju meninggalkan gedung pertemuan, suasana di jalan semakin macet. Namun, sedikitpun Farel tidak membuka mulut, ia diam bagai sebuah patung. Satu hal yang membuat Alisa penasaran dengan mantan abang iparnya tersebut, lelaki itu bisa tidak membuka mulut dalam waktu lama, walau ada orang lain di sampingnya. Alisa tampak ikut diam saat Farel diam, ia berpikir mulutnya bisa tumbuh jamur jika lebih lama lagi bersama Farel. ‘Ada apa sebenarnya yang terjadi dengan Mas Farel, dulu dia tidak seperti ini, kenapa dia sekarang berubah’ ujar Alisa dalam hati. “Kita makan dulu iya Mas, aku lapar bangat”ujar Alisa memulai obrolan. “Baiklah” Berhenti di salah satu restauran padang, ia masih berpakaian seragam dan Farel juga masih berpakaian seragam polisi. Tetapi kali ini Alisa nyaris pingsan. Dimas dan beberapa temannya sedang makan di restauran di sana juga. ‘Ya Allah, apa ini?’ Alisa tampak beberapa kali berucap dalam hati, berharap Dimas tidak membuat keributan. Tetapi apa yang di takutkan wanita cantik itu terjadi juga di saat restauran sedang ramai. Dimas membuat bertambah ramai pula. Saat Alisa memesan menu makan untuk mereka, Dimas mendatangi mejanya dan Farel “Enak iya, mengambil milik orang lain,” ujar Dimas menatap Farel dengan tatapan bringas, seperti banteng yang melihat kain merah. “Apa yang anda maksud,” ucap Farel dengan sikap tenang. “Mas Dimas tolong jangan membuat keributan di sini,malu,” ucap Alisa memohon. Tetapi apapun yang dikatakan Alisa, Dimas sepertnya masih menyimpan dendam padanya ia membuat keributan dan memancing Farel marah. Bersambung ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD