"Ini rumah apa istana?" bisik Sasti.
Gadis itu terkesiap ketika melihat kediaman Adyatama yang begitu megah. Ia tak tahu jika dirinya kini sedang berurusan dengan keluarga konglomerat. Jadi, apakah ia harus mundur sekarang?
"Bik Mar, antara Nona ini ke kamar. Sudah kamu siapkan semuanya, kan?" tanya Hans ketika sang ART membukakan pintu.
"Baik, Tuan. Mari, Non. Saya antar ke kamar," kata Marni.
Sasti masih terdiam. Ia lantas menatap Hans yang kemudian menjelaskan semuanya.
"Untuk sementara kamu harus tinggal di sini. Aku akan mengirim orang untuk memberi tahu Ibumu mengenai hal ini," ucap Hans seolah-olah menjawab semua tanya di benak gadis itu.
Sasti kemudian mengangguk. Gadis itu mengekor pada Marni yang dengan ramah menuntunnya menuju ke sebuah kamar yang luasnya bahkan bisa dipakai untuk 10 orang. Sementara Prasta masih menunduk. Pria itu tak tahu apa yang harus dilakukan sekarang.
"Pak Danu. Siapkan konferensi pers. Prasta akan hadir di sana dan mengumumkan hubungannya dengan Sasti nanti sore," kata Hans.
"Tapi, Pa-"
"Ikut saja. Kamu enggak punya pilihan lain sekarang."
Hans menatap nyalang anak bungsunya, lalu meninggalkan ruang tengah yang begitu megah ke ruangan kerjanya. Sementara Prasta langsung mengusap wajahnya dengan kasar. Mana mungkin seperti ini. Ia sudah berpacaran dengan Sinta dan kedua keluarga sudah setuju untuk menikahkan mereka. Jika seperti ini, apa yang harus ia lakukan?
Sementara di dalam kamar Sasti, Marni memperlihatkan isi lemari yang baru saja diisi tadi pagi sesuai dengan titah sang tuan. Berbagai macam baju bermerk tersimpan rapi di sana lengkap dengan sepatu dan tas. Gadis itu terkesiap, tapi kemudian menoleh pada Marni demi melempar tanya.
"Ini semua buat aku, Bik?" tanyanya.
"Iya, Non."
"Wah, banyak banget. Mana mungkin aku pakai semua, Bik. Lagian ini bermerk semua. Aku mah pakai pakaian murah begini," kata Sasti.
Marni tersenyum. Ia senang melihat gadis di depannya yang terlihat sangat polos.
"Iya, Non. Ini Tuan yang minta. Nanti sore, Non Sasti harus tampil cantik di acara konferensi pers yang diadakan oleh keluarga ini. Jadi, silakan Non Sasti istirahat dulu. Saya akan bawakan makanan ke sini sebentar lagi," jelas Marni.
Sasti hanya mengangguk. Marni kemudian kembali ke dapur, sedangkan Sasti melempar tubuhnya ke ranjang king size yang ada di sana. Gadis itu menatap langit-langit ruangan dan mulai bermonolog.
"Ini gila. Dalam semalam kehidupanku berubah 180 derajat. Aku kayak mimpi. Tapi ... apa bener semalam aku melakukan itu? Kenapa enggak terasa sama sekali?"
Sasti menggeleng kasar. Ia masih dibuat bingung dengan apa yang terjadi. Apa yang ia alami adalah mimpi tergila yang pernah ada. Dan sialnya, ini bukanlah mimpi melainkan kenyataan.
Tak lama, Marni kembali dengan troli makanan. Wanita itu, terlihat begitu terampil dengan pekerjaannya. Sasti yang melihatnya langsung bangkit dan mengambil duduk di tepi ranjang.
"Silakan dinikmati, Non. Kalau ada yang kurang Non Sasti bisa bilang ke saya," kata Marni.
Tudung makanan dibuka dan gadis itu langsung melongo.
"Kenapa, Non? Ada yang enggak Non Sasti suka?" tanya Marni.
"Sambel sama tempe aja enggak ada, ya, Bik? Aku enggak biasa makanan begini," ucap Sasti jujur.
Marni tersenyum kecil, lalu mengambilkan Sasti sendok yang tergeletak rapi di samping piring.
"Ini juga tempe, Non. Chef kami membuat olahan tempe dengan baik sehingga tak terlihat seperti tempe pada umumnya. Silakan dicicipi," jelas Marni.
Sasti masih melongo mendengar penjelasan Marni. Dilihat dari mana pun ini bukanlah tempe. Namun, ya, sudahlah. Perutnya sudah lapar dan ia harus makan.
Siang itu, seorang wanita datang ke kamar Sasti. Wanita itu adalah utusan Hans yang akan mempercantik gadis itu demi acara konferensi pers yang akan digelar. Walau terkesiap, tapi gadis itu manut-manut saja. Sampai akhirnya, gadis itu keluar dan menemui Hans dan yang lainnya di ruang keluarga.
"Sudah selesai, Pak," kata wanita itu.
Semuanya menoleh dan melihat perubahan dari Sasti. Prasta menatap gadis yang tadi malam ia tiduri begitu cantik hanya karena dandanan sederhana dan pakaian mahal yang ia kenakan. Sementara itu, Hans juga terkejut. Namun, tak memberi reaksi berlebihan. Ia cukup puas karena Sasti sudah tidak terlihat menyedihkan seperti tadi.
"Kita berangkat sekarang," kata Hans.
Mereka kemudian beranjak. Sasti juga mengekor menuju ke garasi. Setelah ini, ia akan menyerahkan hidupnya kepada konglomerat ini. Jadi, apakah ini keputusan tepat?
Sasti mengambil duduk di sebelah Prasta yang tampak cuek. Pria itu merasa gila sejak tadi karena keputusan ini membuatnya tertekan. Takdir begitu rumit hingga membuatnya harus menikahi seorang gadis yang sama sekali tak pernah ia kenal. Sampai akhirnya mobil menepi di sebuah kantor. Kerajaan besar Adyatama Group yang megah. Sudah banyak wartawan yang berkumpul di sana. Dengan dikawal ketat oleh pengawal, mereka naik ke mimbar untuk menyapa semuanya.
"Selamat sore semuanya. Kalian pasti terkejut dengan adanya konferensi pers hari ini. Tapi, kamu tidak bisa menyembunyikan berita besar ini terlalu lama," kata Hans.
Pria itu menoleh ke arah Prasta yang kemudian akan melanjutkan konferensi pers yang berlangsung.
"Tentang kabar mengenai aku dan ... Sasti. Iya, benar. Kami sedang menjalin hubungan saat ini," kata Prasta.
Semua orang bersorak. Mereka memotret berkali-kali dan ikut bahagia dengan kabar yang mereka bawakan. Seorang lantas mengangkat tangan.
"Lalu, bagaimana dengan kabar kedekatan Mas Prasta dengan putri keluarga Sanjaya? Bukankah kalian berpacaran?"
Prasta memejamkan mata. Iya, harusnya kabar itu yang ia katakan. Namun, semuanya berubah dalam semalam.
"Bukan Prasta yang dekat dengan Sinta. Tapi, Prima. Mereka juga akan segera mengumumkan hubungan mereka ke media setelah ini," sahut Hans.
Prasta menoleh. Ia tak percaya dengan apa yang dikatakan papanya. Mana bisa sang kakak menggantikan posisinya untuk menikahi Sinta, sedangkan ia harus bertanggung jawab dan menikah gadis labil seperti Sasti?
Semua orang berkasak-kusuk. Banyak dari mereka membicarakan kehadiran Sasti yang hanya model biasa dan bisa diterima baik oleh keluarga sekaya itu.
"Kami menghargai sebuah cinta. Jadi, kami membiarkan anak-anak kami memilih orang yang mereka cintai masing-masing. Tidak ada paksaan. Terima kasih."
Konferensi pers itu kemudian ditutup. Walau masih banyak pertanyaan mengenai hubungan Prasta dan Sasti. Namun, mereka berjanji akan menjawab lain waktu.
Saat turun dari mimbar tiba-tiba Sasti yang berjalan paling belakang ditarik oleh seorang yang juga datang ke sana. Frans, pria yang memutuskan Sasti semalam menahan lengan gadis itu dan menatapnya dengan nyalang.
"Aah ... lepasin, Frans!"
"Oh, jadi begini. Kamu aku sentuh saja tidak mau, tapi malah tidur dengan putra konglomerat. Kamu memang jal*ng, Sasti," ucap Frans.
Saat itu juga, Prasta mendekat dan melepaskan pukulan ke arah wajah Frans sampai pria itu tersungkur. Ia mengambil tangan Sasti dan menatap nyalang pria yang kini hanya bisa mengaduh.
"Jaga bicara elu. Dia ini calon istri gua," katanya dengan mantap.
Sementara Sasti hanya bisa terdiam. Apa calon istri?