Pelet, part 5

985 Words
Haji Imron memang sudah uzur. Dia meninggal saat berusia 67 tahun. Sedangkan Bu Haji belum setua itu. Bu Haji yang memiliki nama asli Widya Ningsih itu hanya berumur 38 tahun saat ini. Alasannya sangat sederhana. Bu Haji bukanlah istri pertama Haji Imron. Istri pertama Haji Imron meninggal sebelas tahun lalu, enam tahun setelah Haji Imron menikahi Widya di saat gadis itu masih berumur 21 tahun. Sejak istri pertama Haji Imron meninggal, otomatis, gelar Bu Haji sebagai istri utama Haji Imron pun mulai disandang oleh Widya, hingga sekarang. Saat Udin masih bekerja di selepan, dia pernah mendengar berbagai desas-desus dan rumor yang mengatakan jika Bu Haji memiliki andil dalam menyebabkan istri pertama Haji Imron meninggal dunia. Bahkan, banyak juga yang mengatakan bahwa Bu Haji lah yang memang merencanakan pembunuhan tersebut. Tapi, Udin tak pernah peduli. Toh semua itu bukan urusannya. Selama bekerja di selepan, Udin juga sangat jarang sekali bertemu dengan Haji Imron atau Bu Haji. Dia hanya melihat mereka sekali atau dua kali dalam seminggu. Itupun tak pernah lama dan mereka juga sekedar melihat-lihat saja. Karena alasan itu juga, Udin tak pernah menyangka jika Bu Haji masih mengetahui dan mengingat namanya bahkan setelah setahun lamanya. “Apakah ilmu peletnya sudah mulai bekerja?” gumam Udin kepada dirinya sendiri tapi pikiran itu segera ditepisnya. Dia tak berani ambil resiko dengan orang seperti Bu Haji. Dengan uang dan pengaruh yang dimilikinya, sangat mudah bagi Bu Haji untuk membuat Udin menjadi ‘orang hilang’ kapan saja. “Yang ini diangkat sana!” perintah Bu Haji ke arah Udin sambil menunjuk sebuah sofa panjang yang ada di depannya. Udin segera melaksanakan tanpa banyak tanya dan mengikuti instruksi Bu Haji. Ada banyak orang lain yang lalu lalang di sekitar mereka, baik memindah perabotan, menata karpet dan tikar, maupun menyiapkan sound system untuk acara tahlilan nanti malam. Ini adalah malam ke tujuh dan malam terakhir rentetan rituan tahlil yasin untuk mendiang Haji Imron. Sebagai acara pamungkas, keluarga Haji Imron tak tanggung-tanggung dan mengundang semua warga Banyuanteng untuk datang malam ini. Karena itulah, mereka semua sudah mempersiapkan tempat acara sejak pagi hari. “Yang itu!” tunjuk Bu Haji dan Udin setengah berlari mengikuti instruksinya. Tak lama kemudian, Udin sudah duduk di salah satu pojokan dapur rumah Haji Imron yang berukuran luas dan menyandarkan tubuhnya ke dinding. Peluh bercucuran di sekujur tubuhnya. Sebatang rokok terselip di bibirnya dan dia menikmati rokok itu dengan mata terpejam. “Capek banget ya Din?” tanya seorang pembantu wanita ke arah Udin tiba-tiba sambil meletakkan segelas teh hangat ke sampingnya. Udin menganggukkan kepalanya dan tersenyum ke arah wanita itu. Kalau tak salah namanya Lina. Udin mengenalnya beberapa hari lalu sejak diminta untuk membantu-bantu di rumah Haji Imron. Lina ini seumuran dengan Udin. Dan mungkin karena Lina bekerja di rumah yang mewah dan nyaman, sekalipun hanya seorang pembantu, tapi kulitnya putih mulus terawat. Tak seperti Udin yang berkulit sawo matang kehitaman karena sering terbakar terik matahari. Udin si anak kampung, sama sekali tak mengenal istilah skincare. Karena itu, dia menyangka jika Lina bisa memiliki kulit indah dan wajah cantik terawat karena pengaruh rumah nyaman ber-AC milik Haji Imron. “Sabar ya Din, Bu Haji emang gitu orangnya. Cerewet,” bisik Lina sambil mendekat ke arah Udin dan berbisik di telinganya. Udin tahu jika Lina melakukan itu karena takut jika kata-katanya terdengar oleh orang lain, tapi tetap saja, aksi Lina yang berbisik di dekat telinganya dan aroma wangi tubuhnya membuat kelelakian seorang pemuda seperti Udin terusik. Udin menggelinjang dan melotot ke arah Lina, “Geli…” katanya pendek. Melihat reaksi Udin, Lina justru tertawa sambil menutupi bibirnya. “Masak sih?” tanya Lina menggoda. “Dasar!” sungut Udin sambil kembali menghisap rokok di tangannya. “Fyuuuhhhh…” Tanpa disangka-sangka, Lina justru kembali maju dan kali ini meniupkan nafas wanginya ke bagian samping wajah Udin. Jelas Udin kembali kegelian dan reflek memeluk pinggang ramping Lina di sampingnya. Lina terpekik kaget melihat ulah Udin, apalagi ketika Udin tanpa berbicara mencium bibir Lina sesaat kemudian. Lina diam tak membalas tapi sedetik kemudian dia memejamkan matanya, menikmati ciuman lembut Udin tanpa melawan sama sekali. “Kalian ngapain??” tiba-tiba sebuah suara bentakan terdengar mengagetkan Udin dan Lina yang spontan membuat Udin melepaskan pelukan dan ciumannya. Lina langsung bangkit berdiri dan ketika melihat sosok yang menegur mereka, dia langsung menundukkan kepala dalam-dalam. Udin juga terperanjat kaget dan rokok yang dipegangnya terjatuh ke tanah. Bu Haji berdiri berkacak pinggang sambil melotot ke arah mereka berdua. Atau lebih tepatnya melotot ke arah Udin. “Kamu tu!! Dah tahu banyak kerjaan malah mojok di sini!!” tegur Bu Haji lagi dengan suara keras. Udin dan Lina menundukkan kepala tanpa berani menjawab atau membantah. Sekalipun mereka berdua baru saja beristirahat sebentar dan hanya dalam hitungan menit saja, tapi mereka memang tertangkap basah sedang berciuman barusan. Mereka tahu bahwa penjelasan mereka akan percuma saja. “Sana!! Bantu di depan!!” kata Bu Haji ke arah Udin. Tanpa menjawab, Udin langsung melesat melaksanakan perintah Bu Haji. Setelah Udin pergi, Bu Haji menolehkan kepalanya ke arah Lina. Dia lalu melirik ke arah segelas teh di lantai yang belum sempat diminum Udin tadi. Bu Haji bisa menduga dan menebak apa yang terjadi. “Kamu yang ngegodain dia kan, Lin?” tanya Bu Haji ke arah Lina, kali ini suaranya lebih pelan dibandingkan saat berbicara dengan Udin barusan. Lina diam dan tak menjawab. Dia mengangkat kepalanya dan menatap tajam ke arah Bu Haji. Dia tak menundukkan kepalanya atau ketakutan seperti ketika ada Udin tadi. Melihat sikap Lina, Bu Haji diam saja dan sama sekali tak menegurnya, seolah-olah, hal itu memang sudah biasa Lina lakukan. “Ingat, Lin! Si Imron sudah mati. Kalau kau masih mau kerja di sini, jangan macam-macam sama aku,” ancam Bu Haji dingin. “Kau pikir kau bisa mengancamku? Aku tahu rahasia terbusukmu, Bu Haji…” sahut Lina sambil mencibir ketika menyebut nama Bu Haji. Tanpa menunggu jawaban, Lina memutar tubuhnya dan pergi meninggalkan tempat itu secepatnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD