Niat awal Jin yang hanya iseng ternyata menjadi sesuatu yang tidak bekesudahan.
Penyatuan bibir yang ada, kini menjadi belitan lidah yang semakin liar dan tidak bisa dihentikan. Kancing kemeja yang dikenakan Jin pun sudah terbuka separuhnya dan mengekspos tubuh atasnya yang berbalut kain berenda berwarna merah.
Dasi Sam pun sudah tergeletak di lantai begitu saja, Desahan dan erangan kecil pun tidak dapat lagi di tahan saat tangan Sam sudah menjelajah dan meremas lembut bagian atas tubuh Jin.
Bibir Sam turun perlahan menuju leher memberi kecupan serta gigitan kecil di sana membuat Jin semakin mengeratkan jemarinya pada helaian rambut pria itu.
“Sepertinya kita akan batalkan saja pertunangan yang ada.”
Sam dan Jin membeliak dengan tubuh menegang untuk beberapa detik, sampai akhirnya Jin melompat dengan segera dari pangkuan Sam. Dengan cepat ia mengancing kemejanya dan merapikan rambut yang saat ini sudah tergerai lepas.
Sam hanya bisa terkekeh, masih duduk di tempat yang sama dengan menggelengkan kepalanya.
Jin berbalik setelah pakaiannya dirasa sudah berada pada tempatnya. Ia menelan ludah saat melihat sepasang suami istri paruh baya yang sudah tidak asing lagi. Mereka sudah duduk santai pada sofa panjang, bersikap seolah tidak melihat apa-apa.
“Ma-maaf.” Jin merunduk malu dengan wajah yang sudah memerah padam. Ia melihat dasi Sam di bawah sana kemudian dengan cepat Jin merunduk mengambilnya dan menyerahkannya pada Sam.
SHOOT!
JIn tak henti merutuk dalam hati. Ia menyalahkan Ryu akan hal ini. Seharusnya si asisten datar itu menghubungi Sam kalau orang tuanya datang. Bukan malah membiarkan seperti ini.
Habislah kamu setelah ini Ryu!
Tapi, apa tadi ia tidak salah dengar? Apa benar pertunangannya akan di batalkan? Jin hendak bersorak girang kalau seperti ini. Berarti misinya selesai sampai sini dan mungkin dirinya akan berterima kasih pada Ryu yang telah membiarkan orang tua Sam masuk tanpa permisi barusan.
Yes! Batal!
Ah, dasar tidak konsisten!
“Jingga, kemari.” Perintah wanita paruh baya itu.
Dengan menggigit bibir bagian dalamnya Jin melangkah dan duduk dengan anggun pada kursi yang berhadapan dengan orang tua Sam.
“Kamu juga Sam.”
Tak lama mereka berempat sudah duduk saling berhadapan.
Wanita paruh baya itu lalu membuka suara. “Sepertinya pertunangan ini tidak bisa kita lanjutkan lagi melihat apa yang telah kalian lakukan barusan.”
“YES!” Jingga melompat riang di dalam hati memasang wajah datar.
Sam mengeryit tak paham, mengapa harus dibatalkan hanya karena mereka dipergoki sedang berbuat hal yang tidak seharusnya dilakukan. Dalam benaknya, beberapa bisnis akan lepas begitu saja, dan itu tidaklah baik.
“But Mom—”
Jin menendang pelan kaki Sam dan mendelik tajam pada pria itu.
Huh! Kenapa gadis di sampingnya saat ini bisa begitu mengintimidasi dirinya sedemikian rupa sih. Sam sudah sering bertemu dengan berbagai macam tipe manusia dan orang penting baik di luar juga di dalam negri, namun dari semuanya, tidak ada yang bisa membuatnya menjadi diam penurut seperti ini.
“Kita akan langsung menikahkan kalian dalam waktu dekat.”
Detik berikutnya rahang Jin langsung terjatuh begitu kerasnya. Namun dengan cepat ia mengatupkannya kembali. “Ta—tapi Tante, saya sama Sam belum terlalu mengenal. Kita butuh waktu lebih banyak lagi—”
“Kalian belum terlalu kenal saja sudah seperti itu, bagaimana kalau sudah saling mengenal.” Sela Ibu Sam yang bernama Manika itu.
Jin kesusahan menelan ludah kali ini. Tenggorokannya begitu kering, sangat tercekat.
“Awas kamu Ryu!” berang Jin dalam hati kembali meletakkan semua kesalahan pada Ryu.
Namun, bagaimana dengan Sam?
Pria itu sontak tertawa renyah saat mendengar kalau mereka akan segera menikah.
“Kapan?” Tanya Sam terlihat antusias. Tangan pria itu kini menggamit jemari Jin dengan erat tanpa sungkan di depan orang tuanya.
Jin mengumpat tidak terkira di dalam hati, namun, dengan terpaksa memasang senyum malu-malu agar tidak terjadi salah paham antara kedua keluarga besar.
“Kalau 2 minggu lagi, gimana?” Celetuk Prama, ayah Sam, yang akhirnya membuka suara. “Minggu depan papa sama mama kamu, sudah ada rencana keluar kota soalnya.”
“No problem.” Jawab Sam dengan entengnya.
“Oke kalau begitu, nanti biar mama hubungi mamanya Jingga untuk membicarakan semuanya.” Manika menatap Jin. “Tenang Jingga, yang terjadi barusan hanya akan berakhir di ruangan ini, kamu gak usah khawatir, mama kamu gak akan tau.” Lantas Manika mengerling jahil terkekeh dengan santainya.
Wajah Jin sontak memerah, entah hendak disembunyikan di mana saat ini. Bisa-bisanya ia melakukan hal gila bersama Sam di dalam ruang kerjanya di kantor. Gagal sudah semua yang direncanakannya hari ini. Yang benar saja, dia harus menikah dengan pria itu dalam jangka waktu 2 minggu lagi.
Namun, sekilas bayangan bibir lembut Sam yang memagutnya dengan lembut, membuat tubuh Jin meremang. Ia reflek menggigit bibirnya yang kini masih saja terasa kebas. Lalu tatapannya berpaling kepada Sam dan jatuh tepat pada bibir pria itu. Jin menelan ludah, merutuk karena ia menginginkannya sekali lagi, oh tidak, mungkin dua kali lagi. Atau tiga kali lagi.
Ah sudahlah! Pada akhirnya, Jin menggeleng samar mengumpulkan kembali kesadarannya.
--
Dua minggu kemudian.
Bahu Jin merosot lelah karena prosesi yang dilakukannya sejak pagi. Para udangan yang datang dari berbagai kalangan atas tanpa henti itu membuat kakinya sangat pegal.
“Silakan.” Ujar Ryu mempersilakan Jin dan Sam masuk ke dalam elevator khusus di sebuah hotel bintang 5, yang akan mengantarkan mereka menuju lantai kamar di mana mereka akan menghabiskan malam pertama.
Mulai hari ini, Jin telah sah menjadi Nyonya Samudra Wira. Seorang CEO muda yang karir bisnisnya sedang menanjak dengan tajam. Wanita manapun pasti akan berebut untuk menjadi istri pria itu.
Jin mengernyit saat Ryu juga ikut masuk ke dalam elevator. “Kamu, mau ikut malam pertama sama kami juga, Ryu?”
Dengan wajah tenang, Ryu memutar lehernya menatap Jin. “Saya cuma ngantar, tidak berniat untuk ikut campur dalam urusan kalian berdua.”
Selama dua minggu ini mengurus pernikahan dengan Manika, Jin akhirnya mengetahui kalau Ryu masih sepupu dari Sam. Pantas saja, mereka masih punya gen keangkuhan yang sama.
Jin melangkah terlebih dahulu keluar elewator sembari menenteng stiletto yang sudah dilepasnya.
Terdengar ponsel Sam berdering lembut mengalunkan nada instrumental dari komponis klasik terkenal yang berasal dari Jerman, Beethoven. Pria itu segera mengangkatnya. Langkah Sam terhenti saat meletakkan benda persegi itu di telinga.
Tidak ada satu katapun yang terucap dari mulut Sam, hanya wajah datar yang sedikit berkerut tegang. Sejurus kemudian Sam mematikan ponsel dan berbalik tergesa menuju elevator.
Ryu berbalik sembari mengumpat saat itu juga, membuat Jin terkesiap.
“Jangan coba-coba pergi, Sam …” Sahut Ryu masih dengan nada santai.
“Sam!” Seru Ryu yang kini mengejar Sam yang sudah masuk ke dalam elevator dan tidak dapat menjangkaunya karena pintu elevator tersebut sudah terlanjur menutup.
Ada apa ini? Jin hanya bengong tidak paham atas apa yang baru saja terjadi di hadapanya. Ia melemparkan stilettonya begitu saja dan menghampiri Ryu yang sedang menunggu lift untuk kembali terbuka.
“Ada apa ini, Ryu!” Seru Jin meminta penjelasan. “Sam, pergi ke mana?”
Tatapan Ryu tetap datar seolah enggan memberi penjelasan kepada Jin.
“RYU!”
“Sebaiknya kamu tunggu di kamar Jin, aku akan bawa Sam kembali ke sini.”
“Kamu tahu sesuatu kan, Ryu, ada yang di sembunyikan dari aku kan?” tebak Jin telak.
Namun, ekspresi wajah serta tubuh Ryu masih sama seperti tadi, tidak ada perubahan yang berarti.
“Oh great!” Jin memejamkan matanya sejenak. “I don’t give a fvck, Ryu! Aku akan cari tau sendiri!”