“Kau sudah berlebihan, bicaralah baik-baik” komentar Theodor menunjukan kekesalannya juga atas sikap kasar Aric. Theodor tidak tega melihat Calla yang tiba-tiba di seret pergi oleh bodyguard Aric untuk pergi menjauh.
“Aku tidak peduli” jawab Aric dengan arogan.
“Kau akan menyesal jika salah.”
“Aku tidak akan menyesal karena belum salah.”
“Aric, berhentilah bersikap semena-mena.”
“Ada apa denganmu?” tanya Aric dengan kesal. “Aku harus semena mena untuk untuk bertahan. Jadi tutup mulutmu.”
Aric segera membuka kamera di tangannya dan melihat semua photo yang ada hingga akhirnya ekspresi suram di wajahnya berubah karena dia tidak menemukan satupun potret dirinya disana. Aric hanya memotret para mahasiswa wanita yang berpakaian modis.
Melihat reaksi Aric yang berbeda, Theodor sudah bisa menebak bahwa sahabatnya itu sudah salah menduga.
“Kau salah mengambil keputusan. Minta maaflah kepadanya karena dia juga tetanggamu” decih Theodor segera pergi begitu melihat kebenaran yang terjadi.
Kepala Aric terangkat melihat ke sekitar mencari Calla yang kini sudah tidak di lihatnya. Kali ini dia memang salah berasumsi dan salah menilai, Aric membungkuk mengambil tasnya dan memasukan kamera itu ke dalamnya.
***
Malam itu terasa gerimis, Calla sudah bersiap-siap untuk berangkat bekerja.
Semenjak sore tadi Calla tidak bertemu dengan Aric lagi, sungguh dia merasa sangat kesal dengan apa yang telah terjadi. Aric Hemilton adalah pria arogan yang semena-mena.
Calla membencinya.
Calla tidak ingin lagi berhubungan dengan pria bermasalah itu lagi. Namun sebelum itu terjadi, Calla harus mengambil kameranya terlebih dahulu karena Calla akan mungkin bisa membelinya untuk menggantinya.
Dengan sedikit tertatih-tatih Calla melangkah dengan heelsnya keluar dari lift, pandangannya sedikit mengedar waspada takut bertemu Aric lagi. Begitu ia keluar gedung apartemen, Calla langsung melangkah secepat mungkin menyusuri jalanan yang ramai hilir mudik kendaraan.
Bising suara musik bisa di rasakan ketika Calla mendekati bar tempatnya bekerja. Sejenak Calla mengusap rambutnya yang sedikit basah karena gerimis dan kembali melangkah setelah merapikan pakaiannya.
Beruntung Calla bisa bekerja yang berhubungan dengan penampilan juga, jadi dia tidak perlu repot-repot lagi mengurus penampilannya bekerja di bar.
Suara kelakson mobil sangat keras terdengar dan sisi spion mobil juga hampir menyentuh tubuhnya, dengan gesit Calla bergeser ke sisi agar tidak tertabrak. Calla melihat mobil sport berhenti di sampingnya.
Tidak berapa lama si pengendara keluar.
Tangan Calla terkepal menahan emosi begitu melihat Aric yang keluar dari mobil mewah itu, pandangan Aric langsung tertuju pada Calla.
Perlahan Calla mundur hingga punggungnya membentur pagar besi begitu menyadari Aric mendekat dan berjalan ke arahnya, diam-diam tangan Calla terkepal. Dia sudah siap menghajar Aric jika pria itu bersikap kasar lagi kepadanya dengan seenaknya.
Pandangan waspada Calla mengedar mencari siapapun yang lewat, dia akan langsung berteriak sekeras mungkin jika nanti Aric memukulnya.
“Jangan mendekat” peringat Calla karena Aric semakin mendekat.
“Untuk yang tadi” Aric mulai membuka suara, sejenak dia terdiam dan memperhatikan ketakutan di wajah cantik Calla yang menunjukan permusuhan. Dalam satu langkah Aric semakin mendekat, saat itu pula Calla bergeser menjauh karena takut di pukul.
“Jangan mendekat!.”
“Aku ingin bicara.”
“Kembalikan kameraku” pinta Calla pada intinya. Calla tidak ingin bicara terlalu lama dengan Aric.
Melihat sikap Calla yang tidak bersahabat dengan tatapan tidak bersahabat membuat hati Aric sedikit tergelitik.
“Kau kenapa?” Aric menyeringai dan melangkah lagi semakin mendekat, sekali lagi Calla menjauh. Dalam satu langkah lebar lagi Aric melangkah semakin mendekat dan pada saat itu juga Calla langsung bergeser ke sisi untuk menjauh.
Aric merasa terhibur dengan kesiagaan Calla yang terus menjauh menjaga jarak darinya. “Ada apa denganmu?” tanya Aric dengan suara yang memberat dan menatap lekat Calla.
“Menjauh dariku!” teriak Calla.
“Kenapa?” Tanya Aric dengan tubuh sedikit mencondong semakin memperhatikan Calla lebih dekat, sudut bibir Aric terangkat membentuk senyuman melihat Calla yang sudah hampir menangis ketakutan karenanya.
“Riasanmu berantakan” bisik Aric memperhatikan riasan Calla yang sangat jelas di depan matanya.
“Bukan urusanmu!. Menjauh!” teriak Calla marah.
“Kau seperti kucing kecil.” Kekehnya menertawakan Calla. “Aku akan mengembalikan kameramu nanti.”
Tanpa bertanya lagi, Calla langsung bergeser lagi ke sisi lain dan segera pergi berlari untuk menjauh.
Melihat kepergian Calla yang terburu-buru membuat Aric terdiam. Pandangan Aric tertuju pada sebuah benang wol hitam panjang membentang dari kawat sampai pada rok Calla yang perlahan melepaskan anyaman di bagian belakangnya.
Rupanya benang wol itu mengait pada ujung runcing pagar besi saat tadi Calla bergeser.
Aric membungkuk, mengambil benang itu dan menariknya dalam gulungan dengan kuat, pria itu melangkah lebar mengikuti Calla di depannya dan masih tidak menyadari sesuatu. Jahitan rok Calla semakin menyusut seiring dengan langkahnya membuat kaki jenjangnya yang memakai heels itu semakin terekspos.
Beberapa orang melihat arah Calla, mereka saling berbisik namun tidak mengatakan apapun karena adanya Aric di belakangnya. Apalagi kini Aric tengah menggulung benang wol pakaian Calla.
“Hey kucing kecil” panggil Aric dengan keras membuat Calla berhenti berjalan dan berbalik menatapnya. Tangan Aric terangkat menunjukan gulungan benang dari rok Calla.
Kepala Calla tertunduk melihat ke belakang dan baru menyadari jika bagian Roknya sudah berkurang hingga nyaris memperlihatkan celana dalamnya. “C4bul!” teriak Calla panik dan malu. Gadis itu bergerak mundur dan berdiri di sisi dinding seketika.
Mata Calla berkaca-kaca terlihat malu untuk bergerak lagi. Napas Calla berubah cepat menahan tangisannya.
Aric mendekat dan menarik benang di tangannya hingga terputus, pria itu menyerigai memperhatikan Calla dari dekat. Cukup menghibur untuknya melihat wanita polos yang di permalukan oleh dirinya sendiri yang ceroboh.
Namun tatapan penuh permusuhan dan kebencian Calla yang tertuju kepadanya seakan tengah menuduh Aric bahwa dia pelaku yang sudah mempermalukan Calla. Pada kenyataannya Calla sendirilah yang mempermalukan dirinya sendiri.
“Ceroboh” ejek Aric dengan senyuman meremehkannya.
Tanpa terduga Aric melepaskan jaketnya dan melemparkannya pada Calla. Tidak ada ucapan apapun lagi darinya, Aric langsung pergi meninggalkan Calla yang diam terpaku merasa terkejut dengan sikapnya.
Calla tertunduk memandang jaket milik Aric, gadis itu mengusap air matanya sekilas dan terlihat sedih karena kesialan sudah terjadi dua kali untuk hari ini, dan hal itu tidak terlepas dari sosok Aric Hemilton.
***
Suara napas Calla terdengar sedikit lebih cepat, gadis itu berdiri di depan cermin menatap dirinya sendiri yang kini sudah berpakaian seragam kerjanya lagi. calla sudah merapikan riasannya dan juga tatanan rambutnya.
Tangan Calla menggenggam jaket milik Aric yang berhasil menyelamatkan dirinya dari aib yang hampir mempermalukan dirinya sendiri.
Calla tidak menyangka jika seorang Aric Hemilton yang beberapa jam lalu sangat dia benci karena ke aroganan dan sikap semena-menanya, kini pria itu memberikan jaketnya untuk membantu Calla.
Entah kenapa Calla merasa sekarang sikapnya berubah menjadi absurd dan tidak jelas.
Dalam satu tarikan napas dalamnya Calla mengatur adrenalin di dalam dirinya dan segera memutuskan keluar setelah memeriksa penampilannya lagi. Malam ini Calla harus bekerja dengan baik, dia tidak boleh memikirkan hal yang tidak penting.
***
Tubuh Aric sedikit membungkuk memegang tongkat biliardnya dan menatap tajam bola yang akan di tembaknya, pria itu terlihat mempesona dalam semua hal hingga membuat beberapa wanita tidak puas menatap dirinya hanya dengan sekali.
Beberapa wanita menatap apapun yang kini Aric lakukan seakan semua gerakan tubuh Aric dan apapun yang di lakukan pria itu sebagian dari tindakan tebar pesona.
Aric Hemilton memiliki daya pikat yang kuat, ketampanan, popularitas uang, pengaruh dan sifatnya yang pandai merayu, membuat wanita merasa di istimewakan meski hanya sebatas permainan.
Aric melihat kedatangan seorang wanita yang anggun dan cantik memasuki ruangan, para wanita yang semula memandang Aric penuh kekaguman langsung pergi keluar seakan tidak mau berhubungan apapun dengan wanita itu.
Wanita itu bernama Vanka.
Melihat kedatangan Vanka, Theodor langsung menyambut dan berbicara dengan Vanka. Vanka adalah satu-satunya teman wanita semasa kecil Aric dan Theodor. Vanka juga satu-satunya wanita yang sangat dekat secara ekslusif dengan Aric dan Theodor.
Vanka sangat cantik dan berkbakat, wanita itu sering kali membuat banyak orang iri kepadanya karena Vanka bisa sesuka hatinya berada di antara dua pria terbaik di kampus, apalagi Vanka di perlakukan dengan istimewa oleh Aric dan Theodor yang membuat semua orang berspekulasi bahwa Aric dan Theodor sama-sama mencintai Vanka.
Bahkan beberapa berita dan desas desus orang sering kali memberitakan jika Vanka adalah satu-satunya wanita special yang di hormati Aric Hemilton.
“Hay” Vanka tersenyum lebar mendekati Aric dengan tangan terbuka lebar hendak memeluk.
Dengan senyuman mempesonanya Aric memeluk Vanka, kepala Aric tertunduk membiarkan Vanka mengecup kedua pipinya bergantian.
“Hay” sapa Aric yang setelah hampir setengah bulan tidak bertemu dengan Vanka, karena Vanka karena tengah berliburan di Texas.
Pelukan Vanka mengerat, dia mengecup rahang Aric dan membelai pahatan indah rahang kokohnya yang menggoda. Namun Aric segera melepaskan pelukannya dan satu langkah mundur memberi jarak.
“Kenapa tidak menerima panggilanku?” bisik Vanka dengan lembut. Matanya yang berwarna keemasan itu menatap hangat Aric, terlihat jelas ada cinta yang begitu besar di sorot mata Vanka.
Alis Aric sedikit bergerak dengan kerutan samar di keningnya, “Kau bukan pengasuhku” jawab Aric terdengar tegas membuat senyuman di wajah Vanka memudar.
“Kau keterlaluan Aric” protesnya denga kaki menjinjit merangkul leher Aric hendak menciumnya lagi, namun dengan cepat Aric mendorongnya untuk menjauh tanpa mempedulikan terkejutnya Vanka dengan penolakanya.
Rupanya apa menjadi gosip orang-orang tidaklah benar, Aric dan Vanka tidak sedekat apa yang di gosipkan.
Aric memilih berbicara dengan teman perempuannya mengenai bola yang akan di tembak dan mengacuhkan Vanka, sekilas pria itu melihat kearah sudut ruangan dan melihat keberadaan Theodor yang terlihat cemburu.
Aric menolak Vanka dan bersikap lebih kasar kepada wanita itu agar dia menjauh karena Aric tahu Theodor memiliki perasaan kepada Vanka semenjak mereka kecil. Sementara Aric hanya menganggap Vanka teman meski Vanka berpikir lain.
Aric ingin Vanka membalas perasaan Theodor karena Theodor mencintainya.
Namun rupanya Vanka tidak terlalu mempedulikan perasaan Theodor kepadanya, bahkan Vanka berpura-pura tidak tahu. Semua itu tidak terlepas dari kenyataan bahwa Vanka lebih mencintai Aric di bandingkan harus memikirkan perasaan Theodor.
“Aric, aku masih ingin berbicara.” Ucap Vanka merasa tidak terima di abaikan.
“Vanka, jangan memaksa.” Nasihat Theodor.
Tangan Vanka langsung terkepal kuat merasa kesal di larang Theodor. “Kau tidak paham perasaanku.”
Aric tertawa dengan lepas dan membisikan beberapa ucapan memuji kepada teman wanitanya sebelum menyelesaikan permainannya. Aric tidak peduli dengan kekesalan Vanka yang di abaikan.
Perhatian Aric langsung terkunci kearah daun pintu saat melihat kedatangan Calla membawa nampan pesanan makanan dan minuman yang di pesan temannya.
Mata tajam Aric yang indah itu terlihat berkilat dan sedikit menyipit, tangannya yang tengah memegang tongkat billiard sedikit di usap dengan lembut begitu memperhatikan penampilan Calla yang menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Seulas senyuman kecil terlukis di bibir Aric, dari kejauhan dia bisa melihat kilatan permusuhan yang di kibarkan Calla untuknya begitu tatapan mereka bertemu. Bahkan untuk sebuah senyuman cantik di bibir mungilnya pun, Calla tidak sudi memberikannya pada Aric. Calla hanya tersenyum ramah kepada orang lain yang mengajaknya berbicara dan menanyakan pesanannya.
Tongkat billiard di letakan di atas meja, Aric mendekat selagi Calla berbicara dengan sopan kepada Treta dalam beberapa patah kata dan meletakan pesanannya, Calla mengambil uang tips yang di dapatkannya dan menyimpannya pada saku yang berbeda.
Aric berdiri di belakang Calla dan menyentuh pinggang gadis itu. telapak tangannya sedikit mengusap menelusup di balik pakaian Calla dan menariknya dengan cukup kuat hingga bahu Calla membentur dad4 Aric.
Calla tersentak kaget merasakan hembusan napas Aric yang menyapu telinga Calla. Calla menelan salivanya perlahan dengan mata membulat sempurna merasakan kekurang ajaran Aric di perutnya.
“Kucing kecil, kau memiliki b****g yang indah dan celana dalam yang cantik. Bisakah benang pakaianmu terlepas lebih tinggi” bisik Aric dengan serigainya.
Napas Calla berubah cepat terlihat panik, dalam satu tarikan napas panjangnya Calla segera berucap “Jaga sikap Anda Tuan. Ini adalah pelecah. Lepaskan tangan Anda, ada banyak cctv yang merekam, saya akan melaporkan tindakan tidak menyenangkan Anda jika Anda tidak segera melepaskannya” geram Calla masih mempertahankan sikap profesionalnya dengan berbicara formal pada tamu.
Semua orang yang mendengarkan ucapan Calla langsung diam terpaku dan menatap horror gadis itu.
To Be Continue . . .