BAB 4 : Dia, Aric Hemilton

1980 Words
  “Calla!” teriak Jerome dengan tangan melambai di udara begitu melihat sosok teman lamanya yang berjalan ke arahnya.  Calla langsung tersenyum dan berlari ke arahnya, Calla melewati beberapa orang di hadapannya yang berjalan mempercepat langkah kakinya menuju Jerome, begitu sudah berada di hadapan Jerome, tiba-tiba Calla langsung melompat memeluk Jerome dengan  perasaan senang. Calla dan Jerome belum sempat bertemu langsung, mereka hanya berkomunikasi sampai kemarin sore karena Calla membutuhkan apartemen. “Bagaimana apartemennya?” Tanya Jerome dengan tawa kecilnya melihat bagaimana semangatnya Calla mengawali sekolahnya. “Luar biasa bagus, aku sangat suka. Aku sangat beruntung meminta tolong padamu.” Calla menguraikan pelukannya, “Syukurlah jika kau suka” “Temani aku berkeliling.” “Aku akan memandumu” Jarome meraih bahu Calla dan membawa gadis itu berkeliling kampus barunya Calla, gadis itu adalah murid baru semester satu yang baru datang. Semua administrasi dan keperluan lainnya sudah di tangani perusahaan yang dimana Calla hanya tinggal datang dan belajar. Jerome membawa Calla berkeliling sekolah barunya sambil menceritakan banyak hal dan menjelaskannya agar Calla tidak tersesat. Jerome  membawa Calla  ke semua tempat yang ada hingga bangunan utama tempat dimana Calla akan belajar. Kekaguman Calla tidak dapat di tutupi, dia tidak salah bekerja keras untuk memasuki Sky University karena ini adalah kampus terbaik kedua di Negaranya setelah Giedon University. Calla yang sempat ingin bersekolah di Giedon University karena semakin mempermudah jalannya ke Belanda, tidak bisa memasuki kampus itu karena dia bukan keturunan bangsawan, nilainya tidak memadai dan biaya sekolah yang sangat mahal. Calla sendiri tidak ingin menghabiskan uangnya untuk sekolah sementara waktu di Neydish karena tujuan utamanya pergi ke Belanda. “Aku tidak menyangka kau akan masuk kedokteran Calla, sangat mengagetkan kau sampai berjalan sejauh ini hanya untuk bisa ke Belanda untuk menemui Harry.” Jerome menarik bahu Calla semakin dekat ketika segerombolan mahasiswa lewat koridor. Kepala Calla menengadah melihat wajah Jerome, “Apa yang aku lakukan bukan hal yang buruk. Ketika aku mengejarnya, aku semakin melakukan hal-hal baik. Salah satunya sekarang.” Harry adalah cinta pertama Calla yang terpisah sejak mereka duduk di bangku menengah, mereka berpacaran cukup lama dan bertahan dengan jarak jauh. Karena itu Calla ingin ke Belanda dan bertekad untuk menyusul Harry untuk bersama-sama dengannya membangun mimpi besar mereka. Jerome sedikit mengangguk “Kau benar, bagaimana kabar Harry?” “Baik, sangat baik” Calla sedikit terpaku melihat bagaimana mewahnya kantin sekolah yang nyaman dan tertata begitu bagus. “Tutup mulutmu Calla, ayo kita sarapan. Kau belum mendapatkan akses, jadi aku yang teraktir” tawa Jerome melihat ekspresi Calla yang masih tidak menutupi bibirnya melihat kemewahan yang memanjakan matanya. Mereka pergi menuju tempat makanan dan mengantri masih sambil berbicara hingga curhatan Calla mengenai pekerjaan paruh waktu yang di jalaninya sejak semalam. “Kau serius sudah bekerja?” tanya Jerome yang terlihat kaget. “Ya, aku bekerja di bar dekat sekolah. Barnya sangat besar dan dekat ke apartement.” “Kau ceroboh Calla. Kenapa kau bekerja di tempat gila itu Calla?” “Kenapa kau terlihat marah?” tanya balik Calla yang tidak paham dengan reaksi berlebihan Jerome seakan apa yang Calla pilih adalah tindakan yang sangat mengancam. “Jelas aku marah. Kau salah memilih pekerjaan.” bisik Jerome terlihat takut jika seseorang bisa mendengarkan suaranya. “Jelaskan padaku. Ada apa?.” Calla kembali bertanya mengapa, perhatian Calla terfokuskan  ke layar di depannya, Calla menggeser layar dan menekan layar computer memilih menu makanan dan minuman lalu mengambil kertas kecil nomer makanannya untuk di tunggu. “Harusnya kau menanyakannya dulu padaku sebelum mencari pekerjaan” protes Jerome mulai memilih makanan untuknya sendiri setelah mendapatkan giliran. “Bayarannya cukup bagus, aku tidak bisa berdiam diri, aku juga mendapat banyak uang tips dan atasanku sanga baik. Aku harus memiliki banyak uang. Aku harus membuktikan kepada ayahku jika aku bahagia meski dia menolakku.” “Tapi tempat itu tidak cocok denganmu Calla. Kau terlalu polos dan lugu, bagaimana jika pemilik bar itu menindasmu?.” “Apa mak_” “Ehem!” Belum sempat Calla bertanya lagi, suara deheman seseorang di belakang mereka langsung menghentikan pembicaraan. Kepala Jerome tertunduk seketika menyadari jika Aric Hemilton berdiri di belakangnya.  Jerome langsung mengunci mulutnya merasakan aura buruk dari Aric Hemilton pemilik bar dimana Calla bekerja. Tangan kecil Calla berpegangan pada ujung jaket Jerome, gadis itu menarik Jerome terburu-buru menuju tempat dimana makanannya akan keluar. Entah kenapa sejak kamarin hingga sekarang Calla merasakan kesialan yang menakutinya, Calla merasa terganggu dengan pria tampan sekaligus menakutkan itu. Calla merasakan aura buruk ada pada dirinya. Calla dan Jerome segera mengambil tempat duduk di tempat yang jauh dari siapapun, sesekali Calla mencuri pandang ke arah Aric yang kini dia juga sedang mengambil segelas kopi pesanannya. Tidak berapa lama pesanan makanan Calla dan Jerome datang membuat keduanya terburu-buru mengambil makanan mereka dan segera duduk. “Kau mengenal pria itu?” Bisik Calla sambil menikmati sarapan paginya. Jerime menengok sekilas mengikuti kemana arah Calla melihat. Jerome melihat ke belakang dimana sekarang Aric membawa gelas kopinya dan duduk bergabung dengan Thoedor. “Dia Aric Hemilton. Seluruh mahasiswa disini mengenalnya” jawab Jerome kembali melihat ke arah Calla, tubuhnya sedikit mencondong mendekatkan multnya pada telinga Calla. “Kau harus berhati-hati padanya, dia adalah seorang Cassanova. Setiap hari dia menaklukan wanita yang berbeda.” Makanan di dalam tenggorokan Calla hampir kembali karena kaget, gadis itu sedikit jijik mendengarnya. “Dia biasa saja, bagaimana bisa di gilai wanita” protesnya tidak suka. Sekali lagi Calla melihat kearah Aric dengan hidung merengut tidak setuju. Calla tidak mengerti dengan perempuan yang jelas-jelas tahu bagaimana bajingannya pria yang menjadikan wanita sebagai mainan penaklukan, namun para wanita itu tetap rela di permainkan. Bagaimana  bisa wanita mau di bodohi dan di perbudak seorang pria biasa saja seperti Aric Hemilton. Tunggu.. Biasa saja? Calla terpaku menatap Aric yang tersenyum begitu tampan memamerkan senyuman menawan di wajah tampannya yang indah, matanya sangat memikat terlihat bercahaya dan sedikit kelam menyimpan sedikit rasa penasaran seseorang yang melihatnya. Wajahnya memiliki pahatan yang sempurna di setiap lekuknya, pria itu terlihat menawan dalam sisi manapun di lihat. Wajah Calla tiba-tiba pias dan tertunduk menyuapkan makanannya lebih besar begitu Aric membalas tatapannya karena kedapatan memperhatikannya. “Dia menakutkan” bisik Calla, “Apakah dia penghuni kamar sebelah apartemen yang sekarang aku tempati?.” “Aku lupa mengatakannya kepadamu, karena itu harganya murah. Meski dia sangat populer, namun reputasinya cukup buruk membuat banyak orang tidak tahan berada di sampingnya. Menurut gosip, ibunya adalah selebritis terkenal. Ayah Aric seorang mafia yang tidak di ketahui identitasnya, temanku yang sempat tinggal di apartement yang kini kau tempati hanya bisa bertahan tinggal beberapa hari saja karena keributan yang di buat Aric. suatu malam ada keributan, Aric di serang dan ayahnya yang mafia menurunkan banyak anak buah untuk melindungi Aric. Ada pertengkaran hebat yang menelan korban jiwa, karena itu temanku langsung memutuskan pindah ke asrama.” Selera makan Calla langsung menghilang karena takut dengan cerita Jerome yang meyeramkan dan akan menjadi mimpi buruk Calla sepanjang waktu. “Hey, santailah” Jerome mencubit pipi Calla cukup keras hingga gadis itu meringis kesakitan. “Selama kau tidak berhubungan dengannya, kau akan baik-baik saja. Jadi, sebisa mungkin bersikap asinglah sampai kau berangkat ke Belanda. Kau paham?” Calla langsung mengangguk mengerti. Tangan Calla langsung terkepal kuat penuh tekad untuk tidak akan pernah mengenal seorang Aric Hemilton selama dia tinggal dan sekolah di kota Andreas dalam waktu beberapa bulan. *** Sudah empat hari Calla tinggal dan sekolah, setiap hari dia mengahabiskan waktuya untuk sekolah, sore harinya dia berdiam diri di apartemen untuk belajar, dan malam harinya dia akan berangkat bekerja. Apa yang Calla lakukan terus berputar seperti lingkaran, semenjak mendapatkan informasi dari Jerome mengenai Aric tetangganya. Sejak saat itu pula gadis itu bersikap lebih hat-hati dan menghindar dari apapun. Meski Calla dan Aric tinggal di satu gedung yang sama. Namun tidak pernah sekalipun mereka berbicara dan saling menyapa, Calla sendiri tidak pernah berharap maupun ingin berhubungan dengannya. Ada beberapa kali mereka berpas-pasan dan tidak saling sengaja melihat dan berhadapan, namun Calla langsung berlari pergi menjauh untuk menghindar. Hari ini Calla bertemu lagi dengan Jerome di sekolah karena Calla membutuhkan pekerjaan tambahan untuk menambah penghasilannya. “Ini pekerjaan yang mudah Calla” Leti memberikan kameranya pada Calla setelah perbincangan mereka mengenai pekerjaan paruh waktu yang menyenangkan. “Kau hanya perlu memotret style remaja di sini, jika sudah mendapatkannya kau hanya perlu mendiskusikannya dengan seseorang.  Kau datang ke butik dan memakai pakaian yang di berikan. Ubah gayamu dan promosikan pakaian yang kau pakai, upahmu lima puluh dollar seharinya. Jika kau berhasil menjual beberapa pakaian, kau akan mendapatkan tips tambahan. Perhatikan penampilanmu, jangan sampai pakaian yang kau pakai juga rusak. Kau mau?” “Aku mau” mata Calla berbinar penuh semangat, apapun yang berhubungan dengan uang, dia akan melakukannya selama dia tidak mencuri dan meminta. “Aku akan mengambil gambar hari ini.” “Baiklah, sampai jumpa besok.” Leti melambaikan tangannya dan segera pergi meninggalkan Calla yang kini membuka camera di tangannya dan melihat-lihat. Masih ada banyak waktu yang Calla miliki untuk mencari potret mahasiswa yang berpakaian modis untuk jadikan sasaran tempat pemasarannya nanti. Calla hanya perlu menyasar mahasiswa yang memiliki jiwa kosumtif dan memperhatian fashion mereka. Hal pertama yang harus Calla lakukan adalah mempelajari pakaian dan mengubah penampilannya sendiri agar masuk ke dalam lingkaran orang-orang keren. Sepanjang Calla berjalan, dia masih bisa melihat banyaknya mahasiswa yang hilir mudik pulang dan datang.  Sangat banyak orang yang bisa dia ambil gambarnya untuk pekerjaan barunya. Langkah kaki Calla mengantarkan dirinya pada lapangan hijau dimana kebanyakan mahasiswa tengah membaca di rumput hijau dan bersantai, beberapa di antara mereka tengah mengobrol dan bersepeda juga berolahraga. Sangat menyenangkan melihat banyak anak muda yang bisa bersantai dan menikmati hari mereka. Calla mengambil gambar beberapa mahasiswa yang lewat dengan senang hati, bibirnya mengukir senyuman gelinya menyadari betapa menyenangkannya sekolah di Sky university yang di penuhi berbagai kalangan dan golongan. “Hey!. Turunkan kameramu” suara tajam seseorang membuat Calla menurunkan cameranya. Gadis itu menahan napasnya dan terpaku pada Aric dan Theodor yang tengah bermain basket di sisi lapangan. Kedua pria itu menatap Calla dengan tajam karena kamera Calla menorah pada mereka. “Kau mengambil gambar kami?” Tanya Aric membanting bola basketnya  hingga memantul ke sisi kawat. Calla menggeleng kehilangan kata-kata, dia hanya memotret gadis cantik yang berdiri di sisi lapangan. Bibir Calla sedikit bergetar menelan salivanya perlahan terlihat takut. Aric mendekat dan mengulurkan tangannya, keringat membasahi tubuhnya, tubuhnya yang tinggi atletis itu mendominasi Calla hanya dengan sedikit berdekatan. “Berikan kameramu” suara Aric semakin menajam penuh perintah. “Aku tidak melakukan apapun” jawab Calla sedikit ketakutan dan memegang kameranya dengan erat menyalurkan ketakutannya. Kamera itu milik orang lain, Calla harus menjaganya dengan baik. “Sudah, jangan di perpanjang” Theodor datang dan sedikit menarik bahu Aric untuk menjauh dari Calla yang kini seperti seekor kucing kecil yang tidak memiliki cakarnya. “Tidak, berikan kameramu” pinta Aric dengan arogansinya, dia harus tetap memastikan jika gadis di hadapannya memang tidak mengambil gambarnya. Aric harus berhati-hati karena musuh orang tuanya yang banyak, tidak sedikit orang yang ingin melenyapkannya hanya status ayahnya. “Sudah aku bilang aku tidak melakukan apapun” tegas Calla memiliki keberanian, tiba-tiba dia merasa jengkel dan jijik dengan kepercayaan diri Aric dan kearoganannya. “Kau pikir kau siapa, percaya diri sekali aku mengambil photomu.” Rahang Aric menegang, dalam satu langkah dia merebut kamera di tangan Calla. “Hey, jangan mengambilnya. Dasar kurang ajar” teriak Calla tidak terima dengan sikap semena-mena Aric. Belum sempat Calla melangkah untuk mengambil kembali kameranya, seseorang menarik Calla untuk menjauh dari Aric dan menyeretnya pergi agar menjauh. “Itu kameraku!. Kembalikan kameraku” teriak Calla mulai menunjukan kemarahannya. Tubuh Calla sedikit terhuyung karena dorongan, anak buah Aric melepaskannya ketika sudah berada di depan gerbang. Mereka melempar Calla dengan enteng membuat Calla sedikit terjatuh ke aspal. Bibir Calla mencebik menahan tangisan kesalnya karena di permalukan. “B4jingan sialan” umpatnya seraya menghapus air matanya. To Be Continue . . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD