BAB 11: Tangisan di Bawah Hujan

1892 Words
Jawaban Calla sedikit menyentil hati Alex, pria itu terdiam sesaat sebelum berbicara lagi dengan lebih kasar. Hati Alex mengakui kebenaran bahwa dia menelantarkan puterinya, namun mulut Alex tidak akan pernah berucap untuk mengakuinya.  “Baiklah” jawab Alex dengan mata yang lebih terbuka dan rahang mengetat, Alex kembali angkat suara  “Aku akan menghargainya, jika itu pilihanmu. Namun, jangan pernah memanggilku ayah lagi di depan umum jika kau sedang bekerja menjadi pelayan seperti ini. Aku tidak ingin Zea merasa malu memiliki kakak tiri yang bekerja sebagai pelayan, aku harap kau mengerti Calla. Ini untuk kebaikanmu juga agar kau tidak di ganggu ketenangan Zea.” Bibir Calla bergetar terlihat tidak percaya dengan apa yang sudah keluar dari mulut Alex. “Mengapa?. Ayah tidak ingin aku panggil ‘ayah’ karena takut Zea terganggu, atau Ayah malu memiliki anak sepertiku?.” Tanya Calla dengan mata berkaca-kaca. Alex tidak menjawab. “Katakan padaku. Mengapa aku harus menerima semua ini?. Apa salahku?.” “Calla, berhenti mendramatisir keadaan. Kau sudah dewasa, aku menyesal sudah membuat kesalahan di masa lalu. Aku tidak ingin membuat kesalahan yang sama lagi dengan menghancurkan keluarga baruku yang sudah sempurna.” “Apa aku bukan bagian keluargamu?.” “Berhenti menanyakan pertanyaan kekanak-kanakan Calla.” Jawab Alex membentak. Alex membuang mukanya seketika. “Bersikaplah selayaknya orang asing jika kau melihatku bersama Zea. Berhenti menanyakan alasannya. Lakukan apa yang aku minta.” Hati Calla mencelos mendengarkan ucapan kejam Alex kepadanya. Air mata Calla terjatuh melihat Alex yang kini berbalik membawa Zea dengan penuh kasih sayang. Sikap Alex adalah bentuk ke tidak adilan yang nyata. Alex mampu mencintai Zea dengan sangat baik, namun tidak kepada Calla meski gadis itu puteri kandungnya, bahkan Alex tidak mau di panggil ayah oleh Calla karena malu.  “Saat  Ayah pergi meninggalkan aku dan ibu, juga Riana.” Teriakan  keras Calla membuat  Alex berhenti melangkah dan kembali berbalik melihat Calla. Air mata Calla terjatuh membasahi pipinya “Ayah meninggalkan setumpuk hutang karena gagal berbisnis. Membiarkan aku dan ibu berjuang berdua merawat Riana yang sakit hingga akhirnya meninggal karena Ayah menolak mendonorkan ginjal Ayah kepada Riana. Bahkan Ayah tidak datang di hari pemakaman Riana.” Teriak Calla tidak mampu mengontrol emosinya. “ Karena Ayah, kami  kehilangan Riana, kehilangan semua harta kami karena di sita, kami harus berlarian ke sana ke mari di kejar penagih hutang yang Ayah tinggalkan. Kami harus tinggal di penampungan untuk waktu yang lama hanya untuk mendapatkan rumah kami kembali” suara Calla bergetar, dengan cepat gadis itu menghapus air matanya. “Ayah meninggalkan kami dengan sangat mudah.  Ayah meninggalkan kami untuk menikahi  ibu  Zea setelah dua hari perceraian,   Ayah masih hidup bahagia meski sudah membuat Riana meninggal. Setelah semua yang Ayah lakukan,  aku pikir hanya cinta Ayah pada ibu yang sudah tidak ada, namun cinta Ayah padaku masih ada karena aku darah daging Ayah. Rupanya ini jawabannya, Ayah sudah menganggapku orang asing, bahkan untuk memanggilmu ayahpun aku tidak boleh.” Alex terdiam kehilangan kata-kata, ia tidak memiliki jawaban apapun untuk membela diri karena apa yang Calla katakan semuanya adalah kebenaran. Hati Alex bergemuruh menatap Calla yang menumpahkan sebagian kesedihan di dalam hidupnya. Masih banyak kesedihan yang Calla pendam atas kekecewaan yang Alex torehkan. “Satu detik saja. Apakah kau pernah merasa menyesal karena sudah menyakiti kami?. Ataukah menyakiti kami bukan hal yang berarti untukmu?.” Tanya Calla yang tidak lagi menyebut Alex dengan panggilan Ayah. Alex tidak bersuara sedikitpun.  Alex tidak bisa memberikan penjelasan apapun atas apa telah dia perbuat. Semua yang Alex perbuat selama ini hingga mengorbankan keluarganya, semua itu hanya karena uang. “Apakah kekayaan ibu Zea sangat begitu luar biasa hingga kau tidak mau mengakuiku?.” Tanya Calla lagi. “Diam Calla, kau tidak tahu apa-apa. Berhenti bersikap kurang ajar kepadaku” bentak Alex tersinggung karena Calla terus menguliti dirinya dengan semua kenangan buruk yang Alex perbuat kepada keluarganya. “Jangan ganggu kehidupan kami. Jalanilah kehidupan kita masing-masing!.” Teriak Alex  lebih keras. Alex langsung berbalik pergi membawa Zea memasuki mobil. Alex pergi dengan cepat meninggalkan Calla yang kini masih berdiri di tempatnya dan perlahan mulai menangis. Calla menangis memukul dadanya beberapa kali. Hatinya terasa sangat sakit dan tidak mampu di jelaskan dengan kata-kata. Kaki Calla bergetar merasa lemah untuk melangkah, gadis itu tertunduk memandang lantai yang kini terhalang oleh air mata yang terus berjatuhan. Calla melangkah pergi dan mengusap air matanya beberapa kali. Calla melangkah di antara rasa dinginnya malam dan perut kosong kelaparan karena tidak sempat makan malam. Suasana ramai jalanan dan rintikan hujan yang mulai turun tidak dia pedulikan lagi. “Pria bajing*n” komentar Aric yang sejak awal diam di atas balkon dan melihat apa yang terjadi pada Calla dan Alex. Aric juga mendengarkan apa yang sudah menjadi perbincangan Calla dan Alex. Rintik hujan turun menghiasi langit, kepala Aric menengadah merasakan tetesan hujan membasahi wajahnya. Pria itu segera beranjak dan pergi keluar bar menuju mobilnya sebelum hujan turun deras mengguyur. Suara petir terdengar menyambar, hujan turun dengan deras di tengah malam itu, Aric menginjak pedal gas dan segera meninggalkan tempat. Pria itu melihat ke sisi jalan memperhatikan Calla yang masih berjalan menyusuri sisi trotoar, gadis itu tidak mempedulikan hujan yang membasahi tubuhnya. Laju mobil Aric perlahan memelan, entah apa yang ada di pikirkan pria itu hingga dia memutuskan untuk memperhatikan apa yang di lakukan oleh Calla. Aric segan untuk turun dan menawarkan tumpangan. Dia teringat bagaimana ekspresi takut Calla saat dia mengganggunya, gadis itu menangis. Perlahan laju mobil Aric berhenti ketika Calla duduk termenung di halte bus untuk berteduh, tubuh mungilnya menggigil kedinginan, namun bahunya bergetar lebih hebat karena masih menangis. Calla sangat sedih dan patah hati dengan ucapan Alex yang melukai dirinya. Kening Aric mengerut begitu melihat  motor  Theodor berhenti di depan Calla, Theodor turun dari motornya menghampiri Calla mereka terlibat beberapa percakapan yang terlihat akrab dan membuat Calla berhenti menangis. Suara deringan telepon di saku jaket Aric membuat pria itu mengalihkan pandangannya dan memeriksa handponenya. Sesaat Aric membaca nama yang tertera di layar, lalu mengangkatnya. “Ya Sabrina.” Sapa Aric dengan lembut. “Aku di depan apartementmu.” “Tunggu aku sepuluh menit lagi.” Aric langsung memutuskan pembicaraannya dan kembali menyalakan mesin mobilnya, sekilas pria itu kembali melihat Calla sebelum memutuskan benar-benar pergi. *** Calla duduk menangis terisak dengan keras di antara derasnya suara hujan turun, hatinya sungguh sakit hingga membuat Calla tidak mampu berbicara selain menangis menumpahkan amarahnya. Calla datang bukan hanya untuk bisa sekolah dan pergi ke Belanda, dia datang ingin menemui ayahnya dan hanya sekadar bertemu untuk mengenang masa-masa kecilnya yang sempat dia rasakan bagaimana rasanya memiliki keluarga yang utuh. Calla ingin memastikan bahwa masih ada cinta di hati ayahnya meski Alex sudah meninggalkan dirinya dan meninggalkan luka yang begitu besar untuk dirinya. Namun apa yang Calla harapkan tidak sesuai dengan apa yang terjadi. Ketika Alex menolaknya untuk tinggal di rumahnya, Calla masih bisa berlapang dad4 dan memahami jika kehidupan mereka sekarang berbeda, Alex memiliki kehidupan baru yang tidak bisa Calla datangi seenaknya. Calla menerima semuanya tanpa dendam dan kebencian. Namun Calla tidak menyangka jika Alex akan sejauh ini membuat Calla kecewa, Calla kecewa dengan Alex yang tidak peduli padanya bahkan untuk memanggilnya ayah sekalipun Alex sudah mulai melarang dirinya dan merasa malu. Apa yang sudah Alex katakan malam ini membuat Calla merasa kecewa dan menyesal karena sudah memaafkan semua sikap Alex dan masih merindukan kasih sayang Alex. “Salahku apa?. Kenapa ayah sejahat itu kepadaku” isak Calla mengusap air matanya lagi beberapa kali. “Apa aku tidak berharga sedikitpun hingga aku tidak layak untuk di akui bahkan tidak pantas memanggilmu ayah? Apa aku sememalukan itu?. Mengapa semua orang memperlakukan aku dengan buruk?. apa kesalahanku, mengapa aku menjadi layak untuk di sakiti mereka.” Derung suara motor sport terdengar keras membuat Calla tertunduk malu, Calla menghapus air matanya dan berusaha menghentikan isakan tangisannya saat melihat Theodor yang turun dari motor. Pria itu berlari ke arah Calla dan duduk di samping gadis itu terlihat ingin ikut berteduh. Theodor bersikap seperti tidak melihat apapun yang terjadi kepada Calla. Wajah Calla memaling ke sisi, Calla mengusap air matanya yang terus berjatuhan karena tidak bisa berhenti menangis meski dia sudah berusaha mencoba menghentikannya. Tidak ada percakapan apapun yang terjadi di antara mereka, Theodor tidak menghentikan tangisan Calla maupun bertanya dengan apa yang telah terjadi pada gadis itu. Perlahan tangisan Calla terhenti, gadis itu kembali menjadi sedikit lebih tenang. Theodor mengintip  Calla melalui sudut matanya, memperhatikan bahwa kini Calla sudah berhenti menangis.  Theodor mengambil sapu tangan dari saku jaketnya. “Ini” Theodor memberikan sebuah sapu tangan kepada Calla. Calla terlihat kaget dan ragu untuk menerimanya. Namun pada akhirnya Calla menerimanya dan mengusap wajahnya yang basah karena air hujan dan air mata. “Jangan melihatku.” Bisik Calla malu karena Theodor menyaksikan semuanya meski Theodor bersikap berpura-pura tidak melihat. “Hujan yang turun menyembunyikan semua air matamu.” Jawab Theodor tedengar dalam. “Terima kasih” ucap Calla dengan bisikan kecilnya. “Apa harimu cukup berat?” Tanya Theodor mulai membangun pembicaraan. Calla menggeleng dengan senyuman memaksakan. Memang sangat berat bagi Calla untuk tetap terlihat baik-baik saja, dia akan tahan jika di perlakukan buruk oleh Zea, di perlakukan semena-mena oleh Aric. Namun tidak dengan Alex, ayahnya sendiri. “Mungkin aku yang cengeng” jawab Calla masih berada dalam kesedihannya, Calla sedang membangun kembali pertahanannya untuk kembali kuat dan berhenti mengeluh juga menangis.  “Apakah Aric mengganggumu?” Tanya Theodor dengan tenang. “Tidak.” Jawab Calla dengan cepat. Theodor sedikit tersenyum melihat ekspresi bingung Calla yang serba salah mengakui bahwa selama ini dia memang merasa terganggu oleh Aric Hemilton. Theodor sudah mengenal Aric sejak mereka masih kecil, meski Aric sangat suka bermain-main dengan banyak wanita dengan mengandalkan nama besar keluarganya, ketampanan, kekayaan, namun Aric tidak pernah memaksa wanita yang tidak mau dengan dirinya. Ketika Theodor melihat perubahan pada Aric yang suka mengganggu Calla. Theodor penasaran, seperti apa sesungguhnya Calla Adeva itu hingga bisa membuat Aric Hemilton bersikap berbeda dalam waktu yang sangat cepat. Theodor sedikit menyadari jika Calla adalah gadis yang polos dan berpikiran utuh, andaikan saja gadis yang Aric ganggu bukan Calla. Mungkin gadis itu sudah menerima Aric dan mengambil kesempatan untuk memanfaatkan berbagai hal. “Aric, dia tidak seburuk itu.” ucap Theodor menegaskan. Meski mereka sedang dalam taruhan, Theodor adalah orang yang netral. Tangan Calla terkepal, “Kau mengatakan itu karena kau temannya dan sudah di buat terbiasa dengan sikap buruknya.” “Aku terbiasa dengan sikap baik dan buruknya. Namun aku akui, bahwa dia sudah bersikap berlebihan kepadamu.” Aku Theodor. “Kalian terlihat dekat.” “Ya, kami dekat. Kami berteman sejak kecil.” Theodor memulai cerita kecilnya. “Ada suatu hal yang mungkin tidak dapat di ceritakan dan menjadi dasar mengapa dia bersikap buruk kepada banyak wanita, termasuk kau. Meskipun begitu, aku tidak membenarkan tindakannya. Tidak sepantasnya dia bersikap buruk kepada orang yang tidak ada hubungannya dengan masalahnya.” “Jika kau tidak membenarkan perbuatan buruknya” Calla terdiam sesaat dan menatap Theodor. “Tolong aku, bagaimana caranya agar aku tidak di ganggu Aric lagi. Aku sangat muak di ganggu olehnya tanpa alasan. Aku benar-benar takut dengan apa yang akan terjadi di masa depan. Aku tidak berani melawan dan melaporkannya karena dia anak seorang mafia, begitu banyak mafia yang menjaganya. Aku mohon, tolong aku bagaimana cara dia berhenti menggangguku.” Apa yang di katakan Calla membuat Theodor sedikit bingung dan kaget. “Kau tidak tertarik denganya?.” To Be Continue..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD