Apa yang di katakan Calla membuat Theodor sedikit bingung dan kaget. “Kau tidak tertarik denganya?.”
Kening Calla mengerut seketika. “Untuk apa aku tertarik pada pria bajing*n seperti dia. Jelas-jelas dia merendahkan wanita, kenapa aku harus tertarik pada jenis manusia seperti itu?. Jika aku teratarik padanya, itu artinyya aku tidak normal” omel Calla marah. “Ups. Aku tidak bermaksud menjelekannya di depanmu” Calla langsung menutup mulutnya tampak menyesal.
Seketika Theodor tertawa geli mendengarnya, jarang sekali dia menemukan wanita yang memiliki pandangan seperti Calla. Sebagian wanita berlomba-lomba mencoba menaklukan Aric untuk menjadikannya sebuah kebanggaan, termasuk Vanka.
Vanka sangat mencintai Aric hingga membuat Vanka enggan untuk melihat ke belakang bahwa selama ini ada Theodor yang selalu setia menunggu dan menemaninya.
Cukup menyenangkan bagi Theodor mengetahui bahwa Calla tidak memiliki ketertarikan apapun kepada sahabatnya itu.
Calla memiliki pemikiran yang lebih obejktif dan rasional untuk sekarang, Theodor tidak tahu kedepannya akan seperti apa.
“Kau tidak perlu meminta maaf. Sejujurnya, aku merasa lebih suka kau bicara jujur meski itu seperti menjelekannya. Kejujuran memang terkadang tidak begitu menyenangkan untuk di dengar.” Jawab Theodor.
Calla perlahan tersenyum dan mengangguk merasa sedikit lega, pandangan Calla terjatuh pada kedua tangannya yang berada di atas kedua pahanya.
“Kau tahu alasannya?.” Tanya Calla dengan ragu.
“Alasan apa?.”
“Mengapa Aric menggangguku, aku tidak tahu apa kesalahan yang sudah ku perbuat kepadanya.”
Theodor terdiam, dia tidak mengetahui alasan mengapa Aric suka mengganggu dan dekat-dekat dengan Calla. Yang Theodor tahu, Aric mendekati Calla karena gadis itu objek dari taruhan Theodor dan Aric.
“Aku tidak memahami apa yang Aric inginkan darimu. Dia mendekatimu mungkin karena kau berbeda. Jika kau ingin dia menjauhimu, kau bisa menjadi seperti wanita lainnya, namun aku yakin bahwa harga diri dan kehormatanmu tidak mengizinkan untuk menjadi wanita seperti itu.”
Calla terdiam dan berpikir keras dengan jawaban yang di berikan oleh Theodor.
Hujan perlahan sedikit mereda membuat Calla segera beranjak.
“Mau aku antar?” Tawar Theodor.
Calla menggeleng dengan senyuman lebarnya menolak tawaran Theodor. “Terima kasih, sudah dekat.”
“Ini sudah sangat malam, kau harus segera berganti pakaian agar tidak sakit.” Ucap Theodor lagi untuk meyakinkan.
Sesaat Calla terdiam dan berpikir mengenai tawaran Theodor “Jika kau tidak keberatan” ucap Calla pada akhirnya.
“Aku tidak memiliki masalah apapun denganmu Calla. Apapun masalahmu dengan Aric, aku tidak akan ikut campur karena kami berbeda meski kami bersahabat dengan baik.” Ucap Theodor sedikit menenangkan perasaan Calla.
Theodor segera beranjak dan pergi menaiki motornya setelah memakai helm, pria itu menghidupkan motornya dan sekilas dia melihat kearah Calla yang berada di belakang. “Naiklah. Pakailah ini” Theodor memberikan helmnya kepada Calla.
“Terima kasih.” Jawab Calla menerima helmnya dan memakainya, Calla bergerak ikut naik dan duduk di belakang Theodor.
Theodor kembali bisa menilai. Gadis itu gadis baik-baik dan polos, namun sangat di sayangkan karena Aric menemukannya dan menjadikannya sasaran yang tidak pasti akan di bawa kemana.
Theodor harus menyelamatkan Calla dan membantu Vanka untuk bisa bersama dengan Aric dalam waktu yang bersamaan. Theodor tidak ingin Calla menjadi korban Aric yang ke sekian kalinya seperti gadis-gadis lain.
Akan menjadi lebih bencana jika sahabat Theodor itu tertarik hingga jatuh cinta kepada Calla. Aric Hemilton akan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang dia inginkan, jika Aric Hemilton bisa jatuh cinta kepada Calla, akan sangat sulit bagi Calla untuk terlepas darinya.
Thoedor harus menyelamatkannya sebelum Calla rusak apalagi terjerat dalam genggaman Aric Hemilton.
Theodor melajukan motornya lebih cepat karena takut hujan turun kembali, Calla terlihat menjaga jarak dan hanya berpegangan pada pakaia Theodor. Gadis itu melihat ke sisi memandang jalanan yang sudah basah dan di genangi banyak air di jalan.
Calla sedikit membungkuk dan sedikit memeluk pinggang Theodor. “Apa kau tidak keberatan jika kita berhenti sejenak di depan rak gratis?.” Tanya Calla dengan sedikit keras agar Theodor mendengarnya.
Theodor mengangguk mengiakan dan segera menepikan motornya begitu sudah berada di depan sebuah rak kaca pinggiran jalan. Calla segera turun dan berlari pergi mendekati rak, tangannya yang pucat dan gemetar kedinginan itu bergerak cepat mengusap layar setelah memasukan kartu identitasnya.
Calla memilih makanan gratis yang bisa dia ambil karena perutnya terasa sangat sakit belum memakan apapun.
Sangat beruntung Calla bisa hidup di Negara Neydish, Calla bisa mendapatkan dua jenis makanan dan minuman secara gratis, enak dan terjamin kualitasnya hanya dengan menunjukan identitas dirinya sebagai warga negar Neydish.
Tidak sia-sia orang-orang harus membayar mahal pajak karena fasilitas transfortasi, kesehatan, pendidikan, hingga makanan dan kebersihan di utamakan untuk menjaga sumber daya manusia.
Theodor masih duduk di motornya dan menatap Calla yang kini memasukan makanan gratis pilihannya ke dalam tas kerjanya, Calla menengok dan menatap Theodor dengan ragu. “Kau mau?. Ikan tuna disini sangat enak dan segar.”
Theodor tersenyum di balik helm yang di kenakannya, pria itu hanya mengangkat tangannya mengisyaratkan bahwa dia butuh satu makanan. Theodor melakukannya karena sedikit formalitas dengan kebaikan Calla.
Ada sedikit rasa terkesan yang Theodor rasakan melihat Calla yang tidak malu mengambil dan menawarkan makanan gratis. Gadis itu tidak berpura-pura untuk terlihat baik dan Calla merasa nyaman dengan apa yang dia tunjukan.
***
Suara alarm menyala terdengar di antara kesunyian, cuaca yang cerah menyambut pagi. Aric terbangun dengan napas yang bergerak teratur, pria itu terdiam dengan posisi terbaring menelungkup memperhatikan jendela dalam waktu beberapa menit.
Sangat mudah untuk Aric bisa terbangun meski hanya dengan mendengarkan suara angin ataupun gerakan kecil karena dia memiliki gangguan kesulitan untuk tidur.
Perlahan dia bergerak dengan hati-hati karena seorang wanita memeluknya masih dalam keadaan tertidur.
Aric turun dari ranjangnya dan memungut celananya untuk di pakai kembali. Aric mengambil remote di atas meja untuk membuka tirai jendela, pria itu merenggangkan tubuhnya beberapa kali dan pergi ke dapur untuk minum, lalu mengambil gelas dan meletakannya di bawah sebuah mesih. Aric menyalakan mesin kopi selagi dia pergi ke kamar mandi untuk mandi.
Ketika Aric keluar dari kamar mandi, Sabrina masih terbaring tidur di ranjangnya dengan selimut yang hanya menutupi sebagian tubuhnya yang telanjang.
Aric mengambil secangkir kopi dan mengambil handponenya untuk memeriksa banyak hal. Tidak berapa lama handpone Aric bergetar membuat dia segera menerima panggilan itu.
“Ada apa?.” Tanya Aric.
“Ayah Anda pergi ke luar kota. Beberapa pertemuan kecil harus Anda kerjakan.” Jawab orang di sebrang.
Setelah Aric mencapai usia dewasanya, ayah Aric mulai memberikan banyak pekerjaan yang membutuhkan keputusan Aric dalam memberskan banyak masalah. Tidak jarang Aric harus ikut campur dalam mengatur urusan politik kotor meski dia tidak mau menjadi penerus ayahnya.
Kepala Aric bergerak ke belakang dan melihat Sabrina yang kini sudah terbangun memakai pakaiannya lagi.
“Aku akan ke sana satu jam lagi.” Jawab Aric sebelum memutuskan sambungan teleponnya dan pergi menemui Sabrina untuk berbicara dan membuat wanita itu merasa di perlakukan secara istimewa.
***
Satu persatu mahasiswa keluar dari kelas mereka, hari itu masih siang dengan cuaca yang cerah. Beberapa mahasiswa mengantri untuk keluar melewati pintu utama.
Begitu pula dengan Calla yang memilih keluar belakangan sambil memeluk buku yang dia pinjam dari perpustakaan. Hari ini Calla akan melakukan kelas tambahan mengenai banyaknya negara yang bisa di tuju untuk menjadi mahasiswa di sana dengan beasiswa penuh.
“Hey kau” seorang wanita cantik paruh baya berdiri di depan kelas Calla memanggilnya, wanita itu berpakaian nyentrik dengan rambut warna warni terkesan aneh namun memiliki nilai ekstetik yang tidak dapat di ragukan. Pakaiannya terlihat sangat berseni, memiliki banyak warna namun tidak mengganggu.
Calla melihat ke sekitar mencari seseorang yang mungkin di panggil wanita itu. Namun tidak ada mahasiswa siapapun lagi yang berada di sekitarnya. “Anda memanggil saya?” Tanya Calla menunjuk dirinya sendiri.
Prada mendekat dan mengangguk, “Ya. Aku memanggilmu.”
“Anda siapa?.”
“Panggil aku Madam Prada, aku guru seni khusus pengadaan pentas tahunan Sky University. Kau memenuhi criteria karakter pentas dramaku, aku ingin kau datang ke aula seni untuk mendaftarkan diri dan ikut pendaftaran khusus. Pentas ini di adakan satu tahun sekali. ada banyak keuntungan yang bisa kau dapatkan jika kau ikut pentas. Salah satunya kontrak dengan agensy besar dan mempermudahmu masuk dunia hiburan. Datanglah” Titah Prada terdengar arogan.
Prada memberikan kartu formulir pendaftarannya yang seperti sebuah undangan dari negeri sihir.
Calla nyengir tampak tidak berminat, namun bibirnya terbuka lebar terlihat takjub dengan undangan mewah yang terlihat sangat menjanjikan.
“Ini luar biasa. Namun, maaf Madam, saya tidak bisa berakting. Saya tidak memiliki waktu untuk mengikutinya. Saya memiliki pekerjaan paruh waktu dan waktu belajar penuh.” Tolaknya dengan sopan.
“Tidak, ini tidak hanya acting. Musik, nyanyian, tarian, semua jenis bakat akan menjadi satu. Jadi, pikirkan saja dulu, pendaftaran terakhir di akhir bulan, ada banyak waktu untuk memikirkannya.” Katanya lagi tidak menyerah dengan penolakan Calla. “Aku menunggu kedatanganmu. Sampai jumpa.”
Calla membungkuk memberi hormat membuat Prada menyembunyikan senyumannya melihat sikap hormat Calla kepadanya.
Dalam satu gerakan Prada berbalik dan pergi, langkah kakinya yang anggun dan tegas terlihat sangat memukau, sorot matanya yang tajam membuat siapapun akan langsung mengira dirinya guru yang kejam.
Calla membuka lipatan kertas membaca lembaran formulir pendaftaran itu, jari Calla langsung mengusap ukiran kayu yang menghiasi setiap sudut undangan, tulisan yang di buat terlihat seperti tulisan tangan langsung dengan pena di abad ke sepuluh masehi.
Prada sangat unik dan memiliki penilaian estetik tinggi dengan pekerjaannya. Undangan yang di buat Prada sudah langsung bisa menunjukan diri bahwa pentasnya tidak main-main dan berseni tinggi yang mahal.
Calla langsung membaca tulisan yang di buat langsung oleh Prada. Rupanya drama yang akan di pentaskan mencakup banyak hal, namun perhatian utama Calla tidak pada itu. Melainkan pada voting penonton dan donatur yang akan menghasilkan banyak uang.
Penghargaan yang tinggi, bahkan kesempatan untuk masuk agensy karena akan ada banyak petinggi agensi, produser musik hingga film. Calla tidak tahu bahwa pentas yang akan di adakan begitu besar.
“Wow Calla, kau mendapatkan formulir pentas?” Teriak Leti yang yang baru keluar kelas, wanita itu terlihat kaget, takjub sekaligus tidak percaya. Bahkan beberapa orang yang mendengarnya ikut menatap Calla penuh tanya.
“Kenapa kau kaget?.” Tanya Calla tidak tahu.
“Calla formulir itu sangat terbatas dan hanya akan di berikan kepada mahasiswa pilihan. Sangat banyak orang yang ingin mengikutinya, disana kau bisa bertemu banyak orang-orang terkenal yang akan melihat penampilanmu. Akan ada banyak artis, bangsawan yang menonton dan memberikan banyak uang untuk karakter pemain yang mereka suka. Kau hanya perlu memainkan peranmu dengan baik, uang akan langsung mengejarmu.”
Calla terbelalak dengan mata berbinar, penolakannya rupanya akan menjadi berubah begitu mendengar banyak uang. Calla suka uang, dia juga perlu memiliki banyak simpanan untuk nanti di Belanda.
Apa yang di katakan madam Prada benar, Calla harus memikirkannya dua kali.
***
Calla mengambil makanannya yang sudah di pesannya sendirian, dia tidak bersama Jerome karena pria itu memiliki jadwal kelas yang berbeda. Calla melihat ke sekeliling memutuskan tempat duduk yang kosong untuknya.
Calla baru memasuki Sky University, meski dia ramah kepada semua orang dan memiliki kemampuan untuk bersosial dengan baik, namun Calla menutup diri untuk memiliki banyak teman. Calla lebih suka menyendiri dalam banyak hal.
Calla duduk di meja baru saja di tinggalkan beberapa orang mahasiswa, dia mulai memakan makanannya dalam kesendirian, sesekali dia melihat handponenya.
Bibir Calla tersenyum sambil mengunyah makanannya, ia membalas chat dari Harry yang memberi kabar akan pulang ke Neydish di musim panas nanti. Calla sangat senang, ada banyak hal yang ingin Calla ceritakan kepadanya.
Calla sudah semakin bekerja keras untuk bisa pergi ke Belanda, bahkan sejak pertama masuk ke perpustakaan dia hanya meminjam buku-buku yang berbahasa Belanda.
Suara derakan kursi di depan Calla membuat Calla mengangkat kepalanya dan melihat, rupanya orang itu adalah Theodor.
“Theodor.” Panggil Calla tidak menyangka. Calla memasukan kembali handponenya kedalam saku jaket dan kembali makan.
“Bolehkan aku duduk disini?” Tanya Theodor dengan senyuman lebar, Calla mengangguk mempersilahkan.
Kekagetan Calla kembali bertambah ketika kursi di pinggirnya ada yang menarik, mata Calla terbelalak melihat Aric Hemilton yag kini duduk di sisinya.
Kedatangan Aric dan Theodor langsung mencuri perhatian banyak perempuan, mereka mulai bertanya-tanya siapa Calla.
“Kau..” Calla terbata karena Aric duduk di sampingnya.
“Apa?. Suka aku duduk disini?.” Tanya Aric dengan percaya diri.
“Aku tidak mengizinkanmu duduk disini.” Tolak Calla dengan pelototan penuh permusuhan.
Aric mendengus geli mendengar penolakan Calla, pria itu duduk dengan tenang dengan kepala sedikit memiring ke sisi memandangi Calla. “Apa kau serius?.”
“Apa ekspresi di wajahku menunjukan sedang bercanda?.” Tanya balik Calla menunjukan ekspresi kemarahan dan kebenciannya.
“Oh, baiklah jika seperti itu.” Aric sedikit mengangguk kecil. Aric menggerakan tangannya memberi isyarat pada para pengawalnya untuk mendekat. Tiga orang pria berpakaian serba hitam dan memiliki banyak tato di tubuh mereka mendekat dan berdiri di belakang Aric.
“Buang piring gadis ini, usir dia dari kantin ini karena aku mau duduk di sini” titah Aric dengan sangat enteng.
To Be Continue..