BAB 9: Kesedihan Calla

1702 Words
PENGUMUMAN. Ada pergeseran bab sehingga isi bab berubah. kabar baiknya, bulan depan di perkirakan cerita ini akan update setiap hari. Terima kasih. *** Tubuh Calla perlahan menegak dan berjalan kearah dimana Zea berada. Bibir Calla bergerak membentuk senyuman lebarnya dan menghempaskan perasaan sakit hatinya dengan melupakan apa yang terjadi. Calla tetap bersikap professional. “Ada yang bisa saya bantu?.” Tanyanya dengan sopan.  “Aku ingin satu Bir Stous, Bir gandum, dan kue cokelat.” Ucap Zea dengan pandangan meremehkan, gadis itu berada dalam pelukan seorang pria yang merangkulnya dengan mesra. “Ada lagi?” Tanya Calla pada semua orang. “Aku ingin nomer teleponmu” jawab seorang pria yang sejak awal memperhatikan Calla. Dengan sopan Calla menolaknya dan kembali menanyakan pesanan lainnya. “Aku ingin Vodka dan Borsch.” “Baiklah, tunggu sebentar.” Calla langsung berbalik dan pergi, sikap Zea yang berpura-pura tidak mengenal dirinya semakin memudahkan Calla untuk bersikap acuh juga kepada gadis itu. Calla segera pergi ke dapur dan memberikan pesanan yang harus di sediakan dan kembali lagi membawakan pesanan mereka dengan cepat. Beberapa teman Zea sudah pergi untuk menari dan berpesta di lantai bawah. Kini hanya menyiskan Zea dan kekasihnya juga satu pasangan kekasih lagi. mereka terlihat tidak mempedulikan kehadiran Calla yang membawa pesanan. Calla membungkuk tetap mempertahankan senyuman sopannya meletakan semua pesanan di atas meja. Salah satu teman Calla terlihat kaget dengan letak semua pesanan yang Calla simpan sangat akurat sesuai dengan pesanan dan tempat duduk orang yang memesannya. Calla meletakan struk tagihan menunggu p********n. Melihat pesanan yang sudah di letakan di meja, Zea terpaksa melepaskan pelukan mesranya dari kekasihnya. “Tunggu”  Zea melihat jumlah uang yang harus dia keluarkan. Zea segera membuka dompetnya dan mengambil beberapa lembar uang, di tambah uang recehan untuk melakukan p********n. Zea tidak mengindahkan banyak kartu yang bisa dia gunakan untuk melakukan p********n, Zea langsung memberikan uangnya kepada Calla dengan melemparkannya ke meja. Dengan sabar Calla segera membungkuk dan menghitungnya sendiri. Begitu p********n sudah selesai, Zea segera mengambil beberapa buah uang logam dari dompetnya. “Tunggu, ini tips untukmu” serigai Zea dengan penuh ejekan ketika memberikan uangnya dengan lemparan lagi ke meja hingga membuat uang  logam jatuh ke lantai. Napas Calla tertahan di dad4, dia tidak bisa marah dengan apa yang di lakukan Zea terhadapnya, Calla tetap mempertahankan senyuman lebarnya, Calla semakin membungkuk mengambilnya. Calla tahu bahwa Zea sengaja melakukannya untuk mempermalukannya, namun Calla harus bersikap lebih baik untuk menunjukan harga dirinya dengan memperlakukan baik orang-orang yang membenci dirinya. “Kau sangat layak menjadi pengemis dalam hal apapun.” Gumam Zea menghina membuat kekasihnya dan dua orang lainnya ikut tertawa merasa terhibur melihat Calla yang memungut uang di lantai. Begitu uang yang berserakan di lantai sudah terkumpul dalam genggamannya, Calla segera bangkit dan berdiri. Masih dengan senyuman tenangnya Calla segera membungkuk memberi hormat membuat Zea yang berniat untuk mempermalukan Calla itu kini terlihat tidak bisa melakukan apapun karena Calla tidak membalas ulahnya. Zea sempat berpikir akan membesarkan masalah jika nanti Calla membalas perlakuan buruknya, namun rupanya tindakan Calla tidak sesuai dengan apa yang Zea harapkan.  “Terima kasih. Selamat menikmati pesanannya” ucap Calla dan segera pergi meninggalkan Zea dan teman-temannya yang kembali tertawa dan melontarkan beberapa ucapan kasar yang tertuju kepadanya. Tangan Calla tekepal kuat menahan emosi, matanya terasa panas memikirkan bagaimana ayahnya tidak mempedulikan dirinya dan kini Zea merendahkan dirinya tanpa alasan. Calla tidak tahu mengapa dia harus berada di sekitar orang-orang yang membenci kehadirannya. Napas Calla berubah dengan cepat, dia tertunduk mengatur emosinya yang hampir meledak. Calla bergerak cepat menuruni tangga. “Pelayan.” Langkah Calla terhenti, dengan susah payah gadis itu menelan salivanya karena kini emosinya harus kembali menumpuk karena seseorang yang memanggilnya adalah seorang wanita, wanita itu kini tengah duduk bersama Aric Hemilton. Sudah beberapa kali Calla melihat Aric bersama beberapa wanita. Di setiap kesempatan, pria itu bersama wanita yang berbeda. Bahkan, kali ini wanita yang bersama Aric kembali berbeda, wanita yang sekarang terlihat anggun dan lebih berkelas bak model dunia, wanita itu tersenyum tulus kepada Calla. Ekspresi suram di wajah Calla berubah dengan senyuman lebar dan cerah. “Ya, Nona. Ada yang bisa saya bantu?” Tanya Calla dengan lembut. “Aku ingin Vodka Smirnoff, dua atau tiga buah es batu, tambahkan limun. Jangan memakai teh” kata wanita itu dengan efisien. “Satu strawberry smash mocktail, jangan terlalu banyak daun mint, cukup dua lembar.” Calla mengangguk mengerti dan segera mencatatnya dengan baik, perhatian Calla tertuju kepada Aric yang hanya duduk diam dan menatapnya. Calla juga harus bertanya kepada Aric meski tidak ingin berbicara dengan pria itu, namun itu adalah bagian dari pekerjaannya Calla. Dalam satu tarikan napasnya Calla berbicara. “Dan Anda Tuan?. Anda mau pesan sesuatu?” Tanya Calla dengan gigi sedikit mengerat menahan amarah meski nada bicara dan senyuman terhias di wajah Calla. Ekspresi di wajah tampan Aric sedikit berubah dengan tatapan intenstnya, “Aku ingin satu ciuman panas, mungkin dengan satu es hingga mencair di dalam mulutmu yang hangat, itu akan lebih baik. Aku pesan itu” jawab Aric yang membuat Calla membeku kaget atas keberaniannya yang berbicara vulg4r. Tangan Calla menggenggam erat nampan di tangannya menyalurkan kekesalannya. “Baiklah, pesanan Anda akan segera di buatkan. Silahkan tunggu beberapa menit” ucap Calla dengan senyuman lebarnya dan segera pergi tidak mempedulikan tatapan tajam Aric yang tidak pernah melepaskan pandangannya dari Calla. Calla benar-benar tidak tahan berdekatan dengan seorang Aric Hemilton hingga membuatnya sering kali bertanya kepada Tuhan, dosa apa yang telah Calla perbuat hingga di pertemukan dengan pria berbahaya seperti Aric Hemilton. *** “Kenapa kau murung?” Kevin mendekat dan memperhatikan kemurungan Calla selagi menunggu pesanan pelanggan yang tengah di buat. Calla menggeleng dan tersenyum memaksakan, Calla hanya merasa sedikit tertekan dengan sikap Zea dan Aric malam ini yang terasa mengganggunya dalam waktu yang bersamaan. Hampir semua orang yang di temuinya bersikap seenaknya, sangat jauh berbeda dengan para bangsawan yang pernah di layaninya. Mereka hanya akan memusuhi saudara mereka sendiri karena persaingan bisnis dan perubutan tahta, namun mereka menghormati orang-orang biasa seperti Calla karena menganggap orang asing tetaplah orang asing yang tidak memiliki hubungan apapun selain pekerjaan. Bahkan semua pengalaman dan pengetahuan yang Calla dapat karena di ajarkan oleh Endrea Giedon yang secara langsung menjelaskan apa yang harus Calla ketahui dan Calla lakukan. “Sepertinya aku sedikit lelah dan belum terbiasa dengan pekerjaan” jawab Calla memaksakan diri. “Tenangkan dirimu, kau bisa bercerita padaku setelah ini. Aku ada di belakang.” “Aku harus membersihkan banyak meja setelah mengantarkan pesanan.” “Aku memiliki banyak waktu Calla.  Jangan khawatir, lakukan saja pekerjaanmu dulu.” “Terima kasih Kevin. Aku akan segera menemuimu nanti.” Sebuah ketenangan sedikit bisa Calla dapatkan karena dia memiliki rekan kerja yang baik dan membuatya merasa nyaman. Suara lonceng kecil sedikit mengalihkan perhatian Calla yang menandakan pesanan sudah di siapkan. “Aku harus pergi mengantar pesanan dulu. Nanti aku akan ke belakang.” Kevin mengangguk kecil dan pergi secara terpisah. Calla memangku  nampan di tangannya dengan  seimbang, dua gelas minuman terlihat tidak oleng sama sekali.  Langkah Calla semakin kuat penuh ketegasan ketika dia mendekati meja tempat dimana Aric berada, pandangan Calla terjatuh ke bawah ketika pria itu kembali memperhatikannya dengan intens hingga terasa menelanjangi Calla. Calla merasa ragu ketika tidak menemukan perempuan cantik yang telah memesan minumannya dan kini hanya ada Aric saja. Namun, dengan tenang Calla membungkuk dan menempatkan kedua gelas di atas nampan ke meja bersama dengan catatan tagihan yang harus di keluarkan. Kepala Calla bergerak gelisah terlihat bingung harus meminta tagihan itu kepada siapa. “Tadi aku memesan sesuatu padamu, kau bilang kau sedang menyiapkannya. Mana pensananku?” tanya Aric melihat Calla yang mendorong tagihan minumannya. Tubuh Aric menegak dan membenarkan posisi duduknya. Kening Calla megerut bingung. “Maksud Anda?.”  Tanya Calla dengan sopan dan sedikit canggung mengingat betapa absurdnya hubungannya dengan Aric yang hanya mengganggu dirinya. Mereka hanya tetangga dan tidak pernah saling berkenalan, namun sikap Aric Hemilton yang semena-mena membuat dirinya berpikir bahwa mereka saling mengenal bukan hanya tahu nama masing-masing saja. “Mana pesananku?.” “Anda memesan apa Tuan?” tanya Calla bingung. “Ada. kemarilah” “Maksud Anda?.”                                       “Kau tidak dengar aku bilang kemari”  tegas Aric seraya menarik tangan Calla dengan kuat, Calla terpekik kaget dan terduduk di pangkuannya Aric. “Tuan, jaga sikap Anda.” Geram Calla mencoba untuk berdiri, namun Aric menahan pinggangnya dan mencengkram kedua tangan Calla hanya dalam satu genggamannya. “Beberapa menit yang lalu aku memesan sesuatu kepadamu. Kau bilang kau akan mempersiapkannya, sekarang, cium aku. Itu pesananku” goda Aric semakin menahan pergerakan Calla. Wajah Calla memerah padam teringat ucapan Aric beberapa waktu lalu saat Calla menanyakan pesanannya. Calla menganggapnya angin berlalu, namun tidak dengan Aric. “Tuan, jangan main-main.” Pinta Calla dengan tegas dan masih bisa bersikap sopan. Aric terhibur melihat wajah Calla lebih dekat yang kini sedikit berkeringat karena ardenalinnya. “Lepaskan aku!” Calla memberontak dan sedikit berteriak tidak mempedulikan ke professionalannya lagi. Calla muak di permainkan. “Tamu adalah Raja, dan kau harus melayani tamumu dengan senyuman, bukan cemberutan seperti ini” Aric mengusap bibir Calla higga sedikit terbuka. Calla menarik napasnya dengan kasar dan menatap tajam Aric. “Tapi tidak ada Raja yang gangguan jiwa.” Hina Calla sudah tidak peduli lagi dengan ucapannya. Sentuhan Aric terjatuh ke dagu Calla dan menggenggamya. Pria itu tersenyum samar menatap lembut gadis itu, meski ada banyak ketakutan di matanya, namun mulut Calla masih berani menjawab. Aric menarik dagu Calla dan memperhatikan bola matanya yang melebar karena takut. Mulut Calla bergerak cepat meraih jari Aric di dagunya, Calla langsung menggigit jari Aric dengan keras hingga sebuah erangan keluar dari mulut pria itu. “Arghht..” ringis Aric yang membuat Calla semakin kuat mengigit seperti seekor 4njing yang mengoyak tulang. “Sial, kau menggairahkan” ucap Aric dengan ekspresi menggodanya tidak mempedulikan jarinya yang sudah di gigit Calla dengan keras. Mata Aric menggelap terbawa gairah, dia tidak mempedulikan gigitan Calla di jarinya yang semakin kuat hingga membuat jarinya sedikit bergetar karena gigi Calla menekan permukaan kulitnya semakin dalam. “Kau bisa menghisap jariku kucing kecil, itu akan lebih menggairahkan.” Bisik Aric meniup telinga Calla. “Jika kau terus menggigitnya, aku semakin termotivasi untuk memeliharamu dengan sangat baik.” To Be Continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD