Suara musik terdengar mengalun indah di malam itu, Aric berdiri di antara pilar ruangan melihat beberapa tamu pesta yang berkeliaran. Beberapa orang yang tidak mengenali dirinya sedikit memperhatikan karena luka yang menghiasi wajah Aric.
Malam ini Aric pergi ke pesta ulang tahun sepupunya yang bernama Mante Hemilton.
Beberapa orang berpakaian serba hitam dengan topi hitam berkeliaran di sekitar rumah besar itu untuk menjaga keamanan.
Mereka adalah anak buah Elisio Hemilton yang menjaga keamanan pesta. Elision Hemilton adalah adik kandung dari ayah Aric. Bedanya, Elisio mengusai separuh negara dalam mengatur jaringan pasar gelap dan beberapa pekerjaan kotor orang-orang kelas atas.
Sementara ayah Aric yang sudah memutuskan untuk pensiun memilih hanya mengusur satu kota, yaitu kota Andreas.
“Aric, kenapa kau diam saja?.” Bisik Sabrina memeluk leher Aric dan manjatuhkan kepalanya di bahu pria itu. Sabrina yang menjadi teman pesta malam ini melihat perubahan sikap Aric yang tidak begitu semanis biasanya.
Aric membalas pelukan Sabrina di pinggangnya. “Aku baik-baik saja?.”
Pikiran Aric sedikit terganggu, pria itu merasa tidak nyaman karena tanpa alasan terus teringat percakapannya dengan Calla terakhir kali. Ucapan Calla terus berputar di kepala Aric dan mengusik sedikit pemikirannya dalam menilai seorang wanita.
“Apa kau merasa tidak nyaman pergi denganku?.” Tanya Sabrina.
“Tidak. Untuk apa aku tidak nyaman membawa wanita sempurna sepertimu.”
Wajah Sabrina terangkat, wanita itu tersenyum malu mendengar jawaban Aric yang pandai merayu. Meski Sabrina tahu bahwa ucapan manis Aric adalah dusta, namun wanita itu tetap di buat merasa melayang.
“Aku harus menemui saudaraku dulu. Kau tidak masalah menunggu beberapa menit?.” Tanya Aric.
“Santailah sayang. Itu bukan masalah.” Jawab Sabrina dengan senyuman lebarnya, wanita itu berjinjit mengecup bibir Aric dan melepaskan pelukannya.
“Aku tidak akan lama.” Aric balas tersenyum dan segera pergi meninggalkan Sabrina sendirian. Aric pergi membelah kerumunan dan membalas sapaan beberapa wanita yang mengenali dirinya.
Aric Hemilton cukup terkenal di kalangan wanita karena dia adalah satu-satunya anggota keluarga Hemilton yang dekat dengan wanita manapun dan tidur dengan mereka.
Keluarga Hemilton sangat bersih dari reputasi buruk tentang wanita. Namun Aric Hemilton mencoreng nama baik reputasi itu karena jiwa Casanovanya. Aric sangat suka menciptakan scandal dengan berbagai wanita.
Di mulai dari wanita biasa, wanita karier hingga menjadi selingkuhan wanita yang sudah memiliki pasangan.
Langkah kaki Aric perlahan berhenti begitu melihat Mante yang datang ke arahnya.
“Ada apa dengan wajahmu?. Kau melukisnya?.” Ejek Mante dengan tangan terulur mengajak bersalaman.
Aric sedikit tersenyum mendengar ejekan Mante setiap kali Aric mendapatkan luka dari perkelahian. Aric menerima uluran tangan Mante dan mereka bersalaman. “Aku sedikit melukisnya. Selamat ulang tahun.”
“Terima kasih.” Pandangan Mante terjatuh melihat plester di tangan Aric, Mante melepaskan genggaman tangannya dan melihat ke sekitar. “Aku mendengar keributan kemarin. Apakah semua sudah selesai?.”
“Semuanya sudah selesai. Posisiku sudah tidak aman lagi setelah ayah melepaskan satu persatu pekerjaannya. Aku harus menyerahkannya kembali kepada ayahmu agar ayahku bisa pensiun dengan tenang. Semua pekerjaan harus kembali ada yang mengurus.”
Kening Mante mengerut samar, wajah tampan itu terlihat berpikir serius. “Santailah, aku akan mengirim beberapa anak buahku untuk menyelesaikannya. Nikmati pestamu, aku harus menyambut tamu lain.” Jawab Mante dengan sedikit cepat.
Aric menengok ke belakang mengikuti ke mana Mante pergi. Aric sedikit mendengus geli melihat Mante yang kini menyambut kedatangan seorang gadis cantik yang baru datang. Gadis itu tidak lain tidak bukan adalah Arabelle Giedon.
“Aric.”
Senyuman yang sempat terukir di bibir Aric kini kembali memudar melihat Vanka dan Theodor yang datang. Vanka yang baru datang melihat Aric di buat terkejut karena luka di wajahnya.
Dengan langkah lebarnya Vanka langsung mendekati Aric dan menyentuh wajah Aric, menatap pria itu penuh dengan kekhawatiran. “Apa yang terjadi?. Mengapa kau terluka?.” Tanya Vanka yang tidak dapat menyembunyikan kekhawatirannya.
Aric tersenyum memaksakan terlihat lebih menahan diri untuk tidak menolak Vanka karena kini mereka berada di tengah keramaian. Apalagi Theodor sudah mengingatkan Aric untuk sedikit bersabar mengatasi Vanka.
Aric harus bersikap baik dan lembut, Aric tidak ingin penolakannya kepada Vanka, akan membuat Vanka kembali pingsan dan membuat kegaduhan di pesta saudaranya sendiri.
“Aku baik-baik saja.” Jawab Aric.
“Tapi kau terluka Aric. Kau harus di obati.”
“Calla sudah mengobatiku.” Jawab Aric seraya meraih tangan Vanka yang masih berada di wajahnya, Aric menurunkan tangan Vanka dan tidak mempedulikan ekspresi kaget dan marah Vanka karena Aric menyebut nama Calla.
“Kau membutuhkan dokter.” Tekan Vanka.
“Vanka, aku baik-baik saja.” Jawab Aric lagi. “Pestanya akan segera di mulai.”
Dalam satu langkah mundur Vanka terpaksa memberikan ruang kepada Aric.
“Ayo Vanka.” Theodor angkat bicara setelah beberapa lama terdiam dan hanya memperhatikan.
Masih dengan perasaan tidak senangnya Vanka terpaksa meraih tangan Theodor dan ikut bersamanya untuk pergi berkumpul bersama Aric yang malam ini membawa teman pesta.
Pesta ulang tahun Mante akhirnya di mulai dengan cara yang sempurna, orang-orang terlihat sangat menikmati pesta yang berlangsung.
Namun tidak dengan Vanka, wanita itu tidak pernah melepaskan pandangannya dari Aric yang kini duduk di hadapannya bersama Sabrina yang duduk mesra di pangkuan pria itu.
Diam-diam tangan Vanka terkepal kuat, dia sudah tahu Aric sengaja melakukannya agar Vanka sakit hati dan menjauh dari Aric.
Suara tepuk tangan terdengar ketika Mante menyelesaikan dansanya bersama Arabelle.
Vanka segera beranjak dari duduknya dan berdiri di hadapan Aric. “Aric berdansalah denganku.”
Kepala Sabrina terangkat terlihat tidak suka dengan keberanian Vanka, Theodor yang hanya diam dan duduk di kursinya langsung membuang mukanya bersikap tidak peduli meski hatinya merasa sakit karena Vanka kembali tidak menganggap keberadaannya.
Vanka datang bersama dengan Theodor, seharusnya Theodor yang pertama di ajak berdansa. Bukan Aric.
Aric yang tidak langsung menjawab sekilas melihat kearah Theodor. Setelah itu Aric berbisik kepada Sabrina untuk duduk menunggu sebentar.
Tiba-tiba Vanka tersenyum dengan puas karena Aric beranjak menerima ajakan Vanka untuk berdansa. Mereka langsung pergi ke lantai dansa dan menari bersama pasangan yang lainnya.
“Kau teman pestanya. Harusnya yang berdansa dengan Vanka adalah kau.” Komentar Sabrina mengajak bicara Theodor. Sabrina tidak dapat menyembunyikan cemberutannya melihat Vanka dan Aric yang kini mulai berdansa terlihat mesra dan menjadi bahan perbincangan.
“Dansa bukan hal yang penting untukku.” Jawab Theodor dengan dingin.
“Sangat mengherankan. Pria sempurna sepertimu jatuh cinta pada wanita cac*t otak seperti Vanka.” Komentar Sabrina lagi sebelum beranjak dan pergi meninggalkan Theodor duduk sendirian melihat Vana yang terlihat sangat bahagia malam ini karena berdansa dengan Aric.
Vanka yang pandai dan memiliki bakat dalam menari di sandingkan bersama Aric yang pandai mengimbangi, mereka terlihat sangat mudah menarik perhatian banyak orang.
Theodor membuang mukanya lagi dan bernapas dengan berat, pria itu memutuskan untuk beranjak dan pergi manjauh sejenak dari keramaian untuk meredakan kecemburuannya.
***
“Calla, sekarang kau sudah baikan?” tanya Kevin yang dengan senyuman lebar cerahnya memperhatikan Calla yang terlihat bersemangat dan bahagia karena malam ini tidak terlalu banyak pengunjung yang datang.
Meski tidak akan mendapatkan banyak uang tips karena pengunjung yang berkurang, Calla tetap merasa senang karena ada beberapa waktu yang bisa dia gunakan untuk beristirahat setelah seharian beraktifitas.
“Aku baik, terima kasih Kevin.”
“Syukurlah jika seperti itu.” Senyum Kevin dengan tulus. Kevin sedikit mengkhawatirkan keadaan Calla yang menangis dan terlihat tertekan di malam kemarin.
Namun kini kekhawatirannya sudah menghilang karena Calla yang di kenalnya sudah kembali.
“Aku harus berdandan dulu. Sampai nanti” Calla langsung memasuki ruangan berganti pakaian dan berdandan bersama beberapa karyawan wanita yang lainnya.
Calla tidak boleh mengeluh dan lemah hanya karena gangguan orang-orang yang tidak menyukainya, Calla bukan gadis cengeng seperti itu, dia akan menunjukan kekuatannya agar orang-orang berhenti mengganggu dirinya.
Calla juga sudah berbicara kepada Aric dan meminta pria itu untuk berhenti mengganggunya. Setidaknya Calla sudah berusaha memperbaiki keadaan dan tidak hanya diam pasrah dalam tindasan.
Beberapa makeup yang sudah di tangan Calla segera di masukan kedalam tasnya lagi, gadis itu membuang napasnya dengan sedikit berat mengambil ketenangan di dalam dirinya sambil menatap cermin memperhatikan penampilannya sekali lagi yang selalu di tuntut untuk terlihat segar dan rapi.
Calla segera memutuskan keluar dan memulai pekerjaannya dengan sesama pekerja lainnya. Beberapa kali Calla mengelap meja dan mengantarkan minuman.
Kevin yang selalu berada di bar setiap malam, kini terlihat sedikit bersantai.
“Calla” panggil Kevin seraya melambaikan tangannya mengisyaratkan Calla untuk mendekatinya.
“Ada apa?.”
Wajah Kevin memerah terlihat salah tingkah dan malu, pria itu mengusap tengkuknya yang tidak gatal. “Apakah kau bisa membantuku sesuatu?.”
“Kau butuh bantuan apa?.”
“Aku sangat malu untuk mengatakannya. Namun Calla, aku ingin menyekolahkan adikku di Sky University, uang yang aku kumpulkan sepertinya cukup untuk biaya sekolahnya sampai lulus. Dia sangat berharap bisa masuk sekolah bergengsi dan bertaraf internasional. Sepertinya dia akan lebih nyaman jika menanyakan banyak hal kepadamu. Aku merasa harus memberikan masa depan yang cerah untuk adikku agar dia tidak sepertiku. Aku harap kau tidak keberatan dengan permohonanku untuk membantu Adikku.”
Calla tertegun kaget mendengarnya, selama ini gadis itu hanya melihat Kevin sebagai gig*lo yang mencari kesenangan dengan melayani banyak wanita.
Namun di balik itu semuanya, Kevin yang bekerja keras hingga menjadi gig*lo itu sangat mencintai dan memperhatikan adiknya.
Seketika Calla tersenyum lebar mendengarnya. “Tentu saja, aku juga memiliki teman yang bisa aku kenalkan pada adikmu, aku akan mencari informasi mungkin adikmu bisa mendapatkan beasiswa dan kau juga bisa sekolah. Sepulang bekerja aku akan membicarakannya dengan temanku.”
“Terima kasih Calla.”
“Baiklah, aku harus segera pergi. Maaf ya.”
“Pergilah.”
Calla langsung berlari untuk menyambut beberapa tamu yang baru datang, Calla tersenyum lebar merasa sangat terpesona dengan sikap Kevin yang perhatian kepada adiknya.
Andaikan Calla memiliki seorang kakak juga, mungkin dia tidak akan merasa sendirian dalam kesepian. Mungkin, Calla juga tidak akan merindukan kasih sayang lagi karena ada seseorang yang selalu menjaganya.
“Akhh” Calla hampir berteriak kaget karena tangannya tiba-tiba di tarik seseorang untuk ke belakang. Tangan Calla di seret pergi menuju ruangan yang kekurangan penerangan cahaya lampu.
Punggung Calla langsung membentur dinding, kakinya berdiri merapat ke dinding karena himpita seseorang.
Napas Calla berubah cepat dengan mata terbelalak, aroma parfum khas milik Aric memenuhi penciumannya, “Aric, apa yang kau lakukan?.” Tanya Calla dengan suara gemetar melihat Aric di bawah cahaya lampu yang tidak begitu jelas, namun aroma parfum khas pria itu sudah sangat Calla kenali.
Kaki Aric melangkah kecil mengikis jarak di antara mereka hingga tubuh mereka saling bersentuhan. Aric membungkuk mensejajarkan wajahnya dengan Calla, sementara genggamannya terlepas. Aric memegang kedua sisi bahu Calla agar gadis itu tetap berada di tempatnya.
Calla sempat di buat terpaku karena melihat Aric yang berpakaian formal terlihat sangat rapi.
“Calla” panggil Aric terdengar sangat serius. Ada banyak harapan nyata yang terlihat jelas di mata pria itu.
Malam ini Aric sudah berpikir keras dengan perasaannya sendiri, bahkan ketika berada di pesta Mante yang berlangsung. Pikiran Aric terus terganggu memikirkan Calla.
“Apa yang kau lakukan?. Kenapa melakukan ini?. Sudah aku bilang jangan ganggu aku. Minggirlah, aku harus bekerja.” Protes Calla tidak nyaman dan takut siapapun melihat dirinya yang terlihat akrab dengan pengunjung dan mencuri waktu bekerjanya. Calla tidak ingin siapapun salah paham.
“Jadilah pacarku, aku serius Calla.” Bisik Aric terdengar lebih serius dan tulus.
Kening Calla mengerut heran, “Apa kau sudah kehabisan stock waniat mainanmu?” tanya Calla dengan tajam.
Aric sedikit menggeleng dan semakin memperhatikan Calla dengan serius, “Tidak. Ini bukan permainan.”
Calla menepis tangannya dari genggaman Aric dan mendorong dadanya untuk mundur. Namun Aric segera menangkap tangan Calla dengan mudah dan menahan gadis itu agar tetap berada di tempat.
“Lepaskan aku” pinta Calla yang berusaha memberontak melepaskan diri.
“Jadilah pacarku.” Pinta Aric sekali lagi. “Tolong pikirkanlah.”
“Apa kau sudah gila?. Aku sudah memiliki kekasih, dan jika aku tidak memiliki kekasih sekalipun, aku tidak sudi berpacaran denganmu.” Bentak Calla terdengar kasar.
“Aku bisa jadi simpananmu dan menjadi apa yang kau suka.”
To Be Continue...