Lima

1630 Words
“Kamu bisa bawa mobil?” tanya Ashana pada Kalingga ketika mereka telah tiba di lantai parkir basement khusus VIP itu. “Bisa sih, Bu. Kebetulan saya kalau weekend ambil sampingan antar paket cargo,” jawab Kalingga. Ashana menekan tombol remote di mobilnya. Lalu dia memutar ke kursi penumpang dan mengedikkan dagunya. “Coba bawa,” ucap Ashana membuka pintu kursi penumpang. “Mobil ibu?” “Iya lah mobil siapa lagi?” rutuk Ashana. Kalingga seperti kebingungan, dia memiringkan wajahnya lalu menelan salivanya. Dia kemudian memberanikan diri membuka pintu mobil sport mewah itu. Dengan gugup dia menyalakan mobil tersebut. Ashana sudah memakai seat belt dan mendekap tangan di d**a, memperhatikan Kalingga yagn terlihat kikuk. Kalingga kemudian menekan pedal gasnya dengan kencang hingga tubuh Ashana terpelanting ke belakang. “Maaf Bu,” ucap Kalingga. Ashana menghela napas kasar. “Enggak apa-apa, lanjutkan, kamu harus terbiasa karena kedepannya kamu yang akan bawa mobil,” ucap Ashana. “B-baik Bu,” ucap Kalingga, kemudian kembali melajukan mobil itu dengan kecepatan sedang. Dia memutari basement untuk keluar dari gedung tersebut. Para penjaga gerbang yang sudah tahu mobil kepunyaan Ashana pun memberi tanda hormat dan membuka plang penutup. Sepertinya Kalingga mulai terbiasa dengan mobil mewah tersebut, cara mengemudinya mulai terlihat rileks meskipun wajahnya masih terlihat tegang, beberapa kali terlihat membasahi bibirnya yang kering. Membuat Ashana menggigit bibirnya sendiri, haruskah dia yang membahasi bibir itu? Ashana kemudian merutuki otaknya sendiri. Mengapa dia menjadi semesum ini? Mereka menuju pelataran mall besar yang sangat megah. Semua perlengkapan tersedia di mall ini sehingga mereka tak perlu mencari ke tempat lain. Ashana benar-benar ingin me-make over Kalingga. Setelah mendapat tempat parkir, mereka pun turun dari mobil. Kali ini Kalingga membuka kan pintu untuk Ashana. “Hari ini kamu nurut saja dengan apa yang saya ucapkan, oke?” ujar Ashana memberi ultimatum. “Baik, Bu,” ucap Kalingga. Dia bahkan meninggalkan tasnya di mobil Ashana karena wanita itu memintanya tadi. Toko pertama yang Ashana masuki adalah toko yang menjual pakaian kerja, seorang manager toko langsung mengenali Ashana yang terbiasa berbelanja di tempat itu. “Siang Bu Ashana,” sapa manager wanita itu ramah. “Siang,” balas Ashana sedikit angkuh. “Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya seraya melirik ke arah Kalingga yang mengedarkan pandangan ke sekitar. “Baju kerja pria,” ucap Ashana. “Untuk bapak ini?” tanya manager itu menunjuk dengan ibu jari yang ditumpangi di telapak tangan satunya. Ashana mengangguk pelan. “Silakan,” ajak manager itu ke sisi kiri toko besar tersebut. “Ukuran baju kamu apa?” tanya Ashana pada Kalingga. “M, Bu,” jawab Kalingga yang tentu didengar manager itu. Mereka memilihkan kemeja kerja untuk Kalingga, jelas saja tanpa melihat harganya. Ashana mengambil satu kemeja lengan panjang berwarna biru muda, dan memberikan pada Kalingga. Dia juga menuju bagian celana, diambil dua ukuran celana yang berbeda. “Coba dulu,” tukas Ashana. Seorang staff pria mengajak Kalingga ke ruang ganti. Kalingga memakai baju dan celana itu, lalu keluar dari ruang ganti tersebut. Celananya sangat pas dengannya, tidak kegombrongan seperti sebelumnya. Ashana mengangguk melihat penampilan Kalingga yang lebih baik. “Bagus,” ucap Ashana, “pas di kamu,” imbuhnya. Kalingga memutar tubuhnya seperti yang diperintahkan Ashana. “Jangan dilepas, pakai saja. Buka tag harganya saja,” ujar Ashana pada staff yang melayani Kalingga. Manager itu memberi kode pada staff tersebut, hingga dia membantu mencopot label harganya. Dan mengambil baju Kalingga yang tadi. “Saya mau kemeja seperti ini semua warna yang ada, lalu celananya juga,” ucap Ashana pada manager tersebut. Manager itu tersenyum lebar. “Dengan senang hati,” jawabnya. Kalingga melemparkan tatapan protes namun dengan cepat Ashana memberi tatapan tajam hingga Kalingga hanya bisa menunduk. Ashana mengambil beberapa jas senada dengan celana, warna-warna yang masuk dengan celana yang tersedia. Kalingga terus mengekornya. Ashana mengambil satu dasi dan memanggil Kalingga agar lebih dekat. Dia memakaikan Kalingga dasi itu, wajah mereka cukup dekat karena heels Ashana yang membuat tinggi mereka tak terlalu jauh. Ashana menahan senyumnya, tangannya dibuat selentur mungkin agar tidak kikuk. Meskipun Kalingga yang terlihat gemetar karena canggung. Ashana meminta Kalingga memakai jas itu lagi. Dia mengangkat sebelah alisnya. Setelan jas dengan dasi yang sangat sesuai dengan penampilan Kalingga. Dia sangat puas dengan seleranya, Kalingga jelas jauh lebih baik. Dia pun melepas jas dan dasi itu, memberikan pada manager tersebut. Ashana mengambil beberapa dasi dan juga ikat pinggang. “Bu, ada blazer keluaran terbaru, modelnya sangat elegant, cocok untuk ibu,” ucap manager itu. “Oiya?” tanya Ashana. “Baru datang malam tadi,” tambah sang manager yang kemudian meminta staff membawakannya. Ashana membuka blazer yang dia pakai dan mengganti dengan blazer yang dibawakan oleh manager itu. Warna hitam dengan aksen menarik yang membuatnya terlihat sangat elegant. “Saya ambil ini,” ucap Ashana. “Pilihan yang cocok sekali,” ucap manager itu. Ashana melepas jas tersebut, dia yang semula memberikan blazer miliknya pada Kalingga pun kembali memakai blazernya dibantu oleh Kalingga. Dia bisa melihat pantulan diri mereka di cermin besar, sangat serasi. Pikirnya. Ashana mengeluarkan kartu bank berwarna hitam miliknya, dia menekan pin setelah melakukan p********n. Kalingga membawa dua paper bag besar tersebut. Cukup untuk dipakai selama dua minggu berturut-turut tanpa harus memakai baju yang sama dalam satu minggunya. Ashana melihat jam tangannya, sudah waktunya makan siang. Mereka pun singgah ke restoran ternama di mall tersebut. Ashana memesan makanan untuk mereka berdua. Beberapa orang memperhatikan Kalingga, jelas penampilannya sekarang berbeda dibanding sebelumnya. Jauh lebih rapih. Hanya saja rambutnya akan Ashana rubah nanti. Makanan datang, Kalingga menghampiri Ashana setelah mencuci tangannya. “Bu, apa tidak berlebihan saya mendapat banyak baju seperti ini?” tanya Kalingga. “Saya rasa enggak. Nanti kita masih harus belanja pakaian santai untuk sehari-hari. Oiya saya belum bilang ya? Kalau mulai hari ini kamu akan tinggal di rumah saya. No hard feeling, hanya agar saya lebih mudah meminta tolong pada kamu,” ucap Ashana. Kalingga yang memang sangat butuh pekerjaan dengan gaji yang lumayan besar ini pun tidak bisa menolak, lagi pula dia bisa irit biaya kost kan? “Baik, Bu,” ucap Kalingga. “Jadi nanti kita akan pergi dan pulang kerja bersama,” tutur Ashana seraya menikmati supnya. Kalingga berpikir bahwa dia juga bisa mengirit ongkos dan tentu saja dia bisa mengirim uang lebih banyak pada keluarganya di kampung. “Iya, Bu,” jawab Kalingga pelan. “Kamu sudah pernah berhubungan seksual?” tanya Ashana membuat Kalingga tersedak, dia bahkan harus meminum airnya agar tidak terus batuk. “Ehm, maksud ibu?” “Hanya nanya aja,” ucap Ashana seraya mengaduk supnya, diamnya Kalingga akan dianggap bahwa dia pernah melakukan hal itu. “Nanti saya bawa barang-barang saya dulu dari kost ya Bu, enggak banyak hanya pakaian saja,” ucap Kalingga. Ashana hanya mengiyakan dan mengatakan untuk membawanya besok saja. Setelah makan, mereka masih berbelanja pakaian santai, dia mengambil beberapa celana jeans panjang dan celana pendek untuk Kalingga. Bahkan termasuk dalaman membuat wajah Kalingga bersemu merah. Dia tak menaruh curiga sama sekali pada atasannya. Pria polos itu memang paling mudah dibohongi, pikir Ashana. *** Kalingga benar-benar terpana dengan rumah mewah milik atasannya itu, sangat besar. Bahkan mereka naik lift menuju lantai teratas. Tangan Kalingga sudah dipenuhi barang belanjaan. Ashana benar-benar menggelontorkan banyak uang untuk meraih impiannya. Dia membelikan sepatu juga tas untuk Kalingga pakai, beralasan menyelamatkan wajahnya. Padahal untuk kepuasan pribadinya. Kalingga menatap wajahnya di dinding kaca pada lift pribadi tersebut. Dia terlihat jauh lebih tampan dengan potongan rambutnya yang baru. Ashana bahkan mengantar Kalingga ke kamarnya yang terletak berhadapan dengan kamar Ashana. Hanya dipisahkan oleh ruang tengah yang kosong. Kalingga membereskan pakaiannya yang baru dibelinya tadi, dia menatap takjub pada pakaian mahal itu, bahkan mungkin dipotong gaji beberapa tahun saja belum tentu dia bisa melunasinya. Pakaian bermerk dan juga berharga mahal itu membuat Kalingga bergidik. Dia pun memutuskan untuk mandi, shower air hangat mengguyur tubuhnya. Kebaikan apa yang pernah dia lakukan? Sehingga dia mendapat semua kemudahan ini? Benak Kalingga dipenuhi oleh pertanyaan itu. Samar dia mendengar suara ponselnya berdering, dengan cepat dia menyelesaikan mandinya. Hanya memakai handuk dia menerima panggilan dari ibunya. Terdengar suara isak tangis dari sana. “Bu, kenapa ibu menangis?” tanya Kalingga. Ashana sudah mandi dan memakai kimono handuknya, dia bolak balik di kamar. Mencari cara agar bisa berduaan dengan Kalingga malam ini. Dia pun keluar dari kamar dan membuka pintu kamar Kalingga. Kalingga tak melihatnya karena membelakanginya. “Apa? Setengah milyar? Uang dari mana Bu? Mas saja baru kerja hari pertama,” ucap Kalingga putus asa. “Iya mas tahu rumah kita akan disita dan adik-adik harus keluar, tapi bagaimana Mas dapat uangnya dalam tiga hari?” tanya Kalingga. Ashana mengetuk pintu kamar itu hingga Kalingga menoleh. Pria itu menutupi bagian atas tubuh dengan tangannya. “Nanti mas telepon lagi, Bu,” ucap Kalingga memutuskan panggilan itu. “I-ibu ada apa?” tanya Kalingga. “Santai saja,” ujar Ashana seraya berjalan ke kamar itu dan duduk di ranjang. “Kamu butuh uang?” tanya Ashana. “Bapak terlibat hutang dengan tengkulak, untuk membiayai adik-adik dan hutang karena panen tahun lalu yang gagal,” ucap Kalingga dengan wajah sedih. “Saya bisa memberikannya, hmmm berupa pinjaman atau bisa saja cuma-cuma,” ucap Ashana seraya memperhatikan kukunya yang indah dengan warna yang menghiasinya. “Maksud ibu?” “Kamu butuh berapa? Setengah milyar? Satu milyar? Saya bisa memberikannya malam ini, asalkan kamu bisa menuruti semua keinginan saya dan tentu saja merahasiakannya. Bagaimana?” Pertanyaan Ashana tak dapat dijawab oleh Kalingga, hingga dia mendapat pesan dari ibunya bahwa ayahnya akan dibawa ke rumah tengkulak itu secara paksa. “Baik Bu, saya akan lakukan apa saja itu, termasuk nyawa saya.” Kalingga sangat mencintai orang tuanya dia tak akan membuat mereka menderita. Suara tangis ibunya saja sudah membuat hatinya sakit. Ashana tersenyum licik. “Deal,” ucapnya pelan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD