Satu
Pergulatan panas di ranjang tadi menjadi saksi betapa dahsyatnya penyatuan yang pasangan ini lakukan. Ashana masih mengatur napasnya, bulir keringat tampak di kening yang sengaja tak disekanya. Selimut yang berantakan ditarik tak tentu arah hanya untuk menutupi bagian vital.
"Kamu mau kemana, Kal?" tanya Ashana pada pria tinggi berwajah tampan itu yang bangkit dari ranjang dan memunguti pakaiannya. Dikenakan pakaian itu tanpa menoleh sekali pun. Wajahnya menyiratkan amarah yang tertahan.
"Menemui dia lagi?" Terdengar penekanan dari suara Ashana ketika menyebut dia.
"Saya ingin menangkan diri, Bu."
"Ibu kamu bilang? Stop it, Kal!" ujar Ashana seraya duduk, tampak berkas kemerahan di bagian atas tubuhnya.
"Memang benar kan? Ibu yang menekankan bahwa ibu adalah atasan saya, tidak lebih. Dan saya juga tidak bisa berbuat lebih, karena saya hanya pesuruh yang lebih layak disebut BUDAK."
Pria itu menoleh sekilas dengan rahang mengeras, meninggalkan Ashana yang memasang wajah kecewa. Dia memukul kasur dan mencengkram selimut dengan amarah memuncak.
Kalingga keluar dari rumah besar yang ditempatinya setahun terakhir, rumah yang memberikannya kenyamanan dan semua yang dia butuhkan. Ingin dia membawa mobil, namun dia sadar semua di rumah ini milik Ashana. Karena itu dia membuka gerbang dan memutuskan berjalan kaki.
Di salah satu ruas jalan perumahan, memastikan objek pada foto yang dia pegang sama dengan pria yang berdiri di depan, yang kini hanya mengenakan kaos dan celana santai. Kalingga terhenyak ketika mobil itu berhenti di depannya.
“Mas Kalingga Natha, kami diperintahkan untuk membawa anda ke tempat bapak Madisson dari Mediacom group,” ucap pengemudi itu. Kalingga hanya menghela napas panjang dan ikut masuk mobil tanpa curiga, toh dia pun tak tahu mau menenangkan diri ke mana?
Jika waktu bisa diputar kembali. Apakah dia akan menolak Ashana sebelumnya? Sebelum semuanya menjadi serumit saat ini?
Semalaman Kalingga tidak pulang ke rumah. Ashana melihat ke kamarnya, ponsel dan dompetnya pun ditinggal. Sepertinya pria itu hanya membawa kartu identitas saja. Apakah dia sudah benar-benar keterlaluan kali ini? Mengapa kalingga bisa semarah itu padanya?
Tanpa bersemangat Ashana ke kantor, dia berpikir mungkin Kalingga masuk kerja, meskipun dia tidak pulang, ada harapan Kalingga kembali setelah menenangkan diri.
Nihil. Tak ada lelaki itu di meja kerjanya, Ashana menatap meja itu dengan tatapan kosong dari kejauhan, lalu dia melihat keponakannya yang duduk di meja samping meja Kalingga, menatap juga pada meja itu.
“Tante,” panggil wanita cantik yang baru lulus kuliah itu. Ashana memalingkan wajahnya hingga wanita itu berlari menghampirinya, matanya tampak sembab. Beberapa karyawan memperhatikan mereka.
“Bereskan barang-barang kamu, mulai hari ini bekerjalah di perusahaan papa kamu, jangan di sini!” tukas Ashana tegas.
“Tapi tante ... tante maafin aku. Aku enggak tahu kalau mas Kalingga itu suami tante,” isak wanita bernama Illiana itu, tak ayal hal itu membuat para karyawan membelalakkan mata, terkejut dengan kenyataan yang mereka dapati di pagi ini. Ashana tampak tak peduli, dia menepis tangan keponakannya yang memegang lengannya.
“Pergi dan jangan buat keributan!” ucap Ashana dingin.
Hingga hari ketiga, Kalingga tak juga pulang ke rumah. Ashana berjalan melewati meja kerja itu dengan pandangan kosong. Ketika dia duduk di kursi kerjanya, pintunya diketuk. Disha sekretarisnya mempersilakan tamu Ashana datang, yang merupakan kakak dari Ashana.
“Kenapa lagi Mas? Illiana merengek?” tanya Ashana malas.
“Kamu harus lihat ini,” ujar Navarro memberikan tablet mahal berwarna putih itu. Mata Ashana membelalak melihat headline berita lengkap dengan fotonya. Foto Kalingga tengah dirangkul Madisson.
“Kedatangan anak kandung Madisson, diyakini akan mendongkrak saham perusahaan!” ucap Ashana mengeja headline itu.
“Kamu enggak tahu kalau suami kamu selama ini adalah anak pak Madisson? Saingan kita?” tanya Navarro membuat kepala Ashana berdenging, sepertinya dia terserang magh karena melupakan sarapan pagi ini, ah semalam juga dia tidak makan malam. Kini perutnya terasa bergolak, sangat mual. Jutaan lebah seperti mengitari kepalanya, dia memegang kepalanya yang sakit. Sebelum jatuh pingsan, dia teringat bahwa dia belum mendapat jadwal bulanannya. Apakah dia hamil?
***
(Satu tahun sebelumnya)
Ashana Lekha Ester, wanita yang tahun ini berusia genap tiga puluh lima tahun. Merupakan pemilik perusahaan ALE Corp. Perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, jasa accounting dan tax. Dia merupakan adik dari Navarro Xander, yang kini mewarisi Berlian group. Perusahaan keluarganya, pemilik Berlian tower yang menaungi banyak perusahaan di gedung setinggi tiga puluh lantai itu.
Lima tahun berpisah dengan mantan suaminya, membuat Ashana menjadi gila kerja, terlebih Cakra sudah menikah dan memiliki anak dari pernikahan keduanya, sedangkan bertahun-tahun bersamanya mereka tak dikaruniai anak, hal yang membuat hubungan mereka renggang dan memutuskan berpisah meskipun Ashana sangat mencintainya kala itu.
Ashana sering bergonta-ganti pasangan kencan, dia terkadang membutuhkan sosok seorang teman yang menemaninya berlibur di tengah penatnya pekerjaannya. Wajahnya cantik dengan rambut panjang yang sering dibuat bergelombang. Hidungnya mancung dan sorot matanya tajam, bibirnya terlihat penuh. Bentuk tubuhnya sangat indah karena dia suka olah raga gym yang tersedia di salah satu lantai gedung Berlian ini.
Dia adalah potret wanita karir, sukses yang cantik, meskipun tidak dengan kehidupan percintaannya.
Suara heels berpadu dengan lantai terdengar sangat kontras, melewati lorong ruang kerja para bawahannya yang dilapisi dinding kaca, dia bisa melihat karyawannya bekerja dengan giat sepagi ini. Tas tangan mewahnya bertengger indah di tangannya, sementara di belakangnya seorang sekretaris wanita dengan kaca mata tebal dan pakaian yang terlihat rapih meski rambutnya agak berantakan membawakan setumpuk dokumen, mengekornya dengan langkah cepat.
Ashana menoleh ke arah ruang kaca, di mana terletak kubikel-kubikel yang masih banyak tak berpenghuni itu membuatnya menghentikan langkah. Hampir Disha, wanita yang berusia dua puluh tujuh tahun itu menabraknya jika tak segera menghentikan langkah.
“Reminder Bu, pukul sepuluh ada interview, semua yang datang sudah lolos tahap pertama,” ucap Disha. Ashana hanya mengangguk dan meninggalkan ruangan itu.
Ashana dikenal sangat sempurna, dia bahkan tak bisa melewatkan satu angka atau satu desimal pun dalam sebuah laporan atau dia akan membuat semua karyawan lembur demi mencari angka yang hilang itu.
Mungkin itu sebabnya ALE Corp menjadi perusahaan keuangan yang sangat terjaga kredibilitasnya. Tim accounting yang dikirim ke perusahaan-perusahaan lain untuk audit selalu pulang dengan hasil memuaskan yang membuat nama perusahaan itu kian terkenal.
“Bu, ada undangan untuk semua perusahaan keuangan dari Kementrian Keuangan,” ucap Disha mengeluarkan surat undangan yang terlihat sangat mewah.
Ashana menerima surat itu dengan wajah malas, menghadiri undangan tersebut memungkinkannya bertemu dengan Cakra, mantan suaminya yang bekerja di salah satu perusahaan keuangan juga, Mediacom group. Perusahaan itu hampir sama seperti Berlian Group yang menaungi berbagai perusahaan seolah tak mau disaingi Berlian Group, sudah seperti itu sejak ayah Ashana masih ada. Madisson sang direktur utama terkenal sangat cerdik sehingga mengalahkannya bukan hal yang mudah.
“Setelah semua siap saya akan ke ruang meeting,” ucap Ashana kemudian, Disha pun mengiyakan ucapan atasannya itu, lalu dia meninggalkannya.
***