Slice 10

1338 Words
Mendengar suara ketukan pada jendela kacanya, seketika Brasta tersadar. Ia tidak lagi menunduk untuk menghindarkan pandangan dari mereka - mereka yang tidak ingin ia lihat. Brasta yang sebenarnya juga masih ogah melihat mereka - mereka itu. Tapi mau bagaimana lagi, ia datang ke sini untuk bertanya. Ya wajar kalau kedatangannya disambut hangat oleh sang pemilik rumah. Baik pemilik rumah yang nyata, atau pun yang ... ya ... itu, lah. Brasta merasa tak enak. Karena bahkan Angkasa sampai menjemputnya ke mobil seperti ini, mengetuk - ngetuk kaca mobilnya. Pasti karena Brasta yang tak kunjung turun dari mobil. Angkasa khawatir terjadi apa - apa pasti. Brasta segera menoleh. Menatap Angkasa yang masih membungkuk, berusaha melihatnya dengan jelas di dalam sini. Brasta sudah sering melihat Angkasa di dalan video. Dan ia sudah tahu bahwa Angkasa adalah tipe laki - laki yang mudah disukai oleh para wanita. Karena fisiknya yang menarik, cara berpakaian yang apik, juga pembawaan yang cool. Tapi setelah bertemu langsung, ternyata Angkasa terlihat lebih baik dibandingkan dalam video. Brasta segera membuka pintu mobilnya. Angkasa secara otomatis mundur, untuk memberi ruang pada Brasta supaya lebih mudah turun dari mobil. Situasi sedikit canggung ketika Brasta akhirnya sudah turun dari mobil. Keduanya sama - sama melempar senyum ramah tamah, tapi rasanya agak aneh di pertemuan pertama mereka secara langsung ini. Padahal mereka sudah sering berkontak di dunia maya. "Mari ... silakan langsung masuk, aja." Angkasa sebagai tuan rumah berusaha mencairkan situasi, supaya tidak Terlalu canggung lagi. Sejujurnya Angkasa Kembali dibuat takjub ketika Brasta akhirnya sudah keluar dari mobil. Dengan berdiri seperti itu, Angkasa mengetahui satu kelebihan lagi dari Brasta. Ia adalah pemuda yang sangat tinggi. Angkasa pikir, dirinya sudah paling tinggi. Karena jujur sejauh ini, belum pernah ada yang lebih tinggi atau sama tinggi badan dengannya. Ternyata ... seorang Brasta Kala yang selama ini tidak pernah go public, memiliki tinggi badan yang kurang lebih sama dengannya. Tinggi angkasa adalah 183 cm. Masih jarang orang lokal yang memiliki tinggi badan semenjulang itu. Angkasa bahkan selalu memuji ibunya yang dulu selalu memberikan makanan bergizi saat ia masih dalam masa pertumbuhan. Sehingga Angkasa bisa tumbuh dengan maksimal. Pasti ibunya Brasta juga merupakan seorang wanita yang melek gizi. Sehingga rajin memberi makan anaknya dengan makanan dengan gizi yang cukup adekuat. Dan itu jelas menambah pesona seorang Brasta. Jujur Angkasa tidak memiliki ekspektasi lebih tentang fisik Brasta. Karena ia yakin, bagaimana pun rupa fisiknya, konten bersama Brasta ini pasti akan tetap menjadi sebuah trending topik yang menggemparkan. Tapi jika ternyata fisik Brasta semenarik ini, bukan kah itu adalah keuntungan lebih bagi Angkasa? Ah tidak ... keuntungan bagi keduanya. Karena ini adalah hubungan simbiosis mutualisme sejak awal, bukan? Astaga ... kira - kira akan sampai berapa hari kontennya menjadi trending topik nanti? Angkasa benar - benar sudah tidak sabar untuk mengunggah video hari ini. Brasta kembali dibuat salah fokus ketika sudah keluar dari mobil. Ia bahkan tak menghiraukan kata - kata Angkasa. Karena 'mereka' terus menerus berusaha menunjukkan eksistensinya. Silih berganti memperlihatkan muka jelek mereka pada Brasta. Seketika raut Brasta menjadi pucat. Bahkan ia sampai keringat dingin. Tentu saja Angkasa menjadi kembali merasa aneh. Merasa ada yang salah dengan Brasta. "Brasta ... ayo kita langsung masuk aja." Angkasa mempersilakan Brasta masuk sekali lagi. Brasta berusaha mengabaikan penampakan - penampakan itu. Sosok wanita dengan baju panjang yang lusuh, dan rambut gimbal yang sangat panjang pula. Wajahnya begitu mengerikan, ia tersenyum terus sembari menggeleng - gelengkan kepala. Sosok tinggi besar berwarna hitam legam, dengan mata merah, dan taring yang panjang. Sosok - sosok kecil dengan kepala tak berambut yang bentuknya tak beraturan. Badannya kecil, tapi mukanya tua, dan pucat. Dan sosok - sosok lain yang tak terhitung jumlahnya. Brasta benar - benar heran, bagaimana bisa Angkasa dan keluarganya betah tinggal dalam rumah yang seperti ini. Apa lagi Angkasa sampai membuat konten horor dalam rumah yang benar - benar definisi dari horor yang sesungguhnya. Apa Angkasa sudah kebal dengan gangguan - gangguan dari mereka? Sementara Angkasa sendiri masih merasa heran dengan Brasta yang seolah - olah terpusatkan fokusnya pada hal lain. Entah apa. Ia seperti ketakutan. Tapi ketakutan karena apa? Atau jangan - jangan .... Seperti yang dikatakan beberapa tamu sebelumnya. Juga fakta bahwa rumahnya ini adalah rumah tusuk sate. Ah ... Angkasa bisa mulai menebak. Diperkuat dengan hobi Brasta menulis cerita horor yang sangat bagus dan keren selalu hasilnya. Apa itu karena ... Brasta bisa melihat mereka? Mereka yang tak kasat mata. Mereka yang katanya banyak sekali di sini. Turut menjadi penghuni rumah ini. Serumah dengan Angkasa. Meski Angkasa tidak pernah melihat keberadaan mereka. "Uhm ... Brasta ... ayo langsung masuk saja." Angkasa mempersilakan sekali lagi. Karena agaknya Angkasa sudah mengerti dengan perkiraan kondisi Brasta, Angkasa berinisiatif untuk segera mendahului masuk saja. Karena ia tahu, Brasta akan secara otomatis mengikutinya. Dan benar saja. Meski masih tetap terfokus pada hal lain, Brasta perlahan mengikutinya di belakang. Angkasa kadang heran. Apa benar penghuni lain di rumahnya begitu banyak, seperti yang mereka - mereka katakan? Tapi jika benar sebegitu banyak ... lantas kenapa Angkasa bahkan tak pernah melihat satu pun dari mereka? Padahal Angkasa penasaran. Terlebih ia sangat suka berbagai hal berbau horor. Meski ia sendiri tak memiliki pengalaman pribadi dengan hal - hal seperti itu. Saking cintanya, ia bahkan sampai hobi membuat konten cerita horor dari pengalaman orang lain. Terlebih horor pendakian. Karena selain hobi bercerita horor, ia juga hobi mendaki. Sama seperti Brasta. Mungkin kapan - kapan mereka bisa mendaki bersama. Nanti Angkasa akan coba menawari Brasta untuk mendaki bersama dengannya suatu hari nanti. Setelah Brasta masuk, Angkasa langsung menutup pintu. Berharap dengan Segers menutup pintu, itu akan membantu Brasta terlepas dari sambutan - sambutan astral yang ia terima. Brasta pun nampak lega setelah Angkasa menutup pintu. Meski ya ... mereka memang bisa menembus dinding atau pintu. Tapi setidaknya Brasta tahu, bahwa sekali mereka nyaman dengan suatu tempat. Mereka akan menetap di sana, dan tidak berpindah, kecuali diharuskan pindah karena diusir secara paksa. Dan Brasta juga tahu sih. Jika di dalam sini ... juga pasti ada .... Iya, kan? Bahkan Brasta belum selesai dengan pikirannya. Ia sudah mendapatkan sambutan - sambutan baru. Astaga ... baru juga ia bisa bernapas lega. Sekarang napasnya harus kembali tercekat. Di dalam sini, jumlahnya tak kalah banyak dari di luar. Terutama di area depan. Sepanjang Brasta memandang pada lorong yang menghubungkan dengan area belakang, semakin ke belakang, semakin sedikit jumlahnya. Brasta juga belum tahu pasti, apa penyebab rumah tusuk sate selalu dihuni banyak sekali golongan mereka. Sejauh yang Brasta tahu sih, karena rumah tusuk sate, bagaikan sebuah tempat persinggahan yang menampung mereka dari 3 arah yang berbeda. Sejauh ini dari cerita yang pernah Brasta dengar, jarang ada orang yang betah tinggal di rumah tusuk sate. Bahkan ada satu rumah tusuk sate di lingkungan tempat tinggal Brasta, rumah itu sudah lama pindah. Pemiliknya sudah tidak mau tinggal di sana. Setiap disewakan, para penyewa juga tidak bertahan lama saking banyaknya gangguan yang mereka terima. Makanya Brasta juga heran. Dengan Angkasa yang sepertinya betah - betah saja tinggal di sini. Mengingat sejak awal ia membuat konten youtube, set - nya tidak pernah berubah. Terus berada di tempat yang sama, sejak 4 tahun kanal youtube - nya berlangsung. Angkasa bergegas menuju lemari es di dapur. Ia mengambil satu botol air mineral, memberikannya pada Brasta. Supaya Brasta bisa sedikit tenang. Meski Angkasa tahu, Brasta sepertinya masih terus mendapatkan sambutan meriah. Tanpa menunggu lama, Brasta langsung menerima air mineral pemberian Angkasa. Membuka tutupnya, menenggak isinya sampai habis setengah. "Ayo, silakan masuk. Studio aku di situ." Angkasa menunjuk ke studionya. Astaga ... Brasta pikir tadi studionya ada di area belakang rumah. Itu harapannya sih. Supaya dirinya merasa sedikit nyaman ketika membuat konten bersama Angkasa nanti. Supaya ia lebih bisa konsentrasi juga, karena di area belakang, jumlah mereka tak sebanyak di area depan. Tapi ternyata, studio Angkasa ada di area depan juga. Aduh ... Brasta tidak tahu apa nanti ia akan bisa konsentrasi. Sementara mereka masih terus memberikan 'sambutan hangat nan meriah'. Brasta memutuskan untuk mencoba dulu saja. Ia lalu perlahan berjalan mengikuti Angkasa ke dalam studio yang didominasi warna serba hitam itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD