Slice 9

1267 Words
Angkasa sudah selesai merapikan diri, juga merapikan studionya. Sebenarnya studionya menjadi paling rapi dibanding hari - hari sebelumnya semenjak studio ini ia siapkan. Studio ini dulu sebenarnya adalah kamar kosong yang terbengkalai cukup lama di rumah keluarganya ini. Letaknya ada bagian depan rumah, yang berbatasan langsung dengan halaman depan, dan jendelanya terarah langsung pada jalanan. Karena itu lah, baik orang tua atau pun saudara - saudaranya, tidak akan ada yang berani tidur di sini. Karena rumah ini merupakan rumah tusuk sate. Apa kalian sudah pernah dengar tentang rumah tusuk sate? Rumah tusuk sate adalah rumah yang berada tepat di tengah - tengah pertigaan. Jika perempatan berbentuk 4 cabang jalan ke arah yang berbeda, nah, rumah tusuk sate ini berada pada satu arah lain, yang seharusnya menjadi arah ke empat. Berbatasan langsung dengan jalan yang mengarah ke arah berlawanan. Juga dengan jalan yang menyimpang ke arah kanan dan kiri. Banyak yang bilang, rumah tusuk sate itu selalu angker. Karena dijadikan tempat pertemuan para makhluk halus dari arah kanan dan kiri, juga dari arah berlawanan. Dan yang paling rawan adalah, bagian depan rumah, termasuk teras, ruang tamu, dan ruang - ruang lain yang berada di bagian depan rumah. Dan kamar studio Angkasa ini contohnya. Beberapa narasumber sudah memberikan review mereka tentang kamar studio Brasta ini. Mereka bilang, banyak makhluk dengan wujud memberikan berada di dalam sini. Juga berjajar di area depan rumah. Tapi Angkasa tidak terlalu memikirkan apa kata mereka. Karena ia belum pernah melihat sendiri keberadaan mereka. Bahkan ia sangat sering menceritakan hal - hal horor di dalam studio ini. Katanya jika mereka diceritakan, mereka akan datang. Tapi Angkasa tidak akan berhenti jika memang ia tidak diganggu oleh mereka. *** Brasta mengurangi laju kecepatan mobilnya saat ia mulai diarahkan masuk ke gang. Di peta tertulis bahwa 300 meter lagi ia akan sampai ke tujuan. Brasta terus mengikuti arahan sang operator bernada bicara khas. Khas kagoknya. Yang sebenarnya sedikit cringe. Tapi tetap digunakan demi tidak kesasar dalam perjalanan. "Tujuan Anda berada di sebelah kanan." Brasta langsung menghentikan laju kendaraannya begitu ia mendapatkan instruksi itu. Tapi Brasta bukannya segera menghadap ke arah kanan untuk melihat bagaimana bentuk kediaman seorang Gemintang Angkasa. Tapi ia justru menatap ke arah kiri. Di mana arah kiri itu adalah sebuah jalanan lurus. Brasta kemudian melihat ke arah depan, jalanan lurus juga. Dan arah belakang adalah jalan yang ia lewati tadi. Astaga ... kediaman Angkasa adalah ... rumah tusuk sate. Perasaan Brasta langsung tak enak. Karena semua orang juga tahu tentang rumah tusuk sate. Kemampuan bawaan lahir Brasta dan juga kesensitifannya, tentu akan membuat dirinya merasa tak nyaman selama berada dalam rumah itu. Tapi ... Brasta kembali teringat dengan tujuan awalnya. Ia datang ke sini untuk sebuah misi mengungkap kebenaran. Jadi apakah ia akan mundur, hanya karena tahu jika lokasi tujuannya adalah sebuah rumah tusuk sate? Tentu saja tidak, kan? Brasta pun menarik napas dalam. Kemudian mulai melakukan mobilnya lagi memasuki area pelataran rumah bergaya klasik itu. Sebenarnya bukan bergaya klasik. Memang merupakan sebuah rumah tua yang pasti sangat mewah pada zamannya dulu. Arsitekturnya terlihat masih original. Bahkan catnya pun sepertinya belum pernah diganti, karena sudah banyak bagian yang mengelupas, dan dihuni banyak lumut di mana - mana. Astaga ... Gemintang Angkasa ... bagaimana pemuda itu bisa membuat konten horor di dalam rumah seperti ini? Ia sedang berusaha cari masalah atau apa? Tapi sekali lagi, Brasta berusaha tak gentar. Meski ia mulai melihat beberapa penampakan yang begitu mengerikan. Tapi sejauh mereka tak mengganggu, Brasta tak masalah. Ia hanya tinggal menunduk supaya mereka tak terlihat lagi. Berharap tidak ada yang iseng dengan memberi jump scare mendadak tepat di depan mukanya. Brasta segera membuka pintu mobilnya. Hendak keluar segera. Sebuah pemandangan yang begitu mengejutkan ia dapati. Tepat di depan mukanya, ia melihat wajah. Wajah hang begitu hancur. Dilumuri darah secara keseluruhan. Belatung - belatung pun menghiasinya. Jangan lupakan kedua matanya yang melotot lebar seperti hendak keluar. Astaga ... keinginan Brasta tak terkabul ternyata. Memang katanya ... aura manusia bisa terlihat oleh mereka. Sehingga mereka tahu, mana manusia yang bisa melihat mereka atau bukan. Manusia - manusia yang bisa melihat mereka ... seperti Brasta ini, adalah sesuatu yang sangat menarik bagi mereka. Karena mereka bisa melakukan 'sambutan' sesuka hati mereka tanpa merasa gagal. Sebab apa pun yang mereka lakukan akan terlihat dengan jelas. Tanpa rasa takut akan diabaikan jika mereka melakukan hal sama pada manusia normal. Brasta langsung memejamkan matanya. Tentu saja, seterbiasanya ia dengan ribuan penampakan yang sudah pernah ia alami, tetap saja ia kaget jika yang bentukannya begitu tiba - tiba muncul di depan mata seperti ini. Siapa yang tidak kaget jika melihat bentukan sejelek itu muncul tiba - tiba di depan mata? Bahkan saat pertama melihat Kenanga kemarin, Brasta sempat tak mau meladeninya. Baru setelah Kenanga mau bekerja sama dengan baik -- dengan tidak menunjukkan rupa buruknya -- Brasta akhirnya mau mendengarkan ceritanya. Brasta menunda keluar mobil, menunggu sampai makhluk burik itu menjauh. Brasta tidak sudi berjalan menembus makhluk itu. Pertama, ia benci dengan sensasi saat menembus makhluk halus. Rasanya seperti melewati jaring laba - laba yang begitu besar. Kedua, Brasta juga tidak akan tahan dengan baunya. Bau mayat. Bau busuk bangkai. Brasta hanya diam. Menunggu. Sampai makhluk itu mundur perlahan. Dan saat jarak mereka sudah cukup jauh. Baru lah Brasta bisa melihat makhluk apa sebenarnya itu tadi. Karena sudah terlihat keseluruhan bentuknya. Bukan hanya wajahnya seperti tadi. Sesuatu yang disebut manusia sebagai ... pocong. Astaga ... ini bahkan masih siang bolong. Bagaimana kalau malam hari? Brasta jadi bersyukur karena ia tidak menunda keberangkatannya ke sini. *** Begitu mendengar deru kendaraan yang masih asing di telinganya, Angkasa langsung beranjak dari tempat duduknya. Itu ... deru mobil Brasta Kala, kah? Ia sudah datang? Wah ... lebih cepat 10 menit dari yang diperkirakan. Tapi tidak apa - apa. Toh Angkasa juga sudah selesai melakukan persiapan. Angkasa segera berjalan menuju ke depan. Tentu saja ia harus menyambut kedatangan sang tamu kehormatan. Angkasa memasang tampang ramah lengkap dengan senyuman. Benar saja, ketika ia membuka pintu, ada sebuah mobil warna hitam yang telah terparkir di halaman rumahnya ini. Angkasa segera berjalan ke teras, menunjukkan pada Brasta bahwa ia telah datang menyambut. Tapi Angkasa bingung, kenapa Brasta tak kunjung keluar dari mobil. Angkasa pun segera memakai sandal untuk memastikan apa yang sedang terjadi. Ia berusaha melihat melalui kaca mobil. Brasta ... Angkasa cukup terkejut. Di luar ekspektasinya. Ia pikir Brasta adalah seorang pemuda yang kurang menarik. Karena biasanya tipe - tipe laki - laki di balik layar, dan kurang mau menunjukkan dirinya secara terbuka, adalah karena kurang percaya diri dengan penampilannya yang kurang menarik. Tapi ternyata ... astaga ... Brasta adalah pemuda yang tampan. Sebelas dua belas lah dengan dirinya. Penampilannya juga baik. Casual dan modis, mengikuti perkembangan zaman. Yang jelas Brasta adalah seseorang yang menarik. Sangat menarik. Bahkan Angkasa yang sesama laki - laki saja mengakui pesonanya. Hanya dalam hati. Tentu ia tidak akan terang - terangan soal itu. Ia harap pacarnya Sofia, tidak akan tiba - tiba datang. Takut jika Sofia malah akan jadi kepincut pada Brasta. Terlebih karena Sofia selama ini selalu mengagumi tulisan - tulisan Brasta. Tapi ada yang aneh. Bahkan dengan Angkasa yang sudah berada di samping jendela mobil sambil membungkuk seperti ini, Brasta tak jua menoleh untuk menatapnya. Harusnya Brasta sudah sadar jika ada seseorang di sampingnya. Lagi pula juga pasti terlihat melalui ekor matanya, kan? Tapi Brasta tetap menunduk. Dan raut wajahnya nampak pucat. Membuat Angkasa merasa ada yang tidak beres. Kenapa Brasta sebenarnya? Tak ingin semakin larut dengan rasa penasaran, Angkasa kemudian langsung mengetuk kaca mobil Brasta. Tak peduli dengan bagaimana pemikiran Brasta padanya nanti. Karena ia hanya sepontan saja melakukan hal ini. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD