Kondisi pondok Gilbert sudah tak berbentuk lagi. Puing-puing bangunan berserakan di mana-mana. Beberapa pohon juga mati karena pertempuran yang sangat dahsyat itu. Meskipun tenaganya sudah di ambang batas, ayah tiga anak itu tetap berjuang keras melawan sang panglima perang handal milik ratu.
Gilbert tak akan menyerah, sampai benar-benar kekuatannya habis. Perjuangan yang dilakukan saat ini, semata-mata hanya untuk menegakkan keamanan dunia siluman. Nafasnya memburu di tengah medan pertempuran. Air liur di campur darah menetes ke tanah, meresap meskipun meninggalkan bekas berwarna merah.
“Kau sudah kalah, Gilbert. Menyerah lah.” Sang panglima masih dalam kondisi prima, tapi tidak dengan tunggangan anjing kepala tiga miliknya.
Grrrrrr
“Aku tak akan menyerahkan diri dengan mudah.” Gilbert mengibaskan ekornya, menegakkan tubuh dengan jantan. Ia pejuang sejati, tentu tak akan mudah menyerah begitu saja. Tak menunggu waktu yang lama, Gilbert berlari kencang mengarah pada sang panglima. Tatapan mata coklat itu terlihat sangat buas. Ia melompat ke atas, mengeluarkan cakarnya hendak menebas, tapi si anjing itu menghindar dengan baik.
Pertempuran terus terjadi dengan sengit. Gilbert tak menyerah dan terus mengeluarkan sisa kekuatannya. Sampai akhirnya, ada seseorang yang telah menghunuskan pedang tepat di punggungnya.
“Uhuk!” Gilbert batu darah, menoleh ke belakang dengan pandangan buram. Darah yang ada di pelipis kian menetes menutupi kedua matanya. Perlahan tapi pasti, tubuh siluman itu berubah menjadi manusia. “Dasar licik!”
Sang panglima tertawa puas melihat Gilbert yang mulai tumbang. “Bawa dia ke istana. Obati dia. Aku tak ingin dia mati.”
Semua pengawal mengangguk hormat tanda mengerti akan titah sang panglima. Dua pengawal dari mereka membawa Gilbert yang tak sadarkan diri. Sang panglima tertawa menggelegar bak kesetanan. Dia naik ke anjing miliknya dengan sombong karena berhasil membawa Gilbert sesuai perintah sang ratu.
Setelah para bawahan ratu pergi. Siluman-siluman yang bersembunyi keluar hutan. Mereka mendekat ke pondok Gilbert. Salah satu dari mereka mengirim pesan dengan menggunakan sebuah kertas origami. Kertas itu terbang bebas ke langit, mengikuti arah angin hingga sampai kepada seseorang yang sedang berdiri tepat di perbatasan.
Ketika membuka kertas itu, tangannya mengepal kuat. Dan dia bergegas pergi, tapi di cegah oleh seorang pria. “Kemana kau akan pergi, Mike?” tanyanya dengan penuh selidik.
“Bukan urusanmu.” Mike berubah menjadi rubah, lari dengan kekuatan penuh menelusuri hutan. Kekuatan yang dimiliki sudah terkuras karena menjaga perbatasan, dan ia tak bisa teleportasi. Dengan kecepatan maximal, lari melewati bebatuan, dan juga pepohonan.
Air mata Mike keluar begitu saja karena perasaan takut luar biasa, takut kalau keluarganya binasa di tangan ratu keji itu. ‘Aku harap kalian berdua baik-baik saja,’ batinnya terus berlari hingga sampai di pondok miliknya.
Mike berubah menjadi manusia, berjalan tertatih dengan tangan di taruh di d**a. Perasaan sakit, sedih, dan juga marah menjadi satu melihat bekas pertempuran itu. Salah satu siluman menyambutnya.
“Mike, akhirnya kau kembali juga.” Dia memeluk Mike yang masih meneteskan air mata. “Kelly berada di rumah Robert karena aku melihatnya bersama Eden.”
“Jadi, Kelly masih hidup.” Mike melepaskan pelukan itu. “Dimana ayahku?”
Siluman lain datang untuk mendekat. “Mereka membawanya ke istana, Mike. Dia masih hidup meskipun terluka parah.” Ada kelegaan di wajah Mike mendengar berita bahwa Gilbert masih bisa di selamatkan.
“Aku akan ke istana.” Mike hendak berbalik arah, tapi di cegah oleh salah satu dari mereka.
“Berurusan dengan ratu adalah yang tidak mungkin untukmu sendirian.”
“Tapi, bagaimana dengan ayahku? Dia bisa di bunuh kapan saja.”
Tiba-tiba, angin berhembus dengan kuat. Langit yang terang disinari rembulan mendadak menjadi gelap. Cahaya putih keluar dari pohon beringin berwarna perak. Muncullah seorang pria tua dengan jubah serba putihnya. Semua siluman menatap ke arah pria tua itu, dan mereka semua menunduk hormat.
Pria tua itu terbang, mengembang di udara. “Kembalilah ke perbatasan. Kumpulkan para pejuang kita, Mike. Sang pelindung akan membantu di saat yang tepat.”
“Tapi, Tetua.” Perkataan Mike di sela oleh pria tua itu
“Ayahmu tak akan mati dengan mudah. Bertahanlah di sana, tunggu dan latihlah para pejuang.” Pria itu menghilang meninggalkan butiran salju di udara. Para siluman yang semula menunduk langsung bangkit.
Mike tak punya pilihan untuk menolak tugas yang diberikan. Meskipun rasa khawatir merayapi hati, setidaknya ada kelegaan dan kepastian bahwa keluarganya baik-baik saja. Pria itu pun memutuskan untuk kembali ke perbatasan.
Disisi lain, Eden berada di sebuah ruangan sambil menatap rembulan yang bersinar sangat terang. Dua bulan, satu bulan besar, dan satu bulan sabit berada di belakang bulan besar. Kedua bulan itu tampak indah, tapi juga tampak menyeramkan.
Di dunia siluman, sangat berbeda dengan dunia manusia. Kebanyakan di dunia siluman banyak hutan, dan rumah dari kayu. “Apa yang kau lihat?” Robert berdiri di ambang pintu menatap sengit kepada Eden.
“Bukan urusanmu.” Ia berbalik arah, dan juga ikut menatap tajam ke arah Robert. “Pergilah.., aku tak ingin melihat wajahmu.”
“Dan aku juga tak sudi menerimamu, Louis.” Robert mengeluarkan cambuknya dengan cepat. “Sifat mu yang menyebalkan itu, membuatku muak.”
Cetar
Cetar
“Sekarang aku punya kesempatan untuk melukaimu.” Robert melayangkan cambuknya tepat ke tubuh Eden, dan dia menghindar dengan cepat.
“Aku membencimu sampai ke tulang dan darahku.” Robert terus saja mencambuk Eden meskipun dia berhasil menghindarinya. “Karena mu aku kehilangan Veronica.”
Eden meraih cambuk itu, “Aku tak membunuh Monica, Robert. Bukankah aku berjanji padamu.” Mereka saling tatap satu sama lain dengan pandang sulit di artikan. Robert seorang siluman rubah berwarna coklat muda yang pernah hadir di dalam hidup Louis.
“Kapan kau akan mengakui kalau yang membunuh Veronica adalah dirimu? Hah!” teriak Robert dengan sangat keras. Kebenciannya kepada Louis benar-benar sudah sampai puncak. Kelly yang mendengar percakapan mereka tanpa sengaja hanya bersembunyi di balik tembok.
Gadis itu tak menyangka, bahwa Robert mengenali Louis dengan baik. Dan mereka sekarang membicarakan Veronica. Ia tahu, kalau gadis bernama Veronica itu adalah kekasih Robert yang mati beberapa tahun lalu.
“Jadi, Eden benar-benar pemburu siluman,” gumam Kelly sambil menutup mulutnya tak percaya. Jujur saja, sebenarnya ia tak mempercayai perkataan Eden jika dia adalah pemburu siluman.
“Tapi, bagaimana bisa?” serunya tak percaya tapi dalam kondisi berbisik. Kelly memukul kepalanya berulang kali karena kebodohan dirinya. Ia jadi ingan perilaku masa lalu kepada Eden setelah perubahan sifatnya. “Oh s**t! Apa yang harus aku lakukan?”
Ia terlihat cemas berlebihan, dan tanpa sadar menyenggol patung yang ada di sampingnya hingga pecah.
“Siapa di sana?” teriak Robert dnegan keras. Pria itu berjalan mendekati ke arah di mana Kelly bersembunyi. Semakin ia mendekat, detak jantung gadis itu semakin keras. Yang ada dibenaknya adalah cara lari tanpa sepengetahuan Robert.
Bersambung