RSC-04

1057 Words
Ares menatap rumah yang ada di depannya sekarang, rumah yang hanya satu lantai namun memiliki halaman depan yang sangat luas dan banyak tumbuhan di depan rumah. “Ini rumah kamu?” Tanya Ares yang diangguki oleh Valora. Valora memang dari keluarga sederhana dan tidak bergelimang harta. Bahkan dia bisa berkuliah saja itu sudah sangat beruntung sekali dengan otak yang dimiliki olehnya begitu pintar dan membuat dia bisa mendapatkan beasiswa yang sangat sulit sekali di Universitas Amartha. “Iya, ini rumahku Kak. Maaf, rumahku memang sederhana. Ini pun rumahnya peninggalan mendiang nenek sebelah ayahku. Kami tidak punya rumah. Di Bandung pun kami hanya kontrak.” Valora tidak akan malu mengatakan kalau dia dari keluarga sederhana. Bisa makan dan masih sehat saja, sudah sangat disyukuri sekali oleh Valora dan keluarga Valora. Valora menatap Ares yang masih melihat pada rumah Valora di depan sana. Valora menggigit bibirnya, sangat takut sekali, kalau Ares berubah tidak baik padanya hanya karena Valora dari keluarga biasa saja dan tidak ada yang bisa dibanggakan pada dirinya. “Kau jangan menggigit bibirmu lagi. Orang tuamu mana?” Tanya Ares, melihat rumah Valora begitu sunyi dan seperti tidak ada orang di dalam rumah tersebut. “Ibu dan Ayah tidak di rumah. Mereka sedang bekerja keduanya, kenapa?” Tanya Valora balik. Ares menggeleng. “Tidak ada. Kalau orang tua kamu ada di rumah, aku bakalan kenalan sama mereka. Lalu aku bakalan bilang makasih sama mereka. Karena telah melahirkan anak secantik kamu.” Pipi Valora kembali memanas mendengar apa yang dikatakan aku oleh Ares barusan padanya, Ares mau bertemu dengan orang tuanya, yang benar saja. “Kak– kau mau bertemu dengan orang tuaku?” Tanya Valora. Ares mengangguk. “Iya, aku mau bertemu dengan orang tuamu Valora. Memangnya kenapa? Kau tidak mau aku bertemu dengan orang tuamu?” Tanya Ares pada Valora. Valora menggeleng ribut. Bukan seperti itu yang dimaksud oleh Valora. Ares itu sangat berani sekali, Valora baru pertama kali bertemu dengan lelaki yang berani seperti ini. Walau Valora baru pertama kali juga berhubungan dengan lelaki dan itu Ares. “Bukan Kak! Tapi … Kakak itu… katanya baru mengenalku dan mau untuk mengenalku lebih lama lagi.” Ares tersenyum. “Valora, aku bukan lelaki yang suka basa basi dan hanya main-main saja. Kalau aku sudah menemukan gadis yang membuatku tertarik, maka aku arus akan serius padanya.” Valora menatap pada tangan Ares yang ada di atas kepalanya sekarang dan mengacak rambutnya. Membuat Valora menelan salivanya dengan apa yang dilakukan oleh lelaki itu padanya. “Ares, kau serius padaku ‘kan? Kau tidak main-main padaku ‘kan?” Tanya Valora. Ares terkekeh kecil. “Mana mungkin aku main-main padamu Valora. Kau bisa bertanya pada teman-temanku, mereka selama ini sangat tahu betul bagaimana diriku dan tidak pernah aku yang namanya macam-macam dengan gadis. Bahkan aku termasuk lelaki setia.” Ares memuji dirinya sendiri sembari menatap pada mata Valora meyakinkan gadis itu dengan apa yang dikatakan olehnya. “Valora, aku boleh mampir? Aku mau ke kamar mandi.” Bibir Valora terbuka, ia bingung sekarang, apa yang harus dikatakan oleh dirinya pada Ares. Bukan tidak mau mengajak Ares masuk ke dalam rumah. Tapi … dia tidak pernah memasukkan lelaki ke dalam rumah. Bagaimana kalau— “Tidak bisa ya? Di sini Pertamina masih jauh? Aku sudah tidak tahan. Tadi di Kafe aku minum banyak air.” Ares memegang pahanya menatap ke segala arah. Valora merasa bimbang sekarang. Bagaimana ini? Kalau dia biarkan Ares masuk ke dalam rumah. Yang ada nanti dia kena marah. Valora tidak mau kena marah oleh ayah dan ibu. Tapi … di sisi lain. Mana tega Valora membiarkan Ares menahan untuk membuang air kecil. Valora menarik napas perlahan dan melepaskan secara perlahan. “Ayo, masuk ke dalam rumah. Tapi cuman sebentar ya, aku takut, kalau tetangga di sini lihat, bisa-bisa mereka berpikiran buruk dan mengatakan hal tidak-tidak tentang Ayah dan Ibu nanti.” Valora menggigit kuku jarinya, hal yang sudah biasa dilakukan oleh Valora kalau sudah merasakan yang namanya panik. Valora panik sekarang, kalau ada yang melihat Ares masuk ke dalam rumah. “Kamu tenang saja Valora, aku tidak akan lama. Setelah menuntaskan buang air kecil, aku bakalan langsung pulang.” Ares turun dari motornya. Ares berjalan mengikuti Valora dari belakang. Bibir lelaki itu tersenyum sinis melihat Valora yang berjalan dan sangat cantik sekali. Ahh… dia jadi ingin sekali memeluk Valora sekarang. “Ares! Kak Ares!” Ares tersadar dari pikirannya. “Ah, ya?” “Itu toiletnya.” Valora menunjuk pada pintu toilet. Ares mengangguk. “Oke, aku masuk dulu ya. Aku janji, cuman buang air kecil saja.” Valora mengangguk, memundurkan langkahnya. Lalu dia berjalan menuju ruang tamu. Valora duduk di sofa, rasa khawatir masih memenuhi pikirannya. Sekali-kali Valora menatap keluar, sangat takut sekali kalau ada orang yang melihat dia memasukan lelaki ke dalam rumah. “Valora!” Valora terkejut dan melihat pada Ares yang berdiri di depannya dengan senyuman manis. “Aku boleh minta air minum? Hanya satu gelas. Aku haus, setelah itu aku pulang.” Valora mengangguk, segera berjalan begitu cepat menuju dapur. Ares yang melihat Valora berjalan sangat cepat menuju dapur, ia menatap ke segala arah sudut rumah Valora ini. Ahh … rumah sederhana yang memang sederhana sekali. Tidak akan sulit berhubungan dengan keluarga miskin seperti ini. Apalagi tadi Valora mengatakan, kalau rumah ini adalah peninggalan orang tua ayah gadis tersebut. Berarti? Keluarga Valora benar-benar miskin. “Kak… ini air minumnya.” Ares melihat gelas yang ada di tangam ramping Valora. Ares mengangguk, mengambil gelas tersebut dan dengan sengaja Ares mengusap punggung tangan Valora. Hal itu membuat Valora menegang. “Maaf, aku tidak sengaja Valora.” Ares memasang wajah bersalahnya. Valora menggeleng. “Tidak apa-apa Kak.” Ares menyeringai. Memang gadis polos dan bodoh ternyata. Ares kembali memberikan gelas yang sudah kosong dan isinya sudah habis diminum oleh Ares pada Valora. Valora mengambil gelas kosong tersebut. “Kalau begitu, aku pulang dulu Valora. Kamu hati-hati di rumah, tidak ada orang di rumah. Jangan lupa kunci pintunya Valora.” Pesan Aresn sudah keluar dari dalam rumah Valora. Valora mengangguk. “Iya Kak. Makasih untuk traktir makannya tadi.” “Tidak masalah. Nanti kita makan lagi ya Valora. Aku mau ajak kamu makan terus.” Ucap Ares naik ke atas motor. Valora mendengar itu mengulum senyum dan mengangguk. “Hati-hati Kak!” Teriak Valora melambaikan tangan dengan senyuman yang tidak memudar di bibir gadis tersebut.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD