RSC-01
Valora membenarkan letak kacamatanya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya memegang buku. Ia mahasiswi pindahan di Universitas Amartha. Valora belum mengenal orang-orang di universitas Amartha, mungkin tidak ada yang mau berteman dengannya.
Valora meletakan bukunya di atas meja. Sendiri. Ya. Valora sendiri di banyaknya orang-orang di kantin dan tidak ada yang menghampiri dirinya dan mengajak kenalan.
“Hai!”
Valora yang sedang melamun terkejut dan menatap pada lelaki yang sangat dia ketahui siapa lelaki itu. Ares Amarnath. Valora sering mendengar para mahasiswi membicarakan sosok Ares yang sangat tampan dan memiliki mata setajam elang. Valora merasa bingung.
“Aku boleh duduk di sini? Valora Niloufar, kau anak baru di sini ‘kan?”
Valora tidak semenarik itu, sehingga Ares yang menjadi casanova sekarang duduk di depannya. Mata Valora menatap ke sembarang arah dan ia bisa melihat mahasiswi yang menatapnya dengan tatapan tajam dan tidak suka mereka pada Valora.
“Kau kenapa duduk di sini?” Valora bertanya sembari menggigit bibirnya. Jantung Valora rasanya mau lepas sekarang.
Ares menyentuh bibir Valora. Dengan cepat Valora memundurkan wajahnya. “Apa yang kau kau lakukan?” tanyanya pada Ares dengan tatapan penuh takutnya pada lelaki itu.
Ares tersenyum mendengar pertanyaan penuh ketakutan gadis di depannya. Ia menggeleng. “Bibirmu jangan digigit Valora, nanti bibirmu terluka dan berdarah.”
Valora salah tingkah dan matanya tidak sanggup untuk menatap pada Ares yang duduk di depannya dengan wajah tampan lelaki itu. Rasanya begitu gerogi sekali.
“Ahh! Kau sudah tahu namaku belum? Namaku Ares Amarnath.” Ares menjulurkan tangannya, melihat pada Valora yang hanya diam saja dan menatap pada tangan Ares yang menggambang. Ares mau bersalaman dengan Valora.
“Kau tidak mau salaman denganku dan kenalan denganku Valora?” tanya Ares memasang wajah sedihnya.
Valora segera menyatukan tangannya dengan tangan Ares. “Valora Niloufar, aku kaget kau mengajakku untuk kenalan. Padahal orang-orang di sini tidak ada yang mau dekat denganku.”
Ares tertawa kecil mendengar apa yang dikatakan oleh Valora. “Tidak usah hiraukan orang lain. Aku dengar kau itu sangat pintar sekali. Kenapa kau pindah dari Bandung?” Ares berusaha mencairkan suasana dan tersenyum memikat pada Valora yang sudah mulai tenang.
“Ayahku kerja di sini sekarang. Aku tidak terlalu pintar Ares, mungkin kau hanya mendengar kabar yang tidak benar.”
“Oh ya? Tapi aku sudah mendengar dari orang-orang. Kalau anak baru bernama Valora yang memakai kacamata sangat pintar sekali. Sering mendapatkan pujian dari dosen, tidak usah merendah Valora, aku sangat suka sekali dengan gadis pintar.”
Napas Valora memburu melihat apa yang dilakukan oleh Ares padanya sekarang. Lelaki itu mencium punggung tangan Valora. Ares tersenyum pada Valora.
“Aku boleh meminta nomor handphone mu Valora? Aku tertarik padamu. Aku mau mendekatimu. Maaf, ini mungkin terlalu cepat aku bilang padamu Valora, kalau aku tertarik padamu. Tapi aku tidak berbohong dengan apa yang aku katakan ini Valora. Aku sungguh tertarik padamu.” Ucap Ares memberikan handphonenya pada Valora.
Valora menatap pada benda pipih yang harganya puluhan juta yang berada di dekat tangannya. Otaknya tumpu sekarang dan ia tidak tahu apa yang harus dilakukan oleh dirinya. Namun melihat Ares yang menunggu sambil menaikan alisnya. Dengan cepat Valora mengambil handphone lelaki itu lalu dia mencatat nomornya.
“Ini!”
Ares menggambil handphonenya. Ia tersenyum karena sudah mendapatkan nomor Valora.
“Terima kasih Valora. Aku harus masuk kelas sekarang, sampai jumpa!” Ares mengacak rambut Valora.
Valora memegang kepalanya dan menatap pada Ares yang sudah berjalan menjauh darinya. Ia memegang dadanya dan setelahnya tersenyum. Ternyata masih ada orang yang tertarik padanya. Valora memakan makanannya dengan lahap dan senyuman yang ada di bibirnya.
***
Ares memperhatikan Valora dari jauh dengan memainkan ponselnya. Lelaki itu menjilat bibirnya dan tertawa kecil, melihat teman-temannya yang menyeringai.
“Kau sudah mendapat nomornya?”
Ares menyugar rambutnya ke belakang. “Kau tidak salah bertanya? Namaku Ares Amarnath, siapa yang bisa menolak saat aku mendekatinya hah? Tidak ada yang menolak pesonaku.” Ares berucap penuh percaya dirinya.
Ya. Mereka semua mengakui kalau Ares itu sangat tampan sekali. Tidak ada yang bisa menolak Ares.
“Dia gadis yang polos, tapi kalau dilihat dia lumayan can tik Ares. Kau yakin tidak jatuh cinta padanya?” tanya Revando tertawa kecil.
Ares mendengkus mendengar apa yang dikatakan oleh lelaki itu barusan padanya. “Kau mau aku hajar hah? Aku jatuh cinta padanya?” tanya Ares menunjuk pada Valora.
“Ya, bisa saja kau jatuh cinta padanya.”
“Tidak mungkin. Akh! Sudahlah. Aku mau mendekatinya karena kalian, kalau bukan karena kalian, aku tidak akan mendekatinya. Kalian lihat sendiri bukan, tidak ada yang mau berteman dengannya. Siapa juga yang mau berteman dengan gadis yang memakai kacamata sapi seperti itu. Tapi untuk tangannya, hmmm… tangannya sangat halus sekali.” ucap Ares menjilatb bibir, masih merasakan bagaimana halusnya tangan Valora.
“Waw! Apakah benar?” tanya Davin tertarik.
“Yeah! Tangannya sangat mulus sekali, sepertinya dia melakukan perawatan.” Jawab Ares.
“Gadis culun itu melakukan perawatan? Aku tidak percaya dengan apa yang kau katakan barusan Ares. Rasanya aku tidak percaya kalau dia itu bisa melakukan perawatan.” Revando tertawa mengejek dan masih menatap pada Valora yang terus memakan makanannya.
“Terserah. Aku harus pergi dulu.” Ucap Ares menjauhi teman-temannya.
“Ares! Kau mau ke mana?”
Ares berbalik bukannya menjawab, tapi Ares malah mengacungkan jari tengahnya pada temannya itu.
“Oh sialan! Dia memang selalu seenaknya. Kasihan sekali si mata kuda itu, ia harus terbawa perasaan cepat sekali dengan rayuan Ares.” Davin tertawa kecil, dan berjalan menjauh dari sana dengan menarik tangan Revando.
Valora yang mendengar seseorang berteriak memanggil nama Ares, ia menatap pada sumber, dan tersenyum sambil melihat ponselnya. Ares mengirim pesan padanya.
0822xxxxxxxx: Jangan simpan nomorku sayang, Ares.
Valora menyimpan nomor Ares dengan senyuman manisnya, melihat nama yang diberikan olehnya pada nomor Ares.
Ares Amarnath
Mungkin Valora sudah gila memberikan nama seperti itu pada nomor Ares. Namun dia berharap kalau dia dan Ares bisa menjalin hubungan. Karena selama ini, tidak ada seorang lelakipun yang mau dekat dengan Valora. Para lelaki selalu saja menatapnya sinis dan menjauh darinya.
“Aku mau pacaran!” ucap Valora tertawa kecil sembari memegang pipinya yang memerah dan menepuk pelan pipinya.