“Lana, aku duluan ya, aku dijemput,” kata Iza yang saat ini berdiri berdampingan dengan Kelana yang juga menunggu jemputan abangnya. Karena setiap hari memang seperti itu, Kelana akan dijemput oleh Malik, kecuali Malik ada acara mendadak.
“Hati-hati ya, Iz,” kata Kelana membuat Iza mengangguk dan naik ke mobil kakaknya.
Kelana akhirnya sendiri didepan gedung kantor, semua orang memiliki kendaraan sendiri dan ada yang diantar-jemput, ada juga yang naik taksi. Kelana jadi tak enak berdiri di sini tak ada temannya.
Kelana melihat jam yang melilit ditangannya, lalu tak lama kemudian, terdengar suara klakson. Kelana melihat Panji yang naik motornya dan tersenyum kepadanya. Kelana menautkan alis dan menggeleng, karena Panji selalu saja berusaha mendekatinya.
“Kamu gak ada yang jemput?” tanya Panji.
“Ada kok,” jawab Kelana.
“Siapa?”
“Emangnya harus saya beritahu ya?” geleng Kelana, berusaha ketus.
“Ayo aku antar sampai depan rumah kamu.” Panji menawarkan diri untuk mengantarkan Kelana pulang.
“Gak usah. Saya ada yang jemput kok,” jawab Kelana lagi.
Tak lama kemudian terlihat seorang pria mengenakan baju muslim dan juga celana gantung menaiki motor dan parkir tepat didepan Kelana.
“Maafin Abang ya, Dek. Abang tadi ada kajian makanya telat,” kata Malik memberikan helm kepada Kelana, sementara Panji melihat keduanya.
Malik menoleh dan melihat Panji yang saat ini tersenyum, lalu Malik tersenyum juga dan meninggalkan area pintu utama kantor. Kelana mendesah napas panjang dan tak mau berbalik, meskipun Panji masih ditempatnya.
Melihat hal itu, Panji langsung meraih ponselnya dan menelpon Tora.
‘Apa sih, Bro?’ tanya Tora dari balik telepon.
‘Lo tahu siapa pria yang suka jemput Kelana? Dia pakai baju muslim dan wajahnya tampan, berjenggot juga. Apa dia suaminya Kelana? Lo jangan sampai nyuruh gua deketin istri orang.’
‘Apaan sih lo, Kelana udah nikah? Ya belum lah. Itu yang suka jemput kayaknya abangnya. Kalau dia pakai baju muslim. Lo gak lihat wajah mereka mirip?’
‘Ya gua gak perhatiin. Karena abangnya itu pakai helm.’
‘Kan gua udah bilang kalau Kelana itu punya abang yang fanatik sama agama, nah lo udah lihat orangnya, ‘kan?’
‘Wah. Apalah artinya gua yang gak tahu agama sama sekali, jauh banget gua,’ geleng Panji.
‘Udah ya, lo gak usah telepon lagi. Gua sesak b***k ini,’ kata Tora lalu memutuskan sambungan telepon.
‘Bangke emang anak ini.’
Panji lalu melajukan motornya meninggalkan kantor, Panji tak berhasil mengantar Kelana pulang, padahal ia sudah menunggu sampai semua karyawan pulang dan tak ada lagi yang muncul dari arah pintu utama.
“Siapa tadi, Dek?” tanya Malik pada adiknya yang kini tengah membuka helm, mereka sudah sampai di rumah.
“Siapa, Bang?”
“Yang tadi. Cowok yang senyum sama abang,” kata Malik memperjelas.
“Oh itu? Dia teman kantor Lana,” jawab Kelana.
“Dia deketin kamu?” tanya Malik.
“Nggak, Bang. Dia gak deketin Lana. Dia hanya nunggu temennya pulang mungkin,” jawab Kelana.
“Tapi dia natap kamu daritadi,” kata Malik.
“Lana gak tahu kalau dia natap Lana.” Kelana melanjutkan.
Mereka lalu masuk ke rumah dan disambut oleh Fauziah yang berdiri meraih tangan suaminya dan menciumnya, dan Kelana meraih tangan mbaknya dan menciuminya juga.
“Ada apa sih? Tadi Ziah denger, Abang lagi nanya-nanya,” tanya Fauziah lalu menuju dapur untuk menyiapkan minuman dingin untuk suaminya. “Emang ada apa?”
“Tadi ada cowok yang lihatin Kelana. Katanya temen kantornya,” jawab Malik mendesah napas halus.
“Lana ke kamar dulu ya, Bang, Mbak,” kata Kelana.
“Mbak mau buatin kamu minuman dingin loh,” kata Fauziah.
“Gak usah, Mbak. Kelana gak haus,” jawab Kelana lalu melangkah menuju kamarnya.
“Abang ngomong apa sama Kelana?” tanya Fauziah menghampiri suaminya dan duduk disebelah suaminya. Lalu mempersilahkan suaminya untuk meneguk minuman dingin yang sudah ia buat.
“Mungkin mau ngerjain tugas dari Abang,” jawab Malik.
“Bang, emang cowok siapa sih yang lihatin Kelana? Dia siapa?”
“Gak tahu juga. Tadi pas Abang jemput, cowok itu udah ada diatas motor dan ngajak Kelana ngobrol,” jawab Malik lagi dan menyesap minuman yang dibuatkan istrinya.
“Bagus dong kalau ada cowok yang deketin Kelana.”
“Bagus darimananya, Sayang? Kelana itu udah abang pilihin jodoh. Kamu ingat Adnan, ‘kan?”
“Adnan? Guru di pondok? Emang mau abang jodohin sama Kelana?”
“Iya. Dia bisa membimbing Kelana menjadi muslimah yang makin baik, dan bisa membahagiakan Kelana. Dia itu memahami agama dengan baik. Akhlaknya juga tak perlu diragukan lagi,” jawab Malik menjelaskan tentang pria yang bernama Adnan itu.
“Tanpa Abang jelasin, Ziah udah tahu. Tapi emangnya Kelana tahu tentang perjodohan yang Abang siapkan untuknya?” tanya Fauziah. “Emang Kelana mau?”
“Ya kan belum ditanyain. Abang juga belum ngomongin ini, mau tunggu waktu yang tepat aja.” Malik menyesap minumannya lagi. “Pokoknya gak boleh ada cowok yang deketin Kelana. Kelana udah Abang siapin jodohnya. Dan, ini udah jodoh yang terbaik.”
“Bang, yang terbaik menurut Abang. Belum tentu terbaik untuk Kelana.”
“Pasti terbaik untuk Kelana. Asalkan kamu mau dukung Abang,” kata Malik.
Fauziah memilih diam saja. Karena ia tahu bahwa suaminya itu akan menganggap apa yang benar menurutnya dan yang terbaik menurutnya berarti terbaik dan benar untuk semuanya. Fauziah sebagai istri pun tak bisa melawan perkataan suaminya karena apa pun yang suaminya itu lakukan, berarti itu yang terbaik.
Fauziah mendengarkan cerita suaminya tentang pria bernama Adnan itu, bagaimana sikapnya dan bagaimana ajaran Islam yang ia ketahui. Fauziah tahu tentang Adnan itu, tapi Fauziah tak pernah tahu rencana suaminya mau menjodohkan Kelana dan Adnan.
Di kamar, Kelana membaca buku hadist yang sudah diberikan oleh abangnya, ia harus menghafal dilembar ke 11. Karena lembar pertama sampai 10, Kelana sudah menghafalnya. Ia sudah membaca buku hadist ini hampir satu bulan, dan Kelana belum mencapai setengah meskipun sudah begadang setiap malam.
Kelana harus mencoba menghafalnya sekarang, agar nanti malam ia bisa tidur cepat karena akan ke kantor pagi-pagi. Karena besok adalah kesempatan terakhir untuknya. Jika ia melanggarnya dan masih telat, ia harus siap keluar dari kantor. Ia tak mungkin melakukannya karena ia butuh pekerjaan.