Pak Anggit sepertinya memang betulan kelaparan, begitu makanan terhidang satu per satu dari menu pembuka hingga kini menu penutup, dia makan dengan tenang tapi tanpa jeda. Saking tenangnya, aku hampir yakin Pak Anggit lupa bahwa aku masih duduk di depannya. Makanan ini enak, tidak perlu diragukan lagi. Didukung nuansa restoran yang syahdu, siapapun berani membayar mahal untuk menrasakan experience ini. Namun, aku nggak bisa merasakan kemewahannya lantaran penampilanku. Aku sudah kehilangan hitungan berapa kali melirik baju Pak Anggit dengan apa yang kupakai. Pak Anggi masih mengenakan setelan kerjanya, dengan kemeja yang masih licin dan bagian pergelangan tangan masih terkancing rapi. Lalu melirik ke meja-meja sebelah, para perempuannya memakai dress semi formal yang membuat mereka kelih