“Anda terlihat cantik sekali, Nona Miya,” puji salah satu pegawai butik yang baru saja memasangkan kancing terakhir dari gaun soft pink yang dikenakan gadis berambut pirang ini.
“Terima kasih.” Hanya itu yang bisa Miya katakan. Pantulan dirinya di cermin sudah menjelaskan segalanya. Rambut pirangnya tergerai indah, dibuat sedikit berombak pada bagian ujung. Salah satu sisi rambutnya dihias penjepit berbentuk pita. Mengenakan anting Mutiara cukup besar serupa dengan kalung yang Miya kenakan. Kulit putihnya semakin memancarkan kecantikan yang memang Miya miliki.
Dirasa cukup, Miya berbalik. Menatap pria yang sejak tadi duduk menunggunya dengan santai berganti pakaian dan dirias oleh tangan-tangan terampil. Membuat penampilan lusuhnya berganti hanya dalam kurun waktu yang cukup singkat. Miya tak pernah terkejut dengan penampilannya. Ia terbiasa dengan hal-hal mewah seperti ini. Bahkan koleksi dari brand butik ini mendiami salah satu sudut lemari pakaiannya. Lantaran pengerjaannya yang bisa dibilang mengutamakan kemewahan dalam tampilan yang sederhana.
“Aku sudah selesai, Tuan Victor.” Miya berkata setelah jarak mereka cukup dekat.
Victor mengangkat pandangannya dari ponsel yang sejak tadi menyita. Memindai penampilan Miya apakah sudah sesuai dengan keinginannya atau belum. “Kau seperti boneka.”
Miya tak membantah. Belum. Karena ia merasa, semua hal yang terjadi dalam hidupnya sangat cepat. Seolah tak memberinya jeda barang sejenak. Apalagi di kepalanya, ia masih mengingat point apa yang ada di kontrak rahasia tersebut. Kontrak yang pada dasarnya sangat mengerikan untuk Miya jalani.
Namun … adakah jalan keluar dari apa yang ia hadapi? Meminta bantuan paman bibinya? Ia bahkan tak ingat memiliki mereka sebagai saudara lantaran jarang sekali Miya diajak berkumpul dengan keluarganya. Bukan ia tak ingin menunggu bantuan Tessa datang namun satu hal yang Miya pikirkan sepanjang perjalanan menuju kampusnya—lebih tepatnya ke ruang Victor Wyatt. Pengaruh keluarga Lodge terhadap keluarga Tessa. Tessa berasal dari keluarga middle-end, alias kalangan menengah. Ayahnya seorang pejabat di salah satu instansi pemerintah yang mengelola keuangan negara. Sementara ibunya memiliki restoran yang cukup terkenal, cabangnya juga banyak tersebar di beberapa tempat di NorthDerm.
Berbeda dengan keluarga Lodge yang memiliki power lebih dari keluarga Tessa. Jika diperbandingkan dengan keluarga Miya, barulah mereka seimbang. Tapi kebangkrutan yang Miya alami, membuat mereka benar-benar timpang.
“Tuan Sawyer sudah menunggumu. Kau siap?”
“Jika aku bilang tak siap, apa bisa aku dipulangkan ke rumah?”
Victor terkekeh mendengar jawaban Miya. “Kau tahu, kau tak seperti dirimu.”
Kening Miya berkerut dalam. “Apa maksud Anda, Tuan Victor.”
“Kau itu cerewet dan sangat berisik. Tak pernah mau mendengarkan orang lain bicara. Tapi sekarang?” Victor bangun dari duduknya dan menyejajarkan diri di samping Miya. “Kau tak berdaya.”
Tangan Miya terkepal. “Bukan tak berdaya, aku sudah sangat lelah menghadapi hari ini.”
Victor masih mempertahankan tawannya. Ia memimpin jalan keluar area butik yang tampak sepi, tak ada pengunjung satu pun yang singgah ke tempat ini. Sengaja. Kunjungan Victor dan Miya sore jelang malam ini tak ingin ada gangguan. Uang bisa membungkam segalanya dan kebetulan, uang yang digunakan juga bukan milik Victor. Jadi ia merasa bebas menghamburkannya. Jika Damian marah, pria bersurai cokelat gelap itu tinggal berkata, “Kau ingin orang lain melihat aku bersama Miya?”
“Ayo, perjalanan kita masih panjang.” Victor berdiri tak jauh dari mobil sport biru metalik miliknya.
Miya hanya mengangguk, berjalan mendahului pemilik universitas tempatnya menuntut ilmu jika dilihat lebih dekat, Victor rasanya tak pantas menjadi seorang pemilik kampus sebesar Hillarious. Lebih pantas jika pria itu menjadi salah satu pengajar. Namun kenyataan itu tak bisa dimungkiri sejak Miya pertama kali datang ke kampus itu. Tanpa beban, hanya berisi kegiatan bersenang-senang dan berusaha belajar dengan baik.
Victor segera mengemudikan mobil itu dengan kecepatan stabil, menuju salah satu tempat yang berlawanan arah dari pusat kota. “Kita menuju Shibuya. Di sana ada satu mansion Damian yang jarang dikunjungi. Kau tinggal di sana selama masa kontrak dan saat berakhir, segalanya kembali menjadi milikmu.”
Miya kembali mengangguk. Tak ingin banyak bicara karena ia masih belum dapat mencerna, isi kontrak itu sangat mengganggunya namun … ia tak punya kesempatan untuk bertanya.
Gadis berambut pirang itu juga belum lupa, detail dari kontrak yang belum lama ia tanda tangani.
DER HEGEIME VERTRAG
Dibuat dengan kesepakatan kedua belah pihak. Dengan keuntungan yang masing-masing pihak dapatkan tanpa ada satu pihak yang dirugikan.
Damian Sawyer, selaku pihak pertama.
Miya Ashton, selaku pihak kedua.
Menyepakati:
- Pihak kedua setuju mengandung serta melahirkan anak dari pihak pertama, tanpa ikatan pernikahan.
- Pihak kedua bersedia tinggal satu atap bersama pihak pertama, selama masa kehamilan.
- Selama masa kontrak, pihak kedua dilarang untuk berhubungan dengan pihak luar serta tak boleh bertemu dengan kerabat atau keluarga.
- Seluruh kebutuhan dan kepentingan pihak kedua menjadi tanggungan pihak pertama.
- Pihak pertama bersedia memenuhi keinginan pihak kedua selama masa kehamilan.
- Pihak kedua bersedia bersumpah untuk tidak mengakui anak yang nantinya akan terlahir, baik kepada media ataupun orang terdekat.
- p********n atas kontrak ini, 100% menjadi hak pihak kedua setelah masa kontrak berakhir.
- Saat kontrak berakhir, masing-masing pihak akan bersikap seolah tidak pernah terlibat satu sama lain.
Para pihak yang bertanda tangan di bawah ini, dianggap menyetujui kontrak yang telah dibuat.
Damian Sawyer sebagai pihak pertama.
Miya Ashton sebagai pihak kedua.
Victor Wyatt sebagai saksi.
Bagi Miya, kontrak itu sangat amat mengerikan juga menggiurkan lantaran dalam waktu kurang lebih 1 tahun—itu adalah masa terlama dari kontrak tersebut, Miya akan kembali menjalani hidup seperti biasanya. Termasuk nama baiknya yang akan segera pulih, tak perlu menunggu siapa pun mengurusnya karena Miya paham … siapa Damian Sawyer di negara ini.
Saat pertama kali memahami isi kontrak, wajah Miya berubah pucat, keringat dingin membasahi wajahnya. Lidahnya terasa kelu, hatinya terasa tak nyaman setelah membaca keseluruhan point kontrak tersebut.
“Kau sudah selesai membacanya?” tanya Victor yang masih duduk bersandar santai di kursinya. Pertanyaan itu membuat Miya mengangkat matanya dari deret kata-kata yang tertera di kontrak. Manik mata Miya bertemu dengan manik cokelat terang milik Victor, biasanya mata Miya berbinar penuh semangat tapi kali ini … ada banyak keraguan serta rasa putus asa di sana.
“Aku tak ingin memaksamu.” Victor mengulurkan sebuah pena. “Tapi kau menyadari satu hal, bukan?” Pria itu sedikit mencondongkan diri pada Miya yang masih duduk kaku di depannya. “Bagaimana kejamnya kuli tinta alias wartawan mengubah alur berita? Serta keluarga Lodge yang tak melepaskanmu begitu saja?”
“Ke-kenapa harus aku?” tanya Miya pelan. Matanya ia alihkan ke mana pun asal jangan kembali bersinggungan dengan Victor. Pria itu terlihat jauh lebih mengerikan dibanding saat Miya dijatuhi skorsing satu bulan penuh. “Dan … bagaimana dengan kuliahku jika aku terlibat kontrak ini?”
“Tuan Sawyer berbaik hati menolongmu, Miya. Dan masalah kuliah, kau lupa berhadapan dengan siapa?”
Miya benar-benar merasa bodoh.
“Aku hanya mengatakan sekelumit mengenai kontrak ini,” Victor menggeser kursinya. Tubuh tinggi besarnya melangkah mendekat pada Miya dengan gerak agak lambat. Sengaja. Memberi kesan dramatis agar sosok gadis di depannya, semakin memikirkan kontrak perjanjian ini. Saat Victor berada di belakang kursi Miya, tangannya sedikit memberi tekanan pada bahu gadis itu. “Damian membutuhkanmu untuk melahirkan keturunannya. Jangan pikir dia tak mengawasi gadis yang akan hamil anaknya. Sesederhana itu keinginan Tuan Sawyer.”
“Ini bukan keinginan yang sederhana, Tuan Victor.” Miya menggertakkan gigi. “Ini juga menyangkut masa depanku.”
“Bukankah masa depanmu sudah hancur sejak dinyatakan Ashton Grup dinyatakan pailit?” Victor menyeringai tipis. “Ini adalah hal yang setimpal dari apa yang Tuan Sawyer lakukan untukmu. Dan saat kau memasuki ruangan ini, seharusnya kau sudah memperhitungkan kontrak apa yang akan kau tanda tangani. Iya, kan?”
Miya menelan ludah gugup. Seluruh hal yang terjadi dalam kurun waktu singkat memang membuat ia kehilangan kendali. Ia tak sanggup jika harus menanggung semuanya. Dan pria bertampang dingin serta penuh intimidasi itu akan mengembalikan keadaan Miya dalam kondisi seperti semula. Miya pernah bertemu Damian Sawyer, beberapa tahun lalu. Di acara bisnis yang ayahnya datangi secara berkala. Miya sangat terpaksa ikut dengan sang ayah dan bersumpah tak akan mau jika ajakan kedua kalinya datang.
Saat itu, Damian Sawyer terlihat bersama beberapa rekan bisnisnya. Duduk bersandar di kursi yang menarik perhatian banyak orang, memegang gelas wine di tangannya, dan menatap mereka yang mengelilinginya dengan pandangan bosan. Tanpa sengaja saling beradu pandang, membuat Miya meyakini di dalam hatinya, pria itu termasuk jenis pria berbahaya. Ia juga tak tahu dari mana pemikiran itu berasal, mungkin feeling yang dimiliki membuatnya waspada.
Namun sekarang, ia justr terlibat penuh dengan pria itu. Apa … pria itu masih seperti dulu? Menyeramkan? Miya agak penasaran dan membuat tangannya tergerak penuh kesadaran. “Di mana aku harus menandatangani ini?” tanyanya yang direspon senyum lebar oleh Victor.
“Di sini, Miya.”
Dalam hati Miya berkata, jika iblis bisa membantunya keluar dari permasalahan ini, ia tak masalah. Toh nantinya mereka tak akan saling kenal. Hanya seorang anak yang dibutuhkan Damian. Mungkin … tak akan masalah bagi Miya. Setidaknya begitu pemikiran Miya setelah menggoreskan namanya di tempat yang Victor tunjuk pada lembaran kontrak.
“Sebentar lagi kita sampai, Miya. Apa kau masih ingin melamun?”
Pertanyaan itu membuat Miya menoleh, pada pria yang masih serius dengan setir di tangannya. Seluruh hal yang ia pikirkan, buyar begitu saja. Terganti dengan helaan panjang serta tatapan yang tertuju pada jalan sekitar. “Aku baru tahu kalau Shibuya memiliki area seperti ini.”
“Kau benar-benar melamun sepanjang jalan rupanya,” kata Victor sembari terkekeh. “Shibuya yang kau kenal, ada di sisi lain area ini. Sejak tadi, kita memasuki area yang tak boleh sembarangan orang masuk.”
Ah benar. Damian pasti tak ingin ada orang lain yang tahu, apa yang terjadi dengannya dan Miya.
Tak lama berselang, mobil yang Victor kendarai memasuki gerbang yang cukup tinggi. Gerbang yang menyembunyikan kemewahan di dalamnya. Mansion dengan gaya klasik modern terlihat semakin jelas oleh penglihatan Miya. Mengukuhkan satu hal; Damian Sawyer adalah pria yang memiliki segalanya. Terutama kekayaan.
Kedatangan mereka disambut oleh beberapa pelayan. Miya hanya mengekori saja langkah Victor sampai ke sebuah ruangan yang besar. Ruangan yang didekorasi sedemikian rupa, dengan warna-warna elegan dan furniture mahal. Membuat ruang ini terlihat begitu mewah.
“Tuan Sawyer akan tiba 10 menit lagi. Persiapkan dirimu, Miya.” Victor melirik jam yang melingkari lengan kirinya. “Baiklah, kurasa cukup sampai di sini aku menemanimu. Selebihnya … jangan berbuat onar, Miya. Ingat, semua hal yang menjadi milikmu masih ada di genggaman Tuan Sawyer. Jadilah penurut agar kau segera terbebas dari apa yang menjeratmu.” Pria itu mengerling pada Miya. Tak ada maksud apa pun selain agar gadis itu tak tegang.
“Desi,” panggil Victor pada salah satu pelayan yang ada di sekitarnya. “Mulai hari ini, pastikan kau membuat Miya nyaman selama tinggal di sini. Penuhi apa pun kebutuhannya selama tak melanggar aturan Damian. Kau bertanggung jawab untuk selalu ada di sisi, Miya.”
“Baik, Tuan.” Gadis Bernama Desi menyanggupi dengan kata-kata tegas. Tak ada keraguan sama sekali di sana. Hal itu juga yang membuat Miya mengerutkan kening. Memangnya dia hewan peliharaan yang harus diawasi dengan baik?
Ah, Miya, Miya. Lupakah jika ia sudah menyerahkan diri sebagai salah satu peliharaan Damian Sawyer?