Part 5

1563 Words
Dean masih menatap Jina sampai detik ini. Belum ada jawaban yang Dean keluarkan karena ia sangat bingung sekarang. Dean tidak suka tipe orang seperti Jina, pembangkang, tidak sopan, dan memiliki latar belakang yang tidak jelas. Meski nanti anaknya tidak akan tahu siapa ibunya, tapi Dean ingin anaknya memiliki latar belakang yang baik dari kedua orang tuanya. Namun, semuanya sudah terjadi dan rasa sayang Dean pada anaknya tidak berubah.    "Jadi, apa pilihanmu?" Jina kembali bertanya pada Dean, sebab pria itu hanya diam saja.    "Apa kau tidak bisa tutup saja mulutmu?" Dean bicara ketus pada Jina.    Setelah berpikir selama beberapa saat, Dean kini memberikan jawabannya. "Aku akan mempertahankan anakku, tapi tidak dengan pria ini. Aku tidak ingin melihatnya lagi." Dean menunjuk Kevin.    "Tapi, aku ingin dia tetap di sini," ucap Jina.    "Kau pikir, siapa dirimu sampai berani tawar menawar denganku? Jika kau tidak sedang mengandung anakku, maka kau sudah berakhir dengan sangat buruk karena sikapmu itu!" Dean pergi setelah mengatakan ini pada Jina.    "Pria berengsek!" kesal Jina.    "Sudahlah, masih bagus anak kalian dipertahankan." Kevin yang sejak tadi hanya bicara sedikit, kini mulai bicara pada Jina.    "Dia sangat menyebalkan. Apa orang seperti itu bisa membesarkan seorang anak? Aku ragu pada kemampuannya."    "Dean punya banyak uang, bisa membayar pengasuh sebanyak yang dia mau," sahut Kevin dengan nada yang lesu. Kevin berpikir entah ke mana ia harus mencari pekerjaan sampai uang dari Jina bisa didapatkan.   "Aku akan pergi sekarang. Kau jangan berulah lagi dan fokus saja pada kehamilanmu. Mengerti?" ucap Kevin lagi.    "Aku pasti akan mencari cara agar kau kembali bekerja di sini."    "Sudah aku bilang, jangan lakukan apapun. Semakin sedikit kau berulah, maka itu semakin baik untuk kita. Dean tidak punya banyak kesabaran, jadi jangan sering-sering memancing kemarahannya." Kevin terus mengingatkan Jina untuk tidak berulah.   "Aku pergi." Dan Kevin pun pergi.    Jina hanya bisa menghela napas saat melihat sahabatnya pergi dengan wajah yang terlihat lesu. Jina memang bisa dikatakan kurang peduli pada orang lain karena merasa kalau orang lain juga tidak peduli pada penderitaannya, tapi ia tidak bisa untuk tidak peduli pada Kevin. Pria itu memang menyebalkan, tapi Jina sadar kalau Kevin satu-satunya orang yang selalu ada untuknya, lalu Dean merusak segalanya.  ••••   Saat waktu makan malam tiba, Jina tidak kunjung keluar dari kamarnya dan bahkan tidak membuka pintu meski pelayan sudah berulang kali memanggilnya. Dean merasa punya kekuasaan, tapi Jina juga ingin menunjukkan kalau ia juga punya kekuasaan di sini. Dean tidak mau mendengar penjelasan apapun tentang Kevin dan langsung memecatnya karena dia merasa punya kekuasaan, itu sungguh tipe orang yang Jina benci.   Di sisi lain Dean baru saja keluar dari kamar untuk menuju ke ruang kerjanya. Begitu keluar dari kamar, Dean bisa merasakan kalau suasana rumahnya tidak seperti biasanya. Ia bisa merasakan ada yang berbeda, terutama setelah beberapa pelayan sedang berkumpul di depan kamar Jina dan berulang kali meminta Jina untuk membuka pintu.   "Apa lagi sekarang?" gumam Dean, lalu mendekati kamar Jina.    "Apa yang terjadi?" Dean bertanya pada semua pelayan itu.   Pelayan yang tadinya berkerumun di depan kamar Jina, kini dengan cepat berbaris di sisi kanan dan kiri, serta menunduk di hadapan Dean. "Nona Jina tidak mau membuka pintunya dan menolak makan malam." Dan salah satu pelayan menjawab pertanyaan Dean.    Mendengar hal itu membuat Dean sangat ingin berteriak di depan wajah Jina. Wanita itu selalu saja mencari masalah dengannya seperti orang yang tidak punya rasa takut. Wanita itu sangat menyebalkan dan semuanya menjadi semakin menyebalkan ketika Dean mengingat bagaimana wanita itu bisa menipunya.   Dean pergi dari depan kamar Jina dan beberapa saat setelahnya kembali dengan membawa kunci cadangan kamar itu. Dean membuka kunci pintu kamar itu, kemudian membanting pintu hingga membuat semua orang kaget, terutama Jina yang sedang asik berbaring sembari bermain ponsel.   Melihat kedatangan Dean membuat Jina mengubah posisinya menjadi duduk dengan pandangan yang hanya mengarah pada Dean. "Sial, kenapa harus ada kunci cadangan?" gumam Jina.    "Berhentilah bertobgkah seperti ini karena aku bukan tipe orang yang memiliki banyak kesabaran. Usiamu juga sudah 27 tahun, tapi kau masih bersikap seperti anak-anak. Sekarang, kau keluar dan makan makananmu. Ini bukan untuk dirimu, tapi untuk anakku." Dean masih berusaha untuk bicara baik-baik pada Jina.    Jina kini turun dari ranjang dan berdiri di depan Dean. "Ternyata ini menyenangkan juga. Kau tahu? Sebelumnya, tidak pernah ada orang yang peduli bahkan ketika aku mengunci diri di kamar dan melewatkan makan malam. Terima kasih sudah peduli padaku, tapi aku tidak akan makan sampai kau mempekerjakan Kevin lagi."    Bicara baik-baik pada Jina memang tidak ada gunanya, pikir Dean. "Makan sekarang, sebelum aku sungguh hilang kesabaran padamu."    "Tidak mau!" Jina menekankan kalimatnya, kemudan memutar badannya, dan menjauh dari Dean.    "Jina!"  "Apa?!" ketika Dean berteriak memanggil nama Jina, maka tentu akan dibalas dengan teriakan juga. Jina juga sudah kembali menatap Dean saat ini dan ia merasa sedikit lega setelah berteriak pada pria itu.     "Sudah aku bilang, aku tidak mau ... lepaskan aku!" Jina kini berontak karena Dean ingin menyeretnya keluar dari kamar.   Tadinya, Dean kira akan mudah untuk menyeret Jina keluar dari kamar, tapi wanita itu ternyata sangat merepotkan. Tenaga Jina cukup kuat saat berontak dan hal yang tidak terduga pun terjadi. Jina yang terus berontak menjadi hilang keseimbangan dan nyaris jatuh. Karena hal itu tangan Jina pun refleks menarik baju Dean karena berpikir itu akan membantunya untuk berdiri dengan baik. Namun, keseimbangan Dean juga tidak bagus hingga mereka berdua jatuh ke lantai dengan posisi Jina yang ada di atas Dean.     Jina yang tadi menutup mata karena berpikir kalau tubuhnya akan membentur lantai, sekarang membuka matanya karena ia tidak merasakan rasa sakit itu. Jina kira dirinya jatuh di ranjang, tapi saat membuka mata ia melihat Dean ada di bawahnya dengan mata yang tertutup.   "Astaga!" Jina yang kaget langsung menjauh dari Dean, tapi pria itu tidak kunjung membuka matanya dan tidak bergerak sedikit pun.    "Apa yang terjadi padanya? Apa dia mati? Tidak mungkin. Bagaimana mungkin dia mati secepat itu? Jangan mati dulu. Aku bahkan belum mendapatkan uangku," gumam Jina ketika melihat Dean yang sampai saat ini tidak bergerak sedikitpun.    "Kenapa kalian hanya diam saja? Bantu aku!" Jina berteriak pada pelayan yang entah kenapa hanya diam saja saat melihat Dean tergeletak di lantai.  ••••   Dokter langsung dipanggil untuk memeriksa Dean. Dokter mengatakan Dean kelelahan dan sepertinya pola makannya juga tidak baik, itulah yang membuatnya pingsan. Jina nyaris tidak percaya dengan hal itu karena tadinya Dean terlihat baik-baik saja, tapi mungkin pria itu hanya pura-pura kuat dan ia juga tidak tahu berapa lama Dean bekerja dalam satu hari, lalu bagaimana dengan pola makannya. Tapi, kenapa dia seperti itu? Apa dia sesibuk itu?   Setelah dokter pergi, Jina langsung menghubungi Kevin karena ia juga penasaran dengan kehidupan Dean. Tadinya, Jina pikir Dean adalah orang yang sangat memperhatikan kesehatannya, sebab dia sangat memperhatikan gizi untuk calon anaknya, tapi dia malah jatuh pingsan karena kelelahan.   "Dia jatuh pingsan?" tanya Kevin yang sudah terhubung dengan Jina.    "Ya. Aku tidak ingin peduli, tapi ini membuatku penasaran. Apa dia selalu seperti ini? Bekerja terlalu keras dan tidak peduli pada kesehatannya?" Jina juga bertanya pada Kevin.    "Tidak juga. Setahuku, dia sangat peduli pada kesehatannya. Tapi, akhir-akhir ini aku perhatikan dia memang bekerja lebih keras dari sebelumnya dan aku jarang melihatnya makan siang. Dean juga sering lembur. Pria itu sangat tenggelam dalam pekerjaannya seolah ingin mengalihkan pikirannya dari hal lain, seperti orang frustasi yang lari pada minuman sampai mabuk." Kevin menjawab pertanyaan Jina.    Sungguh, Jina tidak ingin peduli, tapi hidup Dean yang penuh dengan misteri sangat memancing rasa penasarannya. Bahkan sampai detik ini Jina tidak tahu pasti kenapa Dean sangat menginginkan seorang anak dengan cara seperti ini. Sebenarnya, ada apa dengan hidup Dean?    "Jina, kau masih di sana?" Kevin bertanya pada Jina karena wanita itu hanya diam saja.    "Kau pikir, aku ke mana? Sudahlah, aku hanya ingin menanyakan itu karena dokter berpesan padaku untuk lebih memperhatikan kesehatan Dean. Dokter itu bicara padaku seolah aku adalah istri Dean. Menyebalkan sekali." Jina kembali bicara pada Kevin.    "Mungkin saja di masa depan kau memang akan menjadi istrinya. Hidupmu akan sangat menyenangkan jika menikah dengannya. Kau tidak perlu memikirkan soal uang lagi." Kevin menggoda Jina.    "Aku malas bicara denganmu." Jina langsung mematikan ponselnya.   "Menikah? Aku tidak akan pernah melakukan hal itu. Aku tidak akan pernah lagi terikat atau mempercayakan hidupku pada seseorang. Cinta, kasih sayang, itu hanya omong kosong." Jina terus bergumam sembari berjalan menuju ke kamarnya, sebab di sanalah Dean berbaring saat ini.    Begitu tiba di kamarnya, Jina melihat kalau Dean sudah sadarkan diri, dan saat ini sedang duduk di ranjang. Di sisi lain, seorang pelayan masuk dengan membawakan makanan untuk Dean, tapi pria itu menolak dan malah turun dari ranjang. "Berikan makanan itu padanya." Ini adalah ucapan Dean dan orang yang dimaksud adalah Jina.    "Aku tidak tahu masalah apa yang sedang kau hadapi, tapi jangan seperti ini. Kau berpura-pura kuat, lalu jatuh pingsan. Berhentilah menyiksa dirimu karena bukan hanya kau yang akan rugi. Jika kau mati, lalu bagaimana dengan uangku? Pada siapa aku harus meminta uangku? Anak ini juga, siapa yang akan mengurusnya?" ini bukanlah bentuk perhatian Jina pada Dean, tapi memang murni pada uangnya.   "Aku tidak akan mati semudah itu. Sekarang, makanlah, aku tidak mau anakku kekurangan gizi karena wanita keras kepala sepertimu." Dean membalas ucapan Jina.    "Tapi jika kau terus seperti ini bukan tidak mungkin hal yang lebih buruk terjadi padamu. Aku akan sedikit mengalah demi uangku, aku akan makan, tapi kau juga harus makan. Bagaimana? Apa kau setuju?" Jina baru saja mencoba membuat kesepakatan dengan Dean demi keselamatan uangnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD