Saat ini, Jina dan Kevin masih ada di kamar itu. Jina sedang mengobati luka yang Kevin dapatkan karena pukulan dari Dean. Kevin sudah mengenal Jina untuk waktu yang lama, tapi belum pernah melihat Jina yang penuh perhatian seperti ini.
"Apa yang kau lihat?" tanya Jina ketika sadar kalau Kevin terus saja menatapnya.
"Aku terkejut karena kau menjadi sangat perhatian seperti ini padaku. Apa kepalamu terbentur saat di rumah Minyuk?" ini bukanlah kisah romantis, tapi lebih kepada keterkejutan Kevin karena sikap Jina.
Jina tampak berdecak setelah mendengar ucapan Kevin. "Tadinya, aku merasa sedikit bersalah padamu, tapi sekarang tidak lagi!" kesal Jina dan ia pun berhenti mengobati luka Kevin.
"Kau sepertinya benar-benar sakit. Kau bahkan tidak merasa bersalah saat dulu kau menendang bola ke wajahku."
"Ini bukan saat yang tepat untuk hal itu. Kenapa kau tidak mengatakan kalau Dean mengenal Minhyuk? Mereka bahkan seperti saudara!" Jina menjadi kesal pada Kevin.
"Aku bahkan baru tahu hari ini wajah Minhyuk itu seperti apa. Tapi, aku juga tidak tahu tentang hubungan Dean dan Minhyuk. Dean bahkan tidak pernah menyebut nama itu sebelumnya dan aku tidak melihat Minhyuk ada dalam foto keluarga Oh," ucap Kevin sembari mengobati lukanya sendiri.
Setelah mendengar ucapan Kevin kali ini, Jina berpikir kalau hubungan Dean dan Minhyuk mungkin hubungan persaudaraan yang terasa seperti musuh. Jina tidak peduli seperti apa hubungan mereka, ia hanya tahu kalau ini bisa menjadi masalah besar untuknya. Jina bahkan tidak mengerti kenapa dunia begitu sempit hingga ia terlibat masalah dengan dua pria yang saling berhubungan.
"Kita harus bersiap-siap." Ucapan tiba-tiba Kevin ini membuat Jina langsung menoleh padanya.
"Untuk apa?" tanya Jina.
"Dean pasti sedang dalam perjalanan bertemu dengan Minhyuk sekarang, lalu dia akan tahu kenapa kau terjerat utang. Lalu kita ... akkhh! Kenapa kau memukulku?!" kalimat Kevin tidak selesai dengan sempurna dan berubah menjadi kekesalan karena Jina yang memukul kepalanya.
"Karena kau terlambat berpikir. Aku menyesal membelamu di depan Dean. Kau memang pantas dipecat," kesal Jina.
"Aku sudah memikirkan itu tadi, tapi baru sempat aku katakan. Kau menyebalkan sekali." Kevin pun ikut kesal sekarang. Kevin tidak mengerti bagaimana ia memiliki sahabat sekasar ini.
"Kita mungkin tidak akan mendapatkan apa-apa, karena latar belakangmu pasti terbongkar. Dean tidak suka ibu dari anaknya adalah wanita yang keluarganya bermasalah." Kevin kembali bicara sembari memikirkan nasibnya setelah ini.
"Tapi, aku sudah hamil, lalu apa gunanya tidak suka latar belakangku? Apa Dean tipe orang yang akan membunuh anaknya hanya karena rasa tidak sukanya?" Jina bertanya pada Kevin.
"Entahlah, dia orang yang tidak bisa ditebak. Isi otaknya sulit dipahami oleh orang lain." Kevin hanya memberikan jawaban sesuai kemampuannya saja.
Jina benar-benar berharap Dean bukanlah tipe manusia seperti itu atau hidupnya akan kembali berantakan. Jina sudah berharap banyak pada uang dalam kontrak itu dan ia tidak mau harapan itu hancur.
••••
Apa yang Jina dan Kevin pikirkan tentang Dean memang benar, karena pria itu memang kembali ke kediaman Minhyuk. Dean perlu tahu masalah apa yang sebenarnya ada di antara Jina dan Minhyuk. Wanita itu tengah mengandung anaknya, dan mau tidak mau ia harus menjamin keselamatan Jina, sebab tahu pria seperti apa Minhyuk.
Sebenarnya, Minhyuk tidak menerima kedatangan Dean di rumahnya, tapi pria itu selalu menerobos masuk seperti orang tidak punya sopan santun. Karena hal itu itu mau tidak mau Minhyuk harus menerima kedatangan Dean yang entah untuk apa.
"Apa yang membuatmu datang lagi ke sini? Aku sedang sangat marah saat ini, kau mungkin tidak akan kembali dengan selamat jika kembali mencari masalah denganku," ucap Minhyuk pada Dean yang saat ini berdiri di depannya.
"Kenapa Jina berutang padamu?" Dean langsung pada inti pembicaraan.
"Apa hubunganmu dengannya?" bukannya menjawab, tapi Minhyuk justru ikut mengajukan pertanyaan.
"Itu bukan urusanmu," jawab Dean.
"Maka utang itu juga bukan urusanmu." Minhyuk dengan cepat membalas ucapan Dean, kemudian berjalan meninggalkan sang adik.
"Urusanku dengannya tidak perlu kau ketahui, karena setelah urusan itu selesai kau bisa mengambilnya, dan terserah kau ingin melakukan apa padanya aku tidak akan peduli. Itu hanya menyisakan waktu sekitar 7 bulan lagi." Tapi ucapan Dean kali ini membuat langkah Minhyuk terhenti.
Minhyuk kini memutar badannya untuk menatap Dean. Tadinya, Minhyuk tidak ingin peduli dengan apa yang Dean lakukan, tapi entah kenapa ia menjadi sangat penasaran sekarang. Kenapa ada batas waktu? Apa yang sebenarnya Dean lakukan dengan Jina? Dan, apakah pria itu yang selama ini membuat Jina hilang tanpa jejak?
"Baiklah, akan aku beritahu. Ibu angkat Jina berutang padaku dan menjadikan Jina sebagai jaminan. Sekarang, ibu angkat Jina ada di penjara dan tidak bisa membayar utang padaku, jadi tentu aku harus mengambil wanita itu." Minhyuk akhirnya menjawab rasa penasaran Dean, agar pria itu segera pergi dari sini atau kemarahannya benar-benar tidak akan terkendali. Meski Minhyuk memiliki hubungan yang sangat tidak baik dengan Dean, tapi ia tidak akan menyakiti Dean, karena bagaimana pun juga pesan terakhir ayahnya adalah ia harus menjaga adiknya itu. Minhyuk tidak melakukan apa yang ayahnya minta, tapi setidaknya ia tidak akan menyakiti Dean.
"Tapi waktu 7 bulan itu terlalu ..." Minhyuk tadinya ingin bicara, tapi kalimatnya harus tertahan karena Dean sudah pergi. Ya, pria datang dan pergi sesuka hatinya.
"Pria berengsek," kesal Minhyuk.
"Tapi, apa hubungan Dean dan Jina?" hal ini membuat Minhyuk penasaran sekarang.
••••
"Suasana ini sangat membosankan. Berikan aku sebatang rokok untuk mengusir rasa bosan." Yang bicara adalah Jina dan ia baru saja meminta rokok pada Kevin yang saat ini duduk bersamanya di taman luas yang ada di kediaman Dean.
Kevin yang sejak tadi terdiam sembari meratapi nasibnya, kini menoleh pada Jina. "Rokok? Kau sedang hamil, Bodoh!" kesal Kevin.
"Tidak ada Dean saat ini. Sebatang saja." Jina terus meminta rokok tanpa peduli betapa stresnya Kevin saat ini.
"Astaga wanita ini. Aku tidak punya rokok dan kalaupun aku punya kau pikir aku akan memberikan itu padamu? Tidak akan! Dean mungkin akan langsung mencekikku jika dia melihat hal itu. Jangan pikirkan rokok, tapi pikirkan nasib kita." Astaga, Kevin benar-benar kesal sekarang.
"Perasaanku mengatakan tidak akan terjadi apa-apa, jadi kau tenang saja." Setidaknya inilah harapan Jina.
"Kau juga pernah mengatakan itu saat kita merokok di belakang sekolah, tapi akhirnya kita ketahuan dan dihukum. Aku tidak punya alasan untuk percaya pada perasaanmu," gumam Kevin, tapi masih bisa didengar oleh Jina.
"Kali ini, kau harus percaya padaku." Sedangkan Jina terus meyakinkan Kevin untuk percaya padanya.
Lalu, Dean datang tepat setelah Jina bicara. Pria ini datang dengan sorot mata terlihat tajam yang mengarah pada Jina dan Kevin. Melihat tatapan seperti itu membuat Kevin sangat takut hingga langsung berdiri dan menunduk di hadapan Dean. Sedangkan Jina masih duduk di tempatnya dan menatap Dean di saat orang lain akan menghindari tatapan pria itu.
"Sampai di mana kebohongan kalian?" tanya Dean.
"Apa maksud Anda?" Kevin juga bertanya pada Dean.
Dean meraih kerah baju Kevin dan dicengkeram dengan erat. "Berhentilah berpura-pura. Aku paling benci dibohongi, tapi kau dan Jina malah bersekongkol untuk berbohong dan menipuku. Apa kau sudah bosan hidup?!" ini adalah sisi paling menakutkan dari Dean, yaitu kemarahannya.
"Jadi, kau sudah tahu latar belakangku dari Minhyuk itu?" lagi, di saat orang lain akan menunduk takut di hadapan Dean ketika kemarahan itu datang, tapi Jina malah kini berdiri di depan Dean setelah bicara dengan begitu santainya. Sementara Kevin tidak mengerti dengan apalagi yang akan Jina lakukan sekarang.
Dean melepaskan cengkeraman tangannya pada kerah baju Kevin, lalu fokus pada Jina, dan berkata, "Aku benar-benar salah memilih orang untuk mengandung anakku. Wanita baik? Omong kosong! Kau hanya wanita tidak tahu sopan santun dan penipu dengan latar belakang keluarga pelaku kriminal!"
"Pertama, aku tidak punya keluarga dan hanya punya sahabat, yaitu Kevin. Jadi, keluarga mana yang kau maksud? Kedua, ini memang sudah terjadi, lalu, apa yang bisa dilakukan jika semuanya sudah terjadi? Ya, aku memang bukan wanita baik seperti yang kau tahu, aku pernah merokok saat sekolah, aku sering minum, dan kurang sopan santun pada orang sepertimu. Lalu, apa masalahnya dengan itu? Semua hal buruk itu tidak akan menurun pada anak ini, karena kau yang akan hidup bersamanya." Jina bicara panjang lebar pada Dean.
"Atau kau akan membunuh anak ini? Jika ya, maka kau adalah orang terburuk di dunia ini. Aku memang wanita yang buruk, tapi setidaknya aku bukan pembunuh, apalagi untuk anakku sendiri. Jadi, apa pilihanmu? Membiarkan semua berjalan seperti yang seharusnya atau membunuh anak ini?" dan Jina kembali bicara ketika Dean berniat untuk mengatakan sesuatu.
"Sejak kapan kau berhak memintaku untuk memilih?"
"Sejak aku mendapat kesempatan untuk melakukannya. Jadi, bagaimana? Apa pilihanmu?" Jina dengan cepat membalas ucapan Dean. Di dalam hatinya, Jina sangat berharap kalau Dean akan mempertahankan anak ini, sebab ia sangat menginginkan uang itu.