Dona sedikit terheran dengan pesan dari Juan. Pria itu bahkan tidak lagi berbasa-basi padanya walau mereka baru bertemu satu kali. Ya walaupun Dona selalu tidak nyaman dengan cara yang seperti itu, tetapi Juan membuat pengecualian untuknya. Pria itu bahkan membuatnya nyaman walau terkadang juga terjebak moment awkward tetapi mungkin itu karena mereka baru bertemu satu kali.
Dona baru berniat membalas pesan dari Juan ketika suara langkah kaki membuatnya tertarik untuk mendongakan kepalanya dan melupakan pesan dari Juan itu dengan memasukan ponselnya ke dalam tasnya kembali.
"Selamat siang, nyonya." Sapa Dona seraya membungkukan badannya sopan.
"Selamat siang, Dona. Kamu cantik dan segar banget hari ini." Balas nenek Soraya membuat Dona tersenyum kaku dengan pujian nenek tersebut.
"Anda selalu saja memuji saya yang bukan apa-apa ini, nyonya." Sanggah Dona.
"Dan kamu selalu menolak pujian saya, Dona. Saya tidak suka itu." Ujar nenek Soraya yang disertai tawa namun membuat Dona terkesiap.
"Ah, maafkan saya."
"Tidak apa-apa. Saya hanya bercanda."
Kemudian beberapa pelayan datang dengan beberapa hidangan yang disajikan untuk tamu. Terlihat mewah sesuai dengan kantung si pemilik rumah.
"Apa saya tidak menggangu jadwal kerjamu." Tanya Nenek Soraya.
Dona tersenyum. "Tentu tidak, Nyonya. Saya sudah memeriksa jadwal kerja saya, apalagi ini hari Minggu." Jawab Dona.
"Ahh... baiklah kalau begitu.." Tanggap Nenek Soraya, mengerti. "Tapi berhentilah memanggilku nyonya. Panggil saja saya nenek." Ujar Nenek Soraya.
"Baiklah, jika anda memaksa." Balas Dona lalu mereka tertawa.
Usai obrolan ringan, Nenek Soraya mengajak Dona menuju sebuah ruangan yang biasa digunakan nenek Soraya untuk membaca dan mengerjakan sesuatu, tempat itu hampir mirip perpustakaan, hanya saja ukurannya lebih mini.
Tetapi dilihat dari deretan buku yang terpajang, di sana nampak buku-buku dari karya sastra Inggris dan Cina klasik yang begitu menggirukan bagi Dona, karena dari dulu ia ingin sekali mempunyai buku-buku itu tetapi selalu saja gagal untuk memilikinya. Karena setiap ada pameran ia kalah dalam hal penawaran karena tingginya biaya. Dari buku-buku itulah ia bisa memperbanyak kosa kata dan mengolahnya, lalu bisa ia terapkan untuk artikel yang dibuatnya.
"Kamu keliatan sangat tertarik dengan buku-buku itu, Dona" Celetuk nenek Soraya berdiri di samping Dona yang terlihat antusias berdiri di depan rak buku dimana berderet buku-buku berasal dari Inggris dan Cina itu.
"Apa itu kelihatan jelas?"
"Matamu mengatakan itu."
Dona tersenyum malu lalu ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu.
"Karya-karya dari Inggris klasik ini memang sealalu menjadi incaran para kolektor buku dan pencintanya. Saya saja mendapatkan ini setelah 5 tahun mencarinya. Ini hadiah yang diberikan suamiku 30 tahun yang lalu." Jelas nenek Soraya, bercerita mengenai asal muasal buku itu sampai padanya.
"Nenek dan suami pasti sangatlah mencintai karya sastra." Ujar Dona menanggapi.
Nenek Soraya tersenyum. "Ya, dia seorang sastrawan dari Cina, dia begitu mencintai karya sastra."
Dona mengangguk anggukan kepalanya mengerti sekaligus kagum dengan cerita nenek Soraya.
"Kalau begitu apa bisa kita mulai sekarang wawancaranya?" Tanya Nenek Soraya.
"Baik, nek. Kita bisa memulainya sekarang juga."
Mereka duduk berhadapan pada dua kursi yang tersedia di sana, Nenek Soraya duduk dengan santai sembari termenung mengingat-ingat apa saja yang hendak ia ceritakan pada Dona, sebagai bahan untuk menuliskan sebuah buku cerita selama masa hidupnya. Juga kenangan persahabatan dan cintanya. Sedangkan Dona sudah siap dengan alat perekam dan juga sebuah note, serta alat tulis.
"Nenek bisa menceritakan kisah yang ingin nenek ceritakan, dan itu akan menjadi permulaan cerita dari buku ini. Selanjutnya saya akan menanggapi cerita nenek agar ulasan cerita di buku ini nantinya bisa mendetail." Ujar Dona memberi arahan.
"Baiklah... Saya mengerti." Balas nenek Soraya. Ia bersiap-siap untuk memulai ceritanya.
"Cerita ini dimulai ketika dimasa sekolah yang begitu menyenangkan—
***
Dona duduk bersandar pada sofa ruang tengah yang langsung menjadi pelampiasan atas kelelahannya hari itu. Bekerja lembur merangkai berbagai artikel, memperbaikinya, dan juga membuatnya, serta meyuntingnya. Pekerjaan rutinitasnya, tetapi kali ini menjadi sangat berat sebab Ervin absen karena sakit. Membuat pekerjaannya menjadi dua kali lipat beratnya.
Seharusnya perkerjaannya ini bisa dibantu oleh pria itu karena setiap artikel yang dibuat oleh tim lain harus melewati penyuntingan dalam tim nya dan Dona sudah mempercayai Ervin sebagai penyunting untuk membantunya di penyuntingan akhir karena dasar pengalaman mereka yang sama.
Ia hari ini juga harus mengalami kesialan karena mobilnya yang mogok dan sudah yang kedua kalinya, saat berangkat kerja tadi dan saat pulangnya.
Dia merutuki semua itu karena tidak ada yang membantunya seperti waktu itu, membuatnya harus menaiki angkutan umum yang kemudian juga harus membuatnya harus berjalan jauh karena jarak antara halte dan apartemennya baru tersadar olehnya ternyata tidaklah sedekat yang ia kira.
"Seandainya Juan nolong gue lagi kayak waktu itu." Racaunya dalam keadaan setengah tidur.
Ngomong-ngomong soal Juan. Dona heran pada pria itu yang tidak menghubunginya lagi setelah makan malam itu. Ia meraih ponsel yang tergeletak di atas meja setelah dilemparnya tadi dengan begitu naas. Untung saja ponselnya sudah memakai guard sehingga tahan benturan yang sering ia lakukan.
Di cek-nya deretan pesan yang masuk dalam ponselnya.
Rara baru saja mengirimnya pesan dan bertanya apakah ia sudah sampai di rumah atau belum karena sebelumnya Rara tahu jika mobilnya mogok di jalan, tetapi gadis itu sudah sampai dirumahnya. Dona tak enak hati untuk meminta bantuan gadis itu karena rumah Rara yang letaknya sangat jauh dan juga Rara yang tidak berani pulang malam-malam sekalipun sepanjang jalan rumahnya adalah jalanan ramai, itulah Rara.
Dan Sonya, Dona semakin tak tega karena gadis itu sedang berkencan.
Dona tidak mau menjadi kambing congek jika harus menumpang di mobil Sonya. Karena Sonya dan kekasihnya selalu tidak tahu tempat untuk bermesraan, ia sudah kapok menumpang di mobil Sonya.
Tidak untuk kedua kalinya!
Dan pada deretan yang jauh dari angka pertama, ia menemukan pesan dari Juan yang tertimbun pesan dari orang lain yang akhir-akhir ini memang membuat ponsel Dona ramai. Dibukannya pesan itu, dan Dona seketika terhentak.
Bukan Juan yang tiba-tiba menghilang. Tetapi ia yang tidak membalas pesan pria itu tempo hari.
Pantes aja Juan nggak bales gue. Ternyata gue yang nggak bales dia. Batin Dona menggumam mengerti. Namun sejenak Dona menjadi ragu untuk membalas pesan pria itu.
Ini sudah dua hari sejak pesan itu masuk ke dalam ponselnya. Apa itu tidak menyinggung perasaan Juan? Tapi jika tidak dibalas maka Juan yang akan mengira Dona adalah orang yang tidak tahu berterima kasih. Dan itu akan menjadi runyam.
"Baiklah, gue bakal bales aja."
Lalu dengan lincah ia mengetik beberapa kata yang akan ia kirimkan pada Juan sebagai balasan pesan.
"Send."
Lalu beberapa saat kemudian munculah balasan pesan dari Juan yang membuat Dona terlonjak bangun dari keadaan setengah tidurya.
"Dia pengen gue masakan makanan lagi? Apa cowok itu terlalu miskin buat beli seporsi makanan?" Cerocosnya merasa aneh.
To : Juan
Sepertinya gajimu sudah habis ya, tuan? Kenapa kamu menumpang makan lagi di tempat saya?
Dona mengirimnya dengan cengiran lebar di wajahnya. Lalu balasan pesan muncul lagi di dalam ponselnya.
From : Juan
Iya, 'HABIS' saya masukan ke dalam bank. Maka dari itu saya tak punya uang recehan yang bisa saya belikan makanan kecil. Karena saya harus pergi minimal ke restoran milik hotel bintang lima untuk mendapatkan makanan. Tetapi saya sedang ingin memakan makanan rumahan.
Dona menggigit pipi dalamnya karena membaca pesan dari Juan yang sangat narsis.
To : Juan
Terus saja pamer dengan kekayaanmu itu.
Form : Juan
Itu kenyataannya, Dona. Terima saja.
Oh, sekarang Dona menemukan orang baru dalam berdebat, selain tiga kawan.
To : Juan
Cih! Ternyata sifatmu benar-benar menyebalkan, pak Juan....
From : Juan
Saya sekarang hampir sampai di gedung apartemenmu, cepat masakanlah sesuatu untuk saya!